Mohon tunggu...
A. Ali
A. Ali Mohon Tunggu... Mahasiswa - masih belajar

Arsitektur

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bung Karno dan Bulan Ramadhan

21 April 2023   07:15 Diperbarui: 21 April 2023   07:21 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca Bung Karno, seperti kita membaca Indonesia dalam setiap lakukan sejarah panjang perjuangan kemerdekaan bangsa dari imperialisme dan kolonialisme. Sosok pemimpin yang langka dalam sejarah Indonesia. Tulisan ini barangkali tidak dapat memberikan gambaran utuh, tentang peristiwa-peristiwa penting yang dialami oleh Ir Soekarno, pada masa-masa perjuangan kemerdekaan. Apalagi mengkaji secara mendalam tentang filosofi, pikiran, paham, nilai dan sikap seorang Bung Karno. hanya ikhtiar, menyajikan catatan dari berbagai sumber bacaan.

Sebagai bulan yang suci bagi Umat Islam, Ramadhan diyakini sebagai bulan dimana pahala dilipat gandakan bagi yang menjalankan perintah Nya. Kewajiban berpuasa, bagi umat Muslim merupakan kegiatan utama dalam bulan Ramadhan. Selain itu juga, shalat malam dan memperbanyak membaca Alquran merupakan rangkaian aktivitas yang wajib dilakukan, serta perbuatan-perbuatan yang baik lainnya.    

Keistemewaan Ramadhan yakni bulan dimana yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia. bahkan menurut hadis, semua kitab suci diturunkan selama bulan Ramadhan. 

lantas bagaimana kisah keistemewaan bulan ini bagi Bung Karno pada masa awal kemerdekaan.
Bung Karno dan Bulan Ramadhan
Sebagai Muslim yang taat, berpuasa wajib bagi Bung Karno. Peristiwa penting selama Ramadhan pada waktu itu merupakan sejarah hidup Bung Karno, dan yang teristimewa bagi bangsa Indonesia di bulan penuh berkah. 

Sederet peristiwa di bulan Ramadan termasuk yang dialami presiden Soekarno yang dihimpun dari berbagai sumber, yaitu dimana pada Hari kesembilan Ramadan 1365 Hijriah atau bertepatan tanggal 17 Agustus 1945. Di depan rumahnya yang berlokasi di Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta, Bung Karno sang orator ulung itu untuk pertama kali membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Hal ini tentunya menjadi momen bersejarah bagi pribadi Bung Karno dan sejarah penting bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain Mengesahkan UUD 1945 dan diangkat jadi Presiden RI pertama. Rangkaian kejadian penting di hidup Bung Karno kembali terjadi pada 9 Maret 1960, tepatnya di hari ke-11 Ramadan 1379 Hijriah. Saat memimpin sidang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di istana, beberapa tembakan yang diarahkan ke istana.

Teror di Bulan Ramadhan ini membuat Bung Karno hampir terbunuh, dengan perkiraan sasaran ruang makan Istana akan tetapi karena sedang berpuasa maka keberkahan bulan suci membuat Bung Karno dan peserta rapat terselamatkan dari upaya pembunuhan tersebut. Keistemewaan Bung Karno adalah beliau sebelum melakukan hal-hal penting dalam hidupnya termasuk keputusan-keputusan penting bangsa Indonesia selalu meminta nasehat para ulama.

Sebagaimana dikutip dari muslim.okezone dan NU Online sebelum proklamasi kemerdekaan, Bung Karno sowan ke ulama salah satunya Kiai Hasyim Asy’ari yang memberi masukan pada Bung Karno, bahwa alangkah baiknya proklamasi dilakukan pada hari Jumat pada Ramadhan. menurut beliau Jumat itu Sayyidul Ayyam (penghulunya hari), sedangkan Ramadhan itu Sayyidus Syuhrur (penghulunya bulan). Hari itu tepat 9 Ramadhan 1364 H, bertepatan dengan 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

Bagi Bung Karno dalam lubuk hatinya, tanggal 17 adalah tanggal yang tepat. Beliau sulit menjelaskan pada para pemuda waktu itu jika dengan pertimbangan akal. Bung Karno berpendapat bahwa 17 itu angka yang suci dan bertepatan dengan hari Jumat dimana pada waktu itu adalah jumat legi.

Peristiwa menarik lainnya adalah Bahkan, menjelang pembacaan teks proklamasi keesokan harinya, para perumus teks proklamasi, termasuk Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta, harus sahur dengan roti, telur, dan ikan sarden.  Naskah teks proklamasi yang dituliskan oleh Bung Karno dan diketik oleh Sajoeti Melik, serta ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta.

Selain itu penting kiranya dibahas terkait dengan Bung Karno dan pemikirannya tentang Islam yang dibukukan. Buku "Dibawah Bendera Revolusi" merupakan artikel-artikel yang ditulis di Majalah Pandji Islam dan lainnya, tulisan dan pemikiran beliau yang menawarkan pembaruan Islam. Diantaranya: Surat-surat dari Endeh; Tidak Percaya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi 42; Tabir adalah lambang perbudakan; Minta Hukum yang pasti soal "Tabir"; dan Me"muda"kan Pengertian Islam.

B.M. Diah sebagai bagian sejarah perumusan proklamasi dari pemuda yang terlibat di subuh menjelang sahur bersejarah itu. Menjelaskan bahwa tradisi perdebatan dengan tulisan pada waktu itu adalah ciri khas Bung Karno. Tulisan-tulisan beliau lahir dari respons situasi dan kondisi saat itu, baik dari aspek gagasan maupun tindakan yang dikritisi oleh Bung Karno. 

Misalnya dalam tulisannya dengan judul Me “Mudakan” pengertian Islam “ Bung Karno menuliskan Jangan kita ketinggalan, sebab seluruh dunia Islam di luar Indonesia sudahlah asyik kepada “rethinking of Islam’! Sedikit tentang fatsal-fatsal yang perlu kita her-orientatie, kita selidiki kembali, dan kita her-orientatie itu.
 “Siapa yang menggenggam hari-kemudian di dalam tangannya, dialah yang digemari pemuda pada hari sekarang. Janganlah kita tutup kita punya mata, tidak mau melihat, bahwa di luar Indonesia kini seluruh dunia Timur sedang asyik "rethinking of Islam" (perkataan Frances Woodsman), yakni memikirkan kembali maksud-maksud Islam sewajarnya, rethinking of Islam, di Mesir, di Turki, di Irak, di Siria, di Iran, di India, di negeri-negeri Islam lain.

Bung Karno adalah intelektual yang mengikuti dinamika berpengetahuan dengan melahap berbagai buku dan merefleksikan nya dengan kondisi saat itu. Beliau bahkan dengan terbuka terkait perubahan di Turki pada waktu itu …“Hanya dengan baca banyak-banyak kitab yang tersebut di atas inilah kita, yang tidak ada kesempatan datang sendiri di negeri Turki buat mengadakan penyelidikan yang dalam, dapat menyusun satu "gambar" yang adil tentang hal-hal yang mengenai agama dan negara di sana itu. Apa yang saya sajikan di sini kepada pembaca, oleh karenanya, tali lebihlah dariapada "sumbangan material", sumbangan bahan untuk difikirkan saja...”Dengan, rokh, akal dan pengetahuan yang merdeka kita bisa mengerjakan penyelidikan kembali, her orientatie, zelf-correctie..

Zaman ini, kita perlu dengan cermat membuka kembali sumber-sumber pengetahuan yg mengkaji Bung Karno. salah satu karya penting adalah buku "80 Tahun Bung Karno".  Sartono Kartodirjo Guru Utama sejarawan Indonesia, dalam kata pengantar menuliskan bahwa, fokus perhatian utamanya pada aspek idesional kebudayaan politik seperti yang di hayati Bung Karno. Penulisan nya mencakup tiga dimensi waktu, sehingga dipertanyakan relevansi ide Bung Karno kini (1980) dan masa depan.    

“Beraneka ragam visi dari para penulis dari pelbagai optik 1980-an Pelbagai optik 1980-an menunjukkan kemampuan distansiasi dari objek tinjauannya serta mengobyekvikasikan hubungan penulis dengan Bung Karno. 

Walaupun beliau menilai beraneka ragam visi atau titik pendirian partisan aliran politik, ideologi, status sosial, budayawan, profesi dan lain sebagainya, kesemuanya kecenderungan berpikir spekulatif dan diskursif, sedang kurang bercirikan empiris analitis nya. Akan tetapi, tidak mengurangi makna karangan-karangan itu, bahkan pandangan secara fenomenologis struktur pikiran dan kesadaran yang melatarbelakangi tidak hanya merefleksikan subjektivitasnya tetapi juga “jiwa zamannya” (Zeitgeist).

Dengan pendekatan kontekstual beliau menyatakan tiga fakta sebagai berikut pertama Sejarah intelektual tahun 1980-an menggambarakan sifat pluralistis masyarakat kita, juga dalam alam pikiran; kedua penggambaran tokoh Bung Karno akhirnya lebih mencerminkan keanekaragaman visi perspektif dan pelbagai subyektivitasnya lainnya. Suatu analisis lebih lanjut dapat menghasilkan tingkat obyektivitas atau intersubyektivitas lebih tinggi mengenai tokoh Bung Karno; dan ketiga Adanya beraneka ragam pandangan dan tafsiran yang berdampingan dalam buku ini membuktikan semangat keterbukaan yang memungkinkan dialog lebih lanjut.

Apresiasi yg dalam bagi kita saat ini, diwariskan tradisi intelektual yg sangat baik dari generasi-generasi sebelumnya. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Kerja-kerja intelktual seperti ini, penting untuk dihidupkan kembali. Sebab memikirkan kembali Ajaran Bung Karno  ditengah tantangan zaman saat ini perlu dilakukan. seperti juga apa yg dicontohkan Bung Karno, tradisi baca, tulis, dan orasi sebagai penggemblengan ide, konsep pergerakan bersama massa rakyat untuk kemerdekaan yg sejati.

Jumat di ujung Ramadhan 1444 H 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun