Mohon tunggu...
A A Kunto A
A A Kunto A Mohon Tunggu... Penulis - CoachWriter | CopyWriter

AA Kunto A | Penulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Agar Dibaca, Ini 5 Tahap Mengorganisasikan Ide Menulismu

21 Maret 2017   07:28 Diperbarui: 21 Maret 2017   08:24 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rahasia tulisan ada pada pikiran. Pikiran siapa? Pikiran penulis dan pembacanya. Bagaimana penjelasannya?

Sebelum tulisan dituangkan, ia telah terlebih dulu melampaui proses panjang. Sespontan apa pun suatu tulisan dihasilkan, tak sespontan itu ia dihasilkan. Baik di sisi penulis maupun pembaca, tulisan yang spontan dihasilkan dan pesan yang spontan dibaca telah melalui proses yang panjang, berlapis, dan kompleks.

Kita liat dari sisi penulisnya. Sebelum penulis berhasil memulai dan menyelesaikan tulisan, ia telah melampaui tahap-tahap ini:

Pertama, pencarian ide

Pertanyaan yang lazim berkecamuk di benak orang yang mau menulis adalah, “Mau menulis apa ya?” Saat pertanyaan itu diajukan, pikirannya bekerja mencari. Ia akan menjelajah ingatan secara inderawi: apa yang pernah dan sedang dilihat, apa yang pernah dan sedang didengar, apa yang pernah dan sedang dirasakan, apa yang pernah dan sedang dikerjakan, dan apa yang pernah dan sedang dipikirkan. Inderawinya menuntun penjelajahan ke dimensi masa lalu dan kini.

Untuk menambah jangkauan jelajah, pikiran juga menuntun untuk mencari ke bilik pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ia akan membuka perpustakaan di benaknya: apa yang sudah ia ketahui, apa yang sudah ia pahami, apa yang ia ahli. Ia pun akan membuka rekam jejak dirinya: apa yang sudah menjadi keahliannya. Ia pun menengok kembali garis tebal di syaraf-syarafnya: mana yang masih ia lakukan secara hafalan, mana yang sudah menjadi kebiasaan, dan mana yang sudah otomatis.

Kedua, penemuan ide

Penjelajahan panjang di pikiran itu sampai kepada pilihan. Awalnya masih terpajang banyak pilihan ide. Saking banyaknya, banyak orang urung menulis. Merasa terlalu banyak ide, tak tahu bagaimana memilihnya. Selain itu, ide yang pertama-tama ditemukan acapkali masih samar-samar, alias belum jelas wujud, ukuran, dan warnanya. Masih abstrak. Saat kita bersorak, “Nah, aku ada ide,” sejatinya kegembiraan itu masih di awang-awang. Pikiran kita masih memrosesnya sampai benar-benar jelas wujudnya.

Ketiga, penakaran ide

Besar-kecil, berat-ringan, dan berbobot-entengnya ide belum terukur pada mulanya. Saat spontan mencuat, ide masih terasa enteng, menyenangkan, dan bakal mudah diwujudkan. Efek “wow” hanya membawa pikiran kita kepada optimisme bahwa secara imajinatif ide itu sederhana. Nyatanya apakah sesederhana itu?

Maka, pada fase ini, pikiran kita mulai menakar ide tersebut. Pikiran akan menimbang-nimbang apakah untuk menulis artikel ide tersebut sudah cukup ringan, apakah untuk menulis buku ide tersebut cukup padat untuk diuraikan... Acap terjadi, mau menulis buku ide yang muncul hanya cukup untuk menulis artikel. Atau sebaliknya, mau menulis artikel namun muatan idenya terlalu kompleks seperti mau menulis buku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun