Di indahnya senja ku duduk santai di pojok taman salah satu kampus di kota. Ada warga yang mulai jalan-jalan menggunakan motor dan mobilnya, ada juga yang pulang kerja begitu lesunya raut wajahnya. Suara masjid kala itu sudah berbunyi ku tetap memandang indah sang surya yang berwarna jingga.
Para mahasiswa dituntut untuk berfikir kritis untuk menanggapi sesuatu, entah itu pelajaran, kondisi ataupun tindakan. Tapi kenapa ketika kita berfikir kritis malah di jabtis bodoh, pemikiran yang salah, dan tak bermoral.
Dalam buku ilmu pengetahuan kata kritis adalah suatu tindakan yang tidak mudah percaya atau bertindak untuk mencari kejelasan dari kebenaran yang orang lain katakan sesuai dengan dasar-dasar tertentu.
Tapi kenapa ketika mahasiswa bertindak kritis malah di jabtis? Sehingga membuat mahasiswa-mahasiswa yang kritis terlihat seperti anarkis.
Berfikir kritis yang bagaimana sih konsep yang kalian inginkan. Cuma berfiki oh ini salah, oh ini benar tanpa adanya tindakan? Lantas buat apa sebutan agen off cange? Jika suatu kekritisan tidak di implementasikan.
Apakah kritis dalam konsep kalian itu berbeda? Atau kita cuma di suruh kritis di mata kuliah? Jika benar, lantas kenapa ada perkataan harus berwawasan gelobal jika menjadi orang yang berpendidikan?
Seperti awan mendung yang ada di atas langit. Hujan tak pasti akan turun. Di tuntut untuk berenang di lautan tapi tidak diberi tujuan. Tidak ada yang bisa menanggung masa depan seseorang. Yang ada hanya meruntuhkan mental anak mudah untuk mencapai masa depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H