Mohon tunggu...
JAKA PRADANA
JAKA PRADANA Mohon Tunggu... -

Seperti manusia pada umumnya. Kadang geje, narsis, lebay, so'-so'an. Kadang juga bijak, bersemangat. Kadang-kadang aja. Jangan berharap banyak :D Twitter : aajap visit : aajaka.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ahmadiyah, FPI, & JIL - Cikeusik & Twitter

7 Februari 2011   16:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:49 4388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_89473" align="aligncenter" width="620" caption="Twitter/Admin (Twitter)"][/caption]

Kawan, izinkan saya bercerita tenang sesuatu yang sebenarnya biasa-biasa saja dan mungkin tidak begitu penting. Entah, saya hanya ingin menceritakannya. Begini, dari dzuhur tadi timeline di twitter begitu ramai dengan tweet-tweetber-hastag #ahmadiyah, #fpi, dan #jil. Beritanya memang simpang siur. Tempo merilis bahwa jama’ah ahmadiyah dari luar daerah mendatangi rumah Parman, salah satu pimpinan jama’ah ahmadiyah yang rumahnya berada di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik. Jama’ah yang bukan merupakan warga setempat itu datang dengan menggunakan dua buah kendaraan beroda empat dan membawa berbagai senjata tajam.

Warga desa umbulan merasa tidak nyaman dengan keadaan itu, maka mereka meminta jama’ah ahmadiyah untuk membubarkan diri. Namun jama’ah menolak, bahkan menantang. Salah satu tantangan mereka adalah, “jama’ah akan bertahan sampai titik darah penghabisan”. Mereka juga bilang, “lebih baik mati dari pada harus membubarkan diri”. Tantangan ini tentunya memancing warga yang awalnya masih mau kompromi, meski merasa tak nyaman. Akhirnya warga secara massal mendatangi jama’ah. Namun ternyata jama’ah sudah siap menghadang dengan berbagai senjata tajam. Awal dari perkelahian ini adalah ketika Sarta, salah satu warga desa umbulan dibacok oleh anggota jama'ah ahmadiyah hingga lengan kanannya hampir putus. Lalu bentrokan pun tak terhindari lagi hingga memakan korban jiwa. Selain versi Tempo, ada juga versi timeline orang-orang yang disebut-sebut sebagai penganut Jaringan Islam Liberal yang biasa disingkat JIL, seperti @syukronamin, @GunturRomli, dan @ulil. Mereka seolah mempropaganda bahwa yang melakukan penyerangan adalah Front Pembela Islam atau yang juga dikenal dengan singkatan FPI. Padahal menurut Mubarik Ahmad (@mubarik63) yangnotabene-nya Humas PB Ahmadiyah, FPI itu tidak ada di daerah Banten, baik itu di Serang, Cilegon, Cikeusik, dan sekitarnya. Tentunya argumen bahwa penyerang ahmadiyah itu FPI semakin terbantahkan, bahkan keluar dari tweet seorang humas ahmadiyah sendiri. Ya, apapun alasannya dan siapapun pelakunya, setiap tindak kejahatan termasuk pembunuhan, pemitnahan, pengancaman tentu harus ditindak tegas. Saya mendukung agar setiap pelaku kejahatan khususnya dalam kasus ini diadili dengan fair dan seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Apakah itu FPI, warga Cikeusik, jama’ah ahmadiyah yang selalu didukung jil itu, atau mungkin JIL dan siapapun itu. Siapapun dia harus dihukum bila terbukti bersalah. Semoga hukum dapat dijunjung tinggi dan keadilan dapat tegak di negeri ini. Di sela-sela hiruk-pikuk timeline twitter tersebut, adzan ashar terdengar. Saya pun mengingatkan khalayak tweeps untuk menunaikan shalat ashar. Begini bunyitweet saya : “eh, Ashar! ayo sholat :) cc: @syukronamin @sukroanonim @ssirah @ulil @gunturromli | Menurut kalian shalat masih wajib, kan?  ;))“. Memang agak nyeleneh. Maksud saya hanyalah untuk mengingatkan, karena aliran timeline yang begitu deras sangat berpeluang untuk melenakan dan membuat kita lupa waktu. Namun apa yang terjadi? @GunturRomli malah membalas tweet-ku dengan nada yang saya tak mau menginterpretasikannya. Saya khawatir penafsiran saya nantinya malah menjebak saya dalam statement yang blunder. Begini jawaban @GunturRomli tersebut : “Ngajak sholat stlah buruh orang?”. Sepertinya ia mengetik dengan begitu cepatnya hingga ada kesalahan. Kalau boleh menebak, mungkin teks yang ingin Ia ketik adalah seperti ini : “Ngajak sholat setelah bunuh orang?”. Saya tentu tersentak. Dan karena tak tega menafsirkan balasan tersebut, saya (@aajap) hanya bertanya pada @GunturRomli, dengan teks seperti ini : “Maaf. Saya yang mengajak shalat. Maksudnya yang mengajak shalat setelah membunuh, apa?RT @GunturRomli: Ngaja… (cont) http://deck.ly/~efI8X Lama saya menunggu, balasan belum juga tiba. Akhirya sekitar satu jam lebih setelah pertanyaan tersebut saya ajukan pada @GunturRomli, saya pancing dengan pertanyaan yang harapannya dapat membuat ia segera membalas. Seperti ini, pancingan saya : “@gunturromli koq ga mau jawab? Siapa yang ngajak shalat setelah bunuh orang? Atau ga bisa tanggung jawab ma tweet sendiri ya? ;))“. Tweet seperti ini seharusnya membuat ia malu dan merasa harus membuktikan bahwa ia tak asal ucap dan bisa mempertanggung-jawabkan tweet-nya. Namun ternyata tidak. Semoga ini bukan berarti ia tak tahu malu. :D Akhirnya saya tutup perbincangan tersebut dengan sebuah pertanyaan retoris :“@gunturromli masih ga mau jawab, siapa yang ngajak shalat setelah bunuh orang? Bisa tanggung jawab ma isi tweet sendiri ga sih, dia itu? ;))“. Yang tentunya tidak juga ia gubris. Beberapa saat setelah itu, saya coba untuk membuka page-nya @GunturRomli. Ternyata  akun saya (@aajap) sudah diblokir oleh beliau. Hmmm… Ternyata seperti ini mental orang-orang yang katanya #jil itu. Suka mencela pemblokiran, padahal mereka juga doyan nge-block. Suka mengolok-olok ulama dengan dalih mengkritik, tapi ketika ditanya tentang statement-nya sendiri, seperti itusikapnya. Hal serupa juga dilakukan @ulil ketika saya memprotes statement @ulil yang mengatakan bahwa kitab tradisi Islam itu porno. Semoga hal yang dilakukan @GunturRomli dan @ulil tersebut bukan dikarenakan pengaruh buruknya masa kecil mereka. Pelajaran yang paling berharga dari kejadian ini adalah, berpikirlah sebelum men-tweet, pastikan apa yang kau tweet dapat kau pertanggung-jawabkan. Jangan asal bunyi alias asbun seperti pekicau-pekicau di sekitar kita yang tak perlu saya sebutkan lagi identitasnya. Yang pasti saya bersyukur karena saya bukan bagian dari FPI, dan jauh lebih bersyukur lagi karena saya juga bukan bagian dari JIL ataupun Ahmadiyah. Sekian, Wallahu’alam. 

:)
:)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun