Hari ini, Sabtu 30 Maret 2019, hujan turun sajak dini hari hingga mendekati jam masuk kantor. Seluruh jalan raya yang penulis lalui basah, tidak terkecuali pekarangan sekolah tempat penulis mengabdi, yaitu TK Islam PB Soedirman. Termaasuk lantai pinggir-pinggir aula sekolah pun ikut basah. Keadaan tersebut menjadikan udara pagi terasa sangat sejuk.
Pada suasana sejuk tersebut, peserta didik TK B dan orang tua mereka telah hadir di sekolah. Mereka akan mengikuti kegiatan lomba. Untuk lomba pada hari ini, kelompok TK B terbagi menjadi dua. Ada yang mengikuti lomba Marching Band, di Cibubur. Ada yang mengikuti lomba Porseni dan Loketa di Keong Mas Taman Mini Indonesia Indah.
Karena ada dua kegiatan, maka guru TK Islam PB Soedirman yang berjumlah 18 orang dibagi menjadi dua. Ada yang mendampingi ke Cibubur dan ada yang mendampingi ke Keong Mas. Penulis sendiri terpilih mendampingi ke Keong Mas.
Di Keong Mas, Anak-anak TK B yang terpilih ada yang mengikuti lomba Sholat, menyanyi, dan lomba senam. Dan penulis mendampingi lomba Sholat.
Suasana masih sedikit mendung dan rintik-rintik hujan, kelompok TK B yang mengikuti lomba Porseni dan Loketa di Keong Mas menuju kendaraan yang telah dipersiapkan. Maka, pada jam 07.20 Waktu Jam Tangan Penulis, rombongan bergerak menuju Keong Mas Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Tidak sampai Lima Belas menit kendaraan kami telah memasuki TMII, dan saat mendekati Keong Mas kendaraan sudah tidak bisa melaju lagi karena harus mengantri seperti macet di jalan tol. Karena itu, rombongan memilih melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki agar tidak terlambat sampai di lokasi lomba yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia Jakarta Timur itu.
Setiba di Keong Mas, kesejukan udara sudah tidak dapat lagi dirasakan Karena area lomba penuh dengan orang baik anak-anak maupun dewasa, oleh yang mendampingi anak-anak, maupun oleh pedagang yang menjajakan dagangannya yang menarik perhatian anak-anak dan orang dewasa. Ditambah lagi sinar matahari telah menyinari lokasi yang dibangun pada Tahun 1984 tersebut. Karena banyaknya orang yang berdesakan, dan sinar matahari yang menyengat, maka sempurnalah hilangnya udara sejuk yang dirasakan sebelumnya.
Jam tangan penulis menujukkan, jam delapan lewat sedikit, rombongan telah tiba di lokasi lombanya masing-masing. Lomba Sholat di Mushola, lomba menyanyi digedung dekat Mushola, adapun lomba senam di lapangan dekat kantor. Â Area luar Mushola, tempat lomba sholat dan azan telah penuh oleh peserta lomba, orang tua, dan guru yang mendampinginya.
Kegiatan lomba ini bukanlah untuk mencari sang juara seperti seleksi lomba-lomba yang diikuti oleh orang dewasa pada umumnya. Lomba tingkat Kota Jakarta Timur ini bertujuan sesuai dengan tahapan perkembangan anak usia dini, dalam hal ini anak TK. Yaitu menstimulus aspek perkembangan anak, yang secara umum ada enam aspek perkembangan. Perkembangan nilai-nilai Agama dan moral, Bahasa, Seni, Kognitif, Fisik Motorik, dan Sosial Emosional.
Untuk kegiatan lomba kali ini sangat terasa sekali pelajaran yang dapat diambil. Bukan hanya oleh anak. Orang dewasa pun ikut mendapatkan pelajaran dari kegiatan tahunan ini. Orang dewasa nya, tentu guru dan orang tua yang ikut mendampingi, bahkan anak remaja yang ikut mendampingi adiknya lomba turut mendapatkan pelajaran.
Pelajaran utama yang penulis rasakan dari kegiatan lomba ini adalah  pelajaran yang terkait aspek perkembangan Sosial Emosional, dalam hal "Sabar". Sabar menunggu acara dimulai, sabar menghadapi suasana yang tidak sejuk, sabar untuk tampil sesuai nomor urut yang diperoleh dan "sabar' merasakan lelahnya menunggu.
Pelajaran "Sabar" tersebut bukan hanya untuk anak, orang dewasapun ikut belajar. Terutama penulis sendiri. Pelajaran kesabaran itu begitu terasa, karena semua peserta dan pendampingnya telah memenuhi lokasi lomba dari jam delapan, bahkan ada yang datang dari sebelum jam tujuh pagi, namun sudah jam 10.00 acara belum juga dimulai. Bahkan satu panitia pun tidak ada di lokasi lomba.
Terlihat anak-anak, orang tua, dan guru yang telah bercucuran keringat mulai gelisah. Semua menggerakkan benda ditangannya sebagai kipas peredam panas untuk anak-anak mereka. Ada balita yang menangis, ada anak yang minta pulang, dan ada orang tua yang "menggerutu" mempertanyakan kepastian waktu dimulainya lomba. Dan akhirnya sebagian ada yang mengajak untuk komplen ke panitia yang sedang berkumpul di tenda tempat acara pembukaan.
Ingin rasanya penulis mengiyakan ajakan tersebut. Tetapi penulis memilih tidak ikut. Meski hati sedikit gusar, penulis memilih untuk bersabar agar pelajaran "Sabar" benar-benar meresap ke hati anak-anak kelompok B TK Islam PB Soedirman yang penulis dampingi. Kata Ki Hajar Dewantara, pendidik itu harus "Ing Ngarsa Sung Tulada" (didepan peserta didik, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh yang baik).
Menyoraki panitia dan juri yang baru hadir ke lokasi lomba pada jam sepuluh lewat dihadapan anak-anak tentu bukanlah teladan yang di maksud Ki Hajar Dewantara. Mereka "tidak disiplin" memang bukan juga teladan yang di ingini Bapak Pendidikan kita itu..
Ketidak baikan tidak patut dibalas juga dengan ketidak baikan. Apalagi dilakukannya di hadapan anak-anak. Di sinilah pelajaran "Sabar' bersama di Keong Mas, sejatinya, dapat kita ambil dan berikan untuk anak-anak peserta lomba.
Dan semoga tahun depan kegiatan ini tetap ada dan tetap memberikan pelajaran yang berharga untuk anak-anak kita. Jika tahun ini belajar maksimal tentang "Sabar", yang merupakan aspek perkembangan sosial emosional. Semoga tahun berikutnya, anak-anak dapat belajar maksimal tentang aspek perkembangan yang lainnya. Terutama aspek keterampilan yang dibutuhkan pada era revolusi industri 4.0.
Aa Fajar
(Guru TK Islam PB Soedirman, Cijantung Jakarta Timur)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H