Karena alasan "kasihan" mereka tanpa sadar telah mengarahkan anak -- anak nya menuju lembah kedurhakaan. Â Semua keinginan sang anak dipenuhi nya. Bahkan sesuatu yang tidak dibutuhkan anak, diadakan untuk mereka. Â Jadilah mereka seorang anak yang tumbuh seperti seekor burung merpati yang sayapnya lama terikat, sehingga setelah ikatannya dilepas ia tidak dapat terbang jauh untuk mencari makananya sendiri.
Karena seringnya diberi, dilayani, dimudah kan segala kebutuhannya. Maka kelak, ketika mereka dewasa, sikap mereka masih seperti seorang anak. Memilih sekolah, tergantung orang tua. Memilih jurusan saat kuliah, sesuai permintaan orang tua. Memilih pasangan hidup pun, tergantung pilihan orang tua. Mempunyai anak, pun tergantung pada orang tua nya.
Semua itu terjadi, karena kedurhakaan orang tua berupa bentuk salah memberikan pendidikan kepada anak. Mereka menggunakan metode  "memanja"  dalam mendidik anak - anak mereka. Alasan kasihan dan sayang lah yang melatari peggunaan metode tersebut.
Jika hasil nya adalah anak seperti burung merpati, ini masih sedikit keparahan nya. Namun, jika hasilnya adalah perampok, penipu orang tua, ini yang berbahaya. Inilah orang tua yang dimaksud oleh Ibnu Qoyyim :
"Betapa banyak orang yang mencelakakan anaknya di dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan pendidikan adab kepada mereka. Orang tua justru membantu si anak menuruti semua keinginan syahwatnya. Ia menyangka bahwa  dengan berbuat demikian berarti dia telah memuliakan si anak, padahal sejatinya dia telah menghinakannya. Bahkan, dia berangg apan, ia telah memberikan kasih sayang kepada anak dengan berbuat demikian. Akhirnya, ia pun tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan anaknya. Si anak justru membuat orang tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat. Apabila engkau meneliti kerusakan yang terjadi pada anak, engkau akan dapati bahwa keumumannya bersumber dari orang tua". (Tuhfatul Maudud hal 351)
Beliau juga mengatakan :
"Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orang tua dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah - sunnah nya. Orang tua telah menyia - nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak tidak bisa memberi manfaat  untuk dirinya sendiri dan orang tua nya ketika sudah lanjut usia. Ketika sebagian orang tua mencela anak karena kedurhakaannya, si anak menjawab "wahai ayah, engkau dahulu telah durhaka kepadaku saatku kecil, maka sekarang aku mendurhakaimu ketika engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia - nyiakanku sebagai anak, maka aku pun sekarang menyia - nyiakanmu ketika engkau telah berusia lanjut". (Tuhfatul Maudud hal 337)
Ada kisah nyata yang viral  pada bulan Mei Tahun ini. Diberitakan pada Kompas.com (Sabtu, 19 Mei 2018) seorang anak remaja usia 16  Tahun di Ponorogo Jawa Timur membakar rumah orang tua nya gara - gara tidak segera dibelikan HP oleh ayahnya, Sebelum nya, Agung juga pernah berurusan dengan pihak kepolisian karena mengancam akan membunuh orang tuanya kalau tidak dibelikan sepeda motor.
Setelah selesai berurusan dengan polisi, ayah nya membelikan sepeda motor. Namun, untuk HP agung tidak bersabar hingga akhirnya membakar rumah orang tuanya.
Banyak peristiwa sejenis yang terjadi. Ada yang minta motor, ada yang minta uang, ada yang memperkarakan orang tua nya ke meja hijau karena harta. Ada yang seumur hidup orang tua nya bergantung hidup kepada orang tua nya meski sudah memiliki keluarga sendiri.
Benarlah perkataan ibnu qoyyim  tersebut. Anak durhaka karena kedurhakaan orang tua terlebih dahulu kepada anak nya, berupa pemberian metode memanjakan dalam mendidik anak. Memberi HP pada anak saat usia dini, memenuhi semua keinginannya, memanjakan nya,  bukanlah cara memuliakan anak, bukan cara tepat menyayangi anak.  Melainkan kedurhakaan kepada anak dan berpeluang menjadikan anak durhaka kepada orang tua nya.