Mohon tunggu...
Alexander Adrian
Alexander Adrian Mohon Tunggu... wiraswasta -

A'le | Adrian | Polar Bear\r\nex-Auditor hobi makan yang sekarang jadi Pemasaran\r\n@aleadr

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

#BukanAhliFengShui 1: Tidak Boleh Ada Pohon Pepaya di Depan Rumah

22 Januari 2015   16:33 Diperbarui: 4 April 2017   16:52 16248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pohon pepaya umum ditemukan di kebun. Bisa karena memang sudah ada di sana sebelum kita tinggal, bisa juga karena kita sengaja menanam. Namun nasehat klasik mengatakan tidak boleh ada pohon pepaya di depan rumah atau kantor.


Apa yang dikhawatirkan
Keberadaan pohon pepaya sering dikaitkan dengan situasi sepi [http://goo.gl/ifhchZ]. Bisa dibayangkan rumah atau toko menjadi sepi.
Apa yang sebenarnya terjadi
Sebenarnya cukup mudah dipahami dan cukup praktikal, sebagai berikut:
1. Buah Pepaya
Buah Pepaya mengundang hewan datang ke rumah. Hewan yang memakan Pepaya yang umum hidup di alam bebas antara lain Burung dan Kelelawar [http://goo.gl/lzkF7z]. Burung seringkali meninggalkan kotoran di depan rumah. Kelelawar, selain menyeramkan dan mengganggu di malam hari, membawa penyakit Rabies [http://goo.gl/J0FKUn]. Terakhir, Kelelawar dipercaya membawa penyakit Ebola [http://goo.gl/IZgiKT].
Saya rasa sudah mulai kelihatan di mana letak suasana sepi. Wajar tidak ada yang mau bertamu kalau ada banyak kotoran burung di depan rumah atau orang di dalam rumah ada terserang Rabies. Namun, itu hanya terjadi di masa lalu saat populasi Burung dan Kelelawar masih dalam jumlah besar. Dulu waktu saya tinggal di daerah juga menjumpai Pepaya bolong menggantung di pohonnya. Saat ini, sudah menjadi kota besar dan tidak pernah lagi terlihat.
Dalam konteks lain, Pepaya Jantan [http://goo.gl/4m4y6O] tidak berbuah- percuma tanam Pepaya, bukan?
2. Batang Pohon
Sebenarnya lebih ke semua batang pohon, termasuk Pepaya. Di Jakarta tidak ada pohon sehingga reklame, pamflet, kampanye, dan sebagainya, dikawat pada tiang telepon atau listrik. Di daerah masih banyak dipaku di pohon. Dalam konteks "depan rumah", apalagi menghadap ke jalan, apalagi jalanan besar, apalagi penghubung antar daerah, sudah pasti menjadi spot yang sangat strategis. Di depan rumah saya ada Pohon Asem. Tidak pernah lolos dari paku pamflet. Bahkan pernah dipasang Baliho dan Banner. Khusus pembahasan ini, referensi saya pengalaman dan pengamatan dan sepertinya konteksnya lebih sempit; hanya terjadi di Indonesia. Sekali lagi, sepertinya.
3. Daun dan Bunga
Daun dan Bunga Pepaya bisa dimakan. Risiko dicuri. Dalam konteks zaman sekarang, penggemarnya sudah berkurang, dan, sebenarnya, orang juga pilih-pilih daun dan bunga dari Pepaya di mana yang dianggap bersih yang akan dikonsumsi. Daun kering jatuh - risiko umum (kotor).
4. Akar
Tidak berpengaruh signifikan, kecuali ditanamnya di depan jalan masuk rumah - tidak mungkin. Ada klaim mengatakan akar Pepaya merusak fondasi rumah, namun, Pepaya memiliki akar yang lunak dan dangkal [http://goo.gl/4m4y6O].
5. Hidup dan Mati Pohon
Tidak berpengaruh signifikan, kecuali mengganggu. Jika mati harus ditebang. Risiko umum.
Apa yang bisa disimpulkan.

Kondisi bermasalah lebih ke alasan praktis dan logis. Tingal disesuaikan seja sesuai keadaan. Sebenarnya bermasalah pun karena Pepaya bermanfaat (buahnya).
#BukanAhliFengShui
Feng Shui itu menarik. Saya melihat Feng Shui sebagai science klasik. Pengetahuan ini diwariskan (inherit) demi keharmonisan. Penyampaiannya sederhana dan efektif, yaitu dalam bentuk pamali dan nasehat sehingga mudah dimengerti dan dijalankan. Kontras dengan masa sekarang di mana orang butuh statistik, grafik, penelitian dsb. sehingga orang bisa percaya. Wajar karena teknologi sudah mendukung, namun, orang tidak dapat menangkap semua pesan. Sebagai science maka ada garis tegas dengan kepercayaan. Jika saya tanya Anda, berapa nilai "phi"? Jika Anda tidak tahu bukan berarti "phi" ini benda klenik, bukan? Saya terkadang menyesalkan, dalam konteks science, pembahasan topik Feng Shui terburu-buru muncul justifikasi 'mitos', 'musyrik' atau 'klenik'. Saya sendiri bukan ahli Feng Shui dan hanya membaca buku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun