Mohon tunggu...
Meilinda Pitaria
Meilinda Pitaria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Hobi Memotret, Editor Video/Foto

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Stunting di Indonesia

28 Oktober 2023   20:20 Diperbarui: 28 Oktober 2023   20:27 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia sering kita jumpai permasalahan gizi mulai dari masalah gizi yang ringan, cukup berat, hingga sangat berat atau dapat dikategorikan permasalahan gizi yang parah. WHO (World Health Organization) mengklasifikasikan masalah gizi pada anak menjadi beberapa masalah, mulai dari anak dengan berat badan yang kurang, pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat atau stunting, serta gizi buruk atau wasting.

Stunting atau gagal tumbuh kembang ini merupakan masalah gizi serius yang mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. WHO mendefinisikan stunting sebagai suatu kondisi dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lambat akibat kekurangan nutrisi dalam jangka panjang, penyakit menular yang berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak – anak yang mengalami stunting pada usia dini mungkin juga mengalami hambatan pertumbuhan pada otak. Rantai kejadian stunting dapat dimulai dari remaja, ibu hamil, ibu menyusui, masa pemberian MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu), serta dengan gaya hidup sehari – hari terutama pada 1000 (HPK) Hari Awal Kehidupan pada anak. 1000 hari pertama dimulai sejak anak dilahirkan hingga berumur 2 tahun atau 24 bulan. Permasalahan yang muncul pada saat anak tepat berusia 2 tahun merupakan masa kritis terjadinya gangguan tumbuh kembang, termasuk perawakan pendek atau biasa disebut dengan keterlambatan perkembangan (kerdil). Ukuran tubuh yang kecil ini dijadikan sebagai indikator dampak jangka panjang dari stunting. Oleh karena itu, pada bayi baru lahir pun dapat dideteksi sejak dini dengan mengukur panjang badan saat lahir. Sedangkan, untuk kemampuan kognitif biasanya baru diketahui sang ibu ketika anak mencapai usia prasekolah. Dengan mendeteksi stunting, dampak stunting dapat dicegah dengan lebih efektif.

Kekurangan gizi yang terjadi pada masa tumbuh kembang anak sejak dini akan menghambat perkembangan fisik, meningkatnya penyakit, menghambat perkembangan mental, bahkan dapat berujung pada kematian. Balita yang mengalami permasalahan gizi akibat keterlambatan tumbuh kembang beresiko mengalami penurunan kemampuan intelektual, produktivitas kerja, dan beresiko terkena penyakit degeneratif di kemudian hari. Permasalahan stunting dipengaruhi oleh akses terhadap pangan yang rendah kualitas gizinya, sering kali tidak beragam dan tidak mencakup dalam makanan 4 sehat 5 sempurna.

Memerangi stunting telah menjadi prioritas secara global dan termasuk di Indonesia. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 – 2024, penurunan angka stunting pada anak di bawah 5 tahun menjadi salah satu proyek besar dengan target sebesar 14,00% pada tahun 2024. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan upaya dari pemerintah dan lembaga dari berbagai pihak. Meski angka tersebut mengalami penurunan yang signifikan dibanding angka stunting menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yaitu sebesar 30,80% (Kementerian Kesehatan, 2021), Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 masih menunjukkan bahwa angka kejadian stunting pada Balita di Indonesia sebesar 24,41%. Untuk mencapai target stunting pada tahun 2024, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Perpres tersebut menjelaskan bahwa percepatan penurunan angka stunting di Indonesia dilakukan secara komprehensif, terpadu dan berkualitas melalui koordinasi antar pihak.

Untuk mengurangi stunting, Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan program terkait masalah ini. Komitmen dan inisiatif Pemerintah dalam rangka pencegahan stunting diawali dengan keikutsertaan Indonesia dalam Gerakan Global Scaling Up Nutrition (SUN) pada tahun 2011. Hal ini ditandai dengan Menteri Kesehatan mengirimkan surat tentang keikutsertaan Indonesia kepada Menteri Kesehatan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) yang diluncurkan pada tahun 2010, ini adalah gerakan baru yang bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk malnutrisi. Prinsip dasar dari adanya gerakan ini adalah setiap warga negara mempunyai hak untuk mengakses pangan yang cukup dan bergizi.

Bersamaan dengan inisiatif Percepatan Pencegahan Stunting (PPS), pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Gizi (Gernas PPG) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam bentuk 1.000 HPK (hari awal kehidupan) yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan khususnya ibu dan anak, pengendalian kesehatan dan penyakit, dengan berbagai pendekatan program dan kegiatan. Gernas PPG dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK). Sebagai bagian dari Gernas PPG, pemerintah juga telah menerbitkan kerangka kebijakan dan pedoman perencanaan dan penganggaran Gernas 1.000 HPK. Tujuan lain dari program ini adalah prevalensi kekurangan energi kronis pada ibu hamil, persentase kabupaten atau kota yang melaksanakan pemantauan gizi, persentase Puskesmas yang mampu menangani gizi buruk pada balita, proporsi anak dibawah 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif, dan persentase balita yang mendapat suplemen mikronutrien.

Selain itu, untuk membantu mempercepat perbaikan gizi, khususnya pengurangan stunting, pemerintah juga melanjutkan inisiatif terpadu untuk mempercepat pengurangan stunting sebagai bagian dari upaya pemerintah yang lebih luas dalam memerangi kemiskinan. Hal ini bertujuan untuk memperkuat dukungan kebijakan dan kepemimpinan di bidang gizi di semua tingkatan, serta koordinasi dan konvergensi antar sektor yang berbeda. Departemen Umum Gizi Masyarakat sebagai unit teknis Kementerian Kesehatan mempunyai tanggung jawab untuk menyusun program gizi umum dan teknis yang terkait dengan intervensi gizi khusus. Program gizi yang dilaksanakan selama 5 tahun terakhir meliputi kegiatan yang terbukti efektif dalam meningkatkan gizi masyarakat khususnya dalam mencegah stunting, yaitu : pemberian obat penambah darah kepada remaja putri dan ibu hamil, memberikan makanan tambahan pada ibu hamil, menganjurkan atau mempromosikan pemberian makanan pada bayi dan anak (IMD, ASI Ekslusif, MPASI dan ASI sampai usia 2 tahun atau lebih), pemberian vitamin A untuk bayi dan anak kecil, pemantauan tumbuh kembang anak, pemberian makanan tambahan anak yang mengalami gizi buruk, serta pelayanan terpadu anak dengan gizi buruk.

Menyusul dari temuan Kementerian Kesehatan dan Bank Dunia dan untuk melaksanakan komitmen kuat Presiden dan Wakil Presiden, telah diluncurkan strategi nasional untuk mendorong pencegahan stunting yang disusun sebagai pedoman untuk mendorong kolaborasi antar lembaga guna memastikan konvergensi seluruh program atau kegiatan terkait stunting di Indonesia. Strategi nasional percepatan pencegahan stunting ini untuk mendorong pencegahan stunting disusun melalui proses pengkajian dan diagnosis stunting, termasuk identifikasi kegiatan prioritas. Tujuannya adalah untuk memastikan seluruh sumber daya diarahkan dan dialokasikan untuk mendukung dan mendanai kegiatan utama, khususnya peningkatan cakupan dan kualitas layanan gizi bagi ibu hamil dan anak usia 0 – 23 bulan atau 1.000 HPK.

Pencegahan stunting berfokus pada mengatasi penyebab masalah gizi, khususnya faktor – faktor yang terkait dengan ketahanan pangan, termasuk akses terhadap makanan bergizi, dan lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makan pada bayi dan anak yang mengalami stunting, akses terhadap layanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan terhadap stunting, serta kesehatan lingkungan termasuk ketersediaan air minum dan fasilitas sanitasi. Keempat faktor tersebut mulai dari pola makanan, pola asuh pola kesehatan, dan pola lingkungan diharapkan dapat mencegah terjadinya kekurangan maupun kelebihan gizi. Strategi nasional untuk mendorong pencegahan stunting mencakup lima pilar, yaitu :

Pertama, komitmen kepemimpinan dan visi yang bertujuan untuk memastikan bahwa pencegahan stunting menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat di semua tingkatan. Menjaga dan melaksanakan komitmen serta visi Presiden dan Wakil Presiden untuk mempercepat pencegahan stunting dengan memimpin, mengoordinasikan dan memperkuat strategi dan kebijakan serta tujuan pencegahan stunting dan gizi buruk. Implementasinya dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perangkat desa, kelompok masyarakat bahkan rumah tangga.

Kedua, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku masyarakat dalam mencegah stunting. Hal ini mencakup advokasi berkelanjutan dengan para pengambil keputusan di berbagai tingkat pemerintahan, kampanye nasional dan penjangkauan kepada pengelola program dengan menggunakan berbagai bentuk media dan kegiatan masyarakat, komunikasi interpersonal untuk mempercepat perubahan perilaku di tingkat rumah tangga dalam mendukung ibu hamil dan mengasuh anak usia 0 – 23 bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun