Sekolah mengajarkan geografi dan ruang-ruang melayang tanpa konteks, melepaskan diri dari aroma darah pada perang atau cinta pucuk padi dan perut manusia pada tanah leluhur tertaburi benih, sesekali disambangi lupa yang membelah hati jadi mendua pada langit dan bumi; pada surga dan jelaga di permukaan tanah liat.
Siswa-siswi memperhatikan dengan baik masa depan mereka yang sama gelapnya dengan sejarah sementara orang-orang tua turut senang sebab konon tak akan ada kepunahan dan kemerosotan hidup dari bangku para terdidik.
Pada manusia dewasa, semesta mulai memperkenalkan rindu yang tidak pernah ada pada kurikulum tetapi menjadi sangat akrab dan mengharuskan manusia kembali buka peta serta menghitung jarak antara tempatnya berdiri dengan tempat berlabuhnya rasa-rasa yang mustahil diidentifikasi tak seperti prakira cuaca atau detik timbul tenggelam matahari.
Sementara, usia senja adalah paham-paham yang datang setelah krisis dan penyesalan sesederhana mengabaikan liburan masa kecil saat hampar pohonan jati meranggas dengan kenangan mabuk darat dalam perjalanan antar kota tanpa ada lagi cita-cita luhur duduk lagi di bangku untuk mempelajari kebijaksanaan.
Ada jarak muai tidak terduga antara lima panca indera dengan nurani dalam dada yang menuntun ke tempat-tempat asing; ke situasi-situasi ambang batas tak terjamah pemetaan sebagai satu-satunya jalan kembali menuju rumah.
Persoalannya, rumah terus bertransformasi mulai dari tembok batu bata hingga pelukan lembut seseorang yang belum tentu dilazimkan oleh materi-materi di papan tulis meski seringkali banyak hal sejalan aturan tak begitu menyenangkan jika dibandingkan dengan petualangan zig-zag di antara norma-norma sosial.
Dalam memori ketika mendekati kematian, sekolah yang mengajarkan pembacaan peta dan pembatasan ranah-ranah yang mestinya bisa lebur akhirnya resmi dibubarkan karena kurang sesuai dengan keberadaan manusia yang paling asasi dalam mencari kebahagiaan.
Di dalam kegelapan, ada yang tumbuh berkecambah menembus tanah mengikuti arah matahari lalu disayang dan dipanen pada musim-musim tertentu; pada masa tahun ajaran baru ketika meja dan bangku mulai dipelitur ulang.
Cileunyi, 18/11/20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H