Mohon tunggu...
Muhammad Aqshadigrama
Muhammad Aqshadigrama Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang pembelajar yang haus rasa ingin tahu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar Sang Pengganti Juru Bicara RI 1

20 Desember 2021   18:22 Diperbarui: 20 Desember 2021   18:31 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini pemberitaan mengenai penggantian juru bicara (jubir) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi salah satu topik yang ramai diperbincangkan oleh publik. 

Sebenarnya, isu ini pertama kali muncul pasca beredarnya nama Fadjroel Rachman yang saat itu menjabat sebagai jubir Presiden, menjadi kandidat kuat dalam daftar calon Duta Besar (dubes) Republik Indonesia untuk negara sahabat dan organisasi internasional. 

Berita ini justru semakin menguat lagi, setelah Fadjroel ditetapkan secara pasti, terpilih sebagai dubes Kazakhstan merangkap Republik Tajikistan. Maka, hal ini pasti akan membuat kekosongan kursi jubir Presiden. Sederet nama pun akhirnya mulai bermunculan yang digadang-gadang sebagai pengganti posisi Fadjroel saat ini. 

Mulai dari Ali Mochtar Ngabalin, Moeldoko, bahkan sampai Praktikno sebagai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) atau Pramono Anung sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) yang banyak dinyatakan kalangan politisi sebagai sosok yang ideal dan pas menggantikan Fadjroel untuk mengisi kursi jubir Presiden.

Terlepas dari polemik perebutan posisi jubir Presiden, tentunya kita telah tahu dan sadar, bahwa penentuan jubir merupakan sepenuhnya hak prerogatif keputusan Presiden dalam memilih. Tetapi, setidaknya menjadi penting bagi Presiden agar berhati-hati dan teliti untuk mempertimbangkan memilih seorang calon jubir. 

Dalam proses pemilihannya, Presiden harus lebih memfokuskan untuk memperhatikan dari aspek kualitas seorang calon. Dibandingkan hanya melihat urusan ini, semata pemenuhan kepentingan politik untuk mengisi jabatan kepada para kader partai politik (parpol) yang menjadi koalisi pendukung Pemerintahan Jokowi.

Apabila posisi jubir dipandang demikian, gerakan ini justru akan memberikan kesan yang dapat dimaknai kepada publik bahwa pemerintah hanya menitikberatkan pada aspek kepentingan politik, yaitu sebatas "bagi-bagi jabatan" dan tidak memandang posisi jubir sebagai sesuatu yang urgen serta penting di dalam pemerintahan. 

Padahal, peran seorang jubir sangatlah vital sebagai jembatan penghubung komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat, yang di saat bersamaan itu akan membentuk citra publik terhadap suatu pemerintahan yang sedang berjalan. 

Artinya, seorang jubir sedapat mungkin harus menjadi representasi pemerintah yang sepenuhnya kepada publik. Sehingga jangan sampai setiap pernyataan yang disampaikan berbeda atau bahkan berlawanan dengan sikap pemerintah itu sendiri alias blunder.

Oleh sebab itu kualitas seorang jubir sangatlah penting untuk diperhatikan oleh Presiden sebagai penentu yang memilih sosok jubir. Umumnya terdapat kriteria tertentu untuk dapat dikatakan ideal sebagai seorang jubir. Yaitu, seperti memiliki kecakapan dalam berbicara (public speaking), mampu bertutur kata yang baik, dan berpenampilan rapih agar enak dipandang publik. 

Namun sejatinya, kriteria tersebut masih belum dapat dikatakan cukup untuk seorang jubir. Terdapat prinsip-prinsip yang sepatutnya dipegang, seorang jubir haruslah jujur dan transparan dalam setiap pernyataan komunikasi yang disampaikan.

Meski, posisi jubir sendiri merupakan bagian dari pemerintah, bukan berarti jubir hanya selalu menyampaikan informasi yang baik-baik saja. Melainkan, dalam situasi apapun jubir harus stand by untuk menjadi garda terdepan terhadap komunikasi kepada publik, termasuk ketika ada masalah yang sedang dihadapi negara sekalipun. 

Maka, dibutuhkan sosok jubir yang berpengetahuan komplet dan luas. Bagaimana cara seorang jubir sendiri mampu mengemas pernyataannya untuk membuat masyarakat bisa menaruh kepercayaan kepada pemerintah, bahkan mampu memberikan ketenangan kepada publik ketika tengah terjadi masalah genting dalam negara. Sehingga, berhasil untuk tetap menjaga citra pemerintahan yang baik pada publik. Sesungguhnya, di sinilah letak seninya menjadi seorang jubir.

Prinsip kejujuran, transparan, dan berpengatahuan luas inilah yang terkadang masih disepelekan dalam pemilihan jubir, yang bahkan tidak menjadi kriteria utama. Sementara itu, keterbukaan informasi pada publik merupakan syarat dari tegaknya sistem demokrasi yang diterapkan dalam negara ini. 

Sudah sepatutnya Presiden belajar dari setiap kesalahan yang terjadi semasa Fadjroel menjadi jubirnya. Kesalahan tersebut yang kemudian menjadi bahan evaluasi untuk dipertimbangkan Presiden sebagai syarat dalam memilih seorang jubir.

Kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi seringkali adanya perbedaan pernyataan yang disampaikan antara jubir Presiden dengan penjelasan di kementerian atau lembaga negara di tingkat pusat. Sehingga menyebabkan bertentangan yang menunjukkan tidak adanya satu suara padu dan terpusat di level pemerintahan. Akibatnya, komunikasi yang sasarannya disampaikan ke bawah di tingkat masyarakat menjadi bias dan tidak lengkap. 

Secara lebih jauh, kesalahan ini bisa berakibat fatal yang menyebabkan publik kerap meragukan kebijakan yang diterapkan oleh Presiden, sehingga menghilangkan kepercayaan pada pemerintah atau Presiden.

Maka, keadaan ini menutut seorang jubir harus selaras dan sejalan dengan pandangan pemerintah. Dengan demikian, Presiden memerlukan jubir yang memiliki background pengetahuan yang komprehensif terhadap kabinet, bahkan termasuk kebijakan dan pandangan dalam setiap lembaga negara pemerinta.  Sehingga bisa menerangkan latar belakang dan tujuan dari kebijakan itu sendiri. Terlebih di era pandemi dan disrupsi informasi di media massa saat ini.

Sebab, esensinya harapan publik tentu menginginkan seorang jubir yang bisa menerangkan kebijakan Presiden dengan clear dan transparan yang tidak bias serta multitafsir yang mengakibatkan kebingungan publik. Kejujuran itu penting agar masyarakat percaya pada sosok jubir atau bahkan pemerintah secara keseluruhan. 

Jangan sampai seorang jubir blunder dalam pernyataan dan komunikasi politiknya kepada publik, sebagaimana yang banyak terjadi selama ini. Pada hakikatnya, sudah sepatutnya kejujuran, transparan, dan berpengatahuan luas menjadi indikator pertama dan utama dalam merekrut yang akan mengisi kursi jubir Presiden. 

Prinsip-prinsip itulah merupakan cerminan dari seorang jubir yang berkualitas serta ideal. Sehingga, dasar dan tujuan kebijakan Presiden yang disampaikan dapat diserap dan dipahami dengan baik oleh publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun