Karena merasa puas dengan pekerjaan anak muda tersebut, aku memutuskan untuk menunda pembangunan dinding rumahku pada hari sabtu mendatang dengan meminta bantuan kepada anak muda tersebut. Pada hari sabtu, aku mencarinya lagi dan kudapati ia sedang membaca Al Quran sebagaimana biasanya. Aku mengucapkan salam kepadanya dan menanyakan apakah ia bersedia bekerja lagi di tempatku dengan syarat yang sama dengan hari sabtu yang lalu. Ia berangkat bersamaku dan mulai mengerjakan dinding rumahku lagi.
Aku masih merasa sangat penasaran dengan pekerjaan anak muda tersebut, bagaimana mungkin ia mampu mengerjakan sendiri sebuah pekerjaan yang biasa dilakukan oleh sepuluh orang pekerja. Maka, ketika ia mengerjakan pekerjaannya, dengan diam-diam aku mengintipnya. Betapa terkejutnya ketika aku melihat apa yang dilakukannya. Ketika ia mengaduk semen dan meletakkannya di dinding, BATU-BATU ITU MENYATU DENGAN SENDIRINYA. Maka aku sadar dan yakin bahwa anak muda tersebut bukanlah pemuda biasa, akan tetapi seorang WALI/ KEKASIH ALLAH SWT. Sebagaimana hamba-hamba-Nya yang khusus, dalam melakukan pekerjaannya, pemuda tersebut selalu mendapat bantuan dari Allah secara ghaib.
Pada sore harinya aku hendak memberinya upah sebesar tiga dirham, akan tetapi ia tidak mau menerimanya. Ia hanya mengambil satu dirham dan satu danaq, kemudian pergi. Aku menunggunya lagi selama seminggu. Dan pada hari sabtu, aku keluar mencarinya. Akan tetapi aku tidak menemukannya. Aku memperoleh berita dari seseorang yang mengatakan bahwa pemuda tersebut sedang sakit. Tiga hari lamanya ia jatuh sakit. Kemudian aku minta tolong kepada seseorang untuk mengantarkan aku ke tempat pemuda yang sedang menderita sakit itu.
Sesampainya di tempat tinggalnya, ternyata pemuda itu tengah berbaring tak sadarkan diri di atas tanah, kepalanya berbantalkan separuh potongan batu bata. Ketika aku memberi salam padanya, ia tidak menjawab. Maka aku mengucapkan salam sekali lagi. Ia membuka matanya sedikit dan mengenaliku. Aku segera mengangkat kepalanya dari batu bata itu dan meletakkannya di atas pangkuanku. Tetapi ia menarik kepalanya dan membaca beberapa bait syair, dua di antaranya adalah :
"Wahai kawanku, janganlah engkau terperdaya oleh kenikmatan dunia. Karena hidupmu akan berlalu. Kemewahan hanyalah untuk sekejap mata".
"Dan apabila engkau mengusung jenazah ke pemakaman, ingatlah suatu hari engkau pun akan diusung ke pemakaman".
Setelah mengucapkan syair tersebut, ia berkata, “Wahai Abu Amir, jika ruhku telah keluar dari tubuhku, mandikanlah aku, dan kafanilah aku dengan pakaian ini. Aku menyahut, “Wahai sayang, aku tidak keberatan membelikan kain kafan yang baru untukmu.” Ia menjawab,
“Orang yang masih hidup lebih memerlukan pakaian yang baru daripada orang yang meninggal (sama dengan ucapan Abu Bakar Ash Shiddiq ra ketika hendak meninggal dunia).
Anak itu menambahkan, “Kain kafan yang baru ataupun usang akan segera membusuk. Apa yang tinggal bersama seseorang setelah kematiannya hanyalah amal perbuatannya. Berikanlah sarung dan cerekku ini kepada penggali kubur sebagai upahnya. Al Quran dan cincin ini tolong sampaikan langsung kepada Khalifah Harun Ar Rasyid dan sampaikan kepadanya pesanku,
‘Wahai Ayah, jangan sampai engkau meninggal dalam keadaan lalai dan tertipu oleh dunia.”
Dengan keluarnya kata-kata tersebut dari bibirnya, pemuda itu pun meninggal dunia. Dan pada saat itulah aku menyadari bahwa ternyata ia adalah seorang Pangeran, Putra Mahkota.