Mohon tunggu...
Rudi Handoko
Rudi Handoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Welcome Home Opa Dikun (Samadikun Hartono)

24 April 2016   07:14 Diperbarui: 24 April 2016   10:14 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Samadikun Hartono dijemput"][/caption]Welcome Home Opa Dikun (Samadikun Hartono)

Dua hari ini, kutengok beberapa status kawan-kawan di dunia ajaib nan maya ini sedang masyuk dengan rasa panas hati, ada juga "sindiran" perihal perlakuan "tulus" dan baik hati para kaki tangan negara terhadap Opa Samadikun Hartono. Mengapa pula mesti panas hati? Baguslaah tuu, orang tua macam Opa Dikun itu diperlakukan dengan santun dan beradab, dijemput dan dihormati. Itu cerminan bangsa yang besar yang menghormati orang tua.

"Masalahnye, orang tua' nyan pencuri Wak!!! Koruptor!!! Hebat benar gak die yee, sampai dijemput, adak diborgol, mukenye selembe agik. Yang lebih perraaakkk agik nyan, yang njemputnye pun tehegeh-hegeh macam hambe e..." Demikian luapan panas hati yang terungkap.

"Cobe am bandingkan dengan perlakuan terhadap Ustadz Abu, Allahyarham Siyono, dan laennye. Hmmm... Kussmangatt." Begitulah kalau diperbandingkan. (Dialog dalam bahasa Melayu Ketapang)

Iyaa tak iyaa pula... Tapi, sebenarnya tak perlu riuh rendahlaah seisi negeri perihal hal ehwal ini, jangan pula terkejut, dan tiada pula aneh itu. Mau diperbandingkan pun perbedaan perlakuan tuu, yaa memang begitulah adanya. Sesungguhnya dah biasalaah cerita tuu di eks Hindia Belanda nie. Malah, yang aneh tuu kalau kita nie pura-pura ndak tahu, pura-pura hairan dan terkejut kalau hal macam itu dah biasa. Dan yang aneh selanjutnya, kalau pencuri kelas kakap tuu diperlakukan macam terduga teroris dan penangkapan aktivis, haaa itu aseli aneh dan sangat aneh. Kerna beda maqam, beda level. Pencuri kelas kakap tuu levelnya tinggi sikit, maka penghormatan mesti ada laah... Naseb baek cuma kaki tangan negara yang menjemput, bukan Yang Mulia Pimpinan negara. 

So, jangan riuh rendah lagilaah... Di Neo Hindia Belanda, semuanya memang anti mainstream kan? Kalau pencuri besar kena borgol dan ditutup muka, trus yang "menjemput" pakai topeng wajah juga, itu tak melawan mainstream. Tak lucu lagi kesahnya.
Eeehhh, siapalah tahu... Siapa tahu Opa Dikun ikhlas balik ke sini untuk menanamkan modalnya, bawa dana besar, berinvestasi. Investor beliau tuu! Jangan su'udzon dengan perlakuan baik yang diberikan tuu... :-)

Ingatlah kaidah emas, "Siapa yang mempunyai emas, dia yang membuat aturan." Mungkin Opa Dikun adalah Sang Pemilik Emas.
"Welcome Home Opa Dikun, We Love U."

Tok Angah di kampong saya bercakap, "Umumnya, seseorang itu kedudukannya dinilai di kelompoknya masing-masing. Penjahat hebat, disegani di kelompok para bandit penjahat. Pencuri ulung, dihormati di kalangan para pencuri."
Nah, ketika Opa Dikun disambut mesra, mungkin saja maqam dan levelnya setara. :-)

[Tok Angah]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun