Mohon tunggu...
Rudi Handoko
Rudi Handoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Syarif, Sayyid dan Syed di 'Alam Melayu

17 April 2016   08:28 Diperbarui: 17 April 2016   10:44 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Habib Ali Zainal Abidin. cocombee.com"][/caption]Orang Syarif, Sayyid dan Syed di 'Alam Melayu

Menemukan orang-orang yang memakai gelaran Syarif, Sayyid dan Syed di negeri-negeri Melayu sangatlah mudah, pun kerna mereka sangat mudah dikenali dari ciri fisik baik yang masih kental Arabnya maupun masih nampak Arabnya meski dah bercampur gaul Melayu irasnya. Juga kerna mereka masih memakai gelaran di atas pada nama dan memakai fam (nama keluarga) di akhir nama, misalkan Jamalullail, Alaydrus, Al-Qadri, As-Sagaf, Al-Hinduan, Bahsin, Al-Habsyi, As-Shahab, Al-Kaff, Al-Attas, Al-Haddad dan sebagainya.

Siapakah mereka? Secara genetik, jelas mereka keturunan Arab, amnya diakui merupakan zuriat yang bernasab sampai ke Sayyidina Hussein Ibn Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu. Negeri asal mereka tentu saja di Jazirah Arab, dikenali bernama negeri Tarim Hadhramaut di Yaman sana. Ada pendapat menjelaskan, Syarif itu sebenarnya gelaran untuk yang bernasab sampai ke Sayyidina Hasan Ibn Sayyidina 'Ali Karramallahu Wajhahu, sedangkan Sayyid untuk zuriat Sayyidina Hussain Ibn Sayyidina 'Ali Karramallahu Wajhahu. Namun di 'Alam Melayu gelaran Syarif, Sayyid dan Syed pun sama dipakai.

Harus kita akui, bahwa puak ini memiliki peranan besar dalam upaya pengIslaman di seantero penjuru dunia, wabilkhusus di 'Alam Melayu. Nenek datok mereka yang merantau meninggalkan negeri asalnya, adalah pejuang-pejuang dakwah yang menyebar syi'ar. Dari zuriat ini, dah banyak lahir ulama-ulama khas yang jadi panutan dari segi ilmu dan dakwah. Bahkan sebagian besar ulama-ulama Melayu jika menilik sanad ilmunya banyak yang berguru dengan keturunan ini dan pasti mengambil dari link ini.

Kedatangan pendahulu-pendahulu mereka yang berhijrah ke Kepulauan Melayu membuat komunitas mereka cukup ramai, terpencar di seluruh penjuru negeri-negeri Melayu. Sehingga merekapun menubuhkan pengaruh yang kuat baik dari segi adat resam budaya, seni dan percampuran kultural serta membina peradaban di 'Alam Melayu. Bahkan tidak sedikit dari zuriat ini ikut mewarnai percaturan politik pentadbiran negeri-negeri Melayu, termasuk berjaya mendirikan Kesulthanan dan diangkat menjadi Sulthan atau Raja. Yang masih mudah ditemui jejaknya yakni seperti negeri Pontianak yang diasaskan Dinasti Al-Qadri, Dinasti Alaydrus di negeri Kubu dan Sabamban, juga di Siak Inderapura, bahkan Brunei dan Sulu Mindanao pun kunun ada jejak mereka, entahlah mungkin demikian juga dengan Dinasti Bendahara yang pernah beraja di Riau Johor lama, yakni anak zuriat Bendahara Tun Habib Padang Saujana. Bahkan jika ditarik lebih jauh, sampai generasi para pendakwah Islam terawal pun di Asia Tenggara ini yang sukses mengIslamkan bahkan mempengaruhi pentadbiran Kerajaan-Kesulthanan yang tumbuh berkembang mulai dari Champa, Semenanjung, Sumatera sampai ke Jawa termasuk Dewan Wali Sembilan (Wali Songo) diperkirakan besar kemungkinan adalah zuriat ini. Meskipun rekaman silsilahnya banyak dah bercampur baur. Dan yang betul-betul masih berjaya secara politis di masa kini tentu saja kerabat Diraja Perlis yang ber-fam Jamalullail.

Mengapa mereka begitu diterima bahkan berjaya di negeri-negeri Melayu itu? Banyak sebabnya itu... Yang jelas, orang-orang Melayu ialah kaum yang mudah menerima, mudah menyerap dan bukannya eksklusif. Zuriat Syarif, Sayyid dan Syed inipun begitu dihormati kerna boleh jadi sebab nasab mereka, tapi yang utama kerna generasi pendahulu mereka adalah kaum alim berilmu, cerdik pandai, sebagai tuan guru dan pendakwah. Sehingga memudahkan mereka masuk dan ditempatkan di posisi terhormat di dalam masyarakat dan negeri-negeri di 'Alam Melayu seiring Islamisasi. Bahkan di etnik-etnik tertentu, lebih-lebih hormatnya kepada orang-orang ini, bahkan cerita orang-orang tua, takut tulah dengan mereka. 

Pun pada mulanya, para pendahulu mereka yang datang bujangan, maka banyak diantaranya yang kawin mawin dengan perempuan-perempuan Melayu, bahkan anak-anak/puteri-puteri kerabat diraja atau bangsawan, semakinlah mengokohkan posisi mereka di negeri-negeri Melayu. Misalkan kisah Al-Habib Hussain Al-Qadri yang merantau ke Negeri Matan di Borneo, menikah dengan kerabat Sulthan Matan, berputerakan Syarif Abdurrahman Al-Qadri yang kemudian mendirikan Kesulthanan Pontianak. Selain sebagai ulama pendakwah, pemimpin, peniaga, banyak pula yang jadi wira panglima pahlawan di negeri-negeri Melayu, seperti Tok Kudin (Syed Zainal Abidin) di Kedah, wira dalam menentang dan melawan Siam.

Intinya, pengakuan dan penghormatan terhadap jasa-jasa puak Syarif, Sayyid dan Syed ini membuat mereka diterima luas bahkan di-i'tiraf sebagai bagian dari Melayu di dunia Melayu ini.

Kemudian, mengapa ada juga yang dipanggil Habib di kalangan mereka ini? Habib yang bermakna orang yang dicintai. Kunun, sederhananya seorang digelari Habib tentulah berketurunan Syarif, Sayyid dan Syed, namun ada kelebihan-kelebihan khas terutama dari sudut keilmuan, amalan ke-Islaman, keluhuran akhlak, dan mengayomi para pengikutnya (murid-murid dan komunitas masyarakat sekitarannya), yang membuat mereka pantas digelari Habib. Sebagaimana dijelaskan oleh Ketua Umum Rabithah Alawiyah Sayyid Zen Umar bin Smith, yang mengatakan di republika, "Saat ini banyak orang yang mengaku sebagai seorang Habib, padahal bukan. 'Gelar' Habib, tidak bisa disematkan kepada setiap Sayyid (termasuk Syarif dan Syed). Setiap Habib harus Sayyid, tetapi Sayyid belum tentu Habib. 

Seorang Sayyid, lanjutnya, tidak bisa mengatakan bahwa dirinya sendiri adalah Habib. Pengakuan Habib harus melalui komunitas dengan berbagai persyaratan yang sudah disepakati. Di antaranya cukup matang dalam hal umur, harus memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap apapun, wara' atau berhati-hati serta bertakwa kepada Allah. Dan yang paling penting, lanjutnya, adalah akhlak yang baik. Sebab, bagaimanapun keteladanan akan dilihat orang lain. Seseorang akan menjadi Habib atau dicintai orang kalau mempunyai keteladanan yang baik dalam tingkah lakunya."

Jadi tidak semua Syarif, Sayyid dan Syed itu Habib. Hanya mereka yang maqam keilmuan dan amalan ke-Islamannya yang dah maqam ulama, layak digelari Habib. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun