Mohon tunggu...
Rudi Handoko
Rudi Handoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nothing but Everything

7 April 2011   16:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:02 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditemani dengan alunan Nightingale by Yanni, irama nada instrumental yang syahdu menelisik di telingaku. Saat-saat seperti ini, mengingatkanku pada banyak cerita, pada banyak kisah, yang terkadang indah untuk dikenang, acapkali juga...akhirnya membuat ada lelehan airmata menitik perlahan.
Haaarrgghhh...apakah ini terlalu melankolik? Tidak juga! Dan airmata yang menitik bukanlah aib, ianya perlambang suasana bathin, cerminan jiwa, tanda jiwa yang masih sehat dan tersadar, tanda manusia masih memiliki eksistensi kemanusiaannya, karena airmata adalah karunia sekaligus nikmat. Dan, ketika tangis membuat manusia tampak sebagai "manusia," apa adanya dan biasa!
Hmmm... Kunikmati saja malam ini berlalu, dan karena irama itu sememangnya mengingatkanku pada banyak kisah, pada masa lampau berlalu, pada kenangan yang terekam di jiwa, pada cita, asa dan cinta yang pernah dan masih bergelayut mesra di relung hati.
Tapi, malam ini cerita tak melulu tentang airmata yang menitik, airmata hanyalah satu episode dari berbagai rangkaian kenangan yang terangkum dalam mozaik jiwa sunyi saat ini. Mungkin esok airmata akan kembali bercanda dengan tawa, atau sebaliknya bersadu derita dengan duka. Entahlaah...!
Truzz... Kunikmati saja larut malam ini, rembulan nan baru sabit itupun kan semakin temaram. Hanya karena langit cerah merekah, anak bulan itu tampak merona malu tergoda bintang-bintang malam. Terkadang aku ingin kembali pada masa lalu, bersama kenangan dan kenangan, yang mungkin setelah difikir-fikir (seandainya dapat) ingin ku-ubah-ubah pada beberapa bagian kisahnya. Tapi tentunya itu mustahil diulang. Pun, aku terkadang ingin segera menorehkan dan merangkai cerita baru dalam mimpi masa depan, tapi itupun belum tentu terjadi sebagaimana impian. Yaa Sudahlaah...
Kunikmati saja malam ini semakin larut, pun karena sekejap lagi ayam jantan kan pasti berkokok.
Cericit burung juga kan menghias pagi, sebagaimana subuh melepas kepergian embun-embun menetes di dedaunan hijau. Biasanya, jika tak hujan, riuh rendah suara gerombolan kera juga akan pecah sorak-sorainya di rimbunan pepohonan gunung sana. Kalaupun hujan, dendangan kodok rimba juga kan menghibur dengan senandung alamnya.
Nah, sekarang...
Semuanya apa dan untuk apa?
Tiada apa-apa dan tidak untuk apa!
Apa maknanya?
Tiada makna!
Apa pentingnya?
Yaachh... Nothing but Everything!
Seseorang berkata : Apa faedahnya?
Entahlaah...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun