Mohon tunggu...
A Havizh Martius
A Havizh Martius Mohon Tunggu... Lainnya - Long life education

Mahasiswa Abadi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pentingnya Menulis Diary

30 Oktober 2022   15:57 Diperbarui: 30 Oktober 2022   16:14 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak zaman persekolahan dulu saya sudah suka menulis di buku pribadi bahkan sampai saat ini dan saya juga masih menyimpan beberapa buku diary  yang saya tulis di "masa muda" dulu bahkan ada yang berbahasa Inggris selevel Iqra 1, yang hanya saya sendiri yang bisa mengerti isinya..hehe.

Zaman dulu privasi orang tinggi sehingga buku diary sering bersifat sangat pribadi yang berisi rahasia curahan hati, bahkan banyak dijual orang buku diari yang ada kunci gembok kecilnya. Namun sekarang terbalik, orang sengaja curhat di media sosial atau menyampaikan apa saja tentang dirinya supaya seisi dunia tahu kalau dia sedang gundah gulana, sedang dizalimi, sedang bahagia, sedang naik pesawat, apalagi kalau  sedang naik daun.

Tetapi bagi saya catatan-catatan saya itu tidak dirahasiakan, termasuk surat-surat pribadi dengan ortu atau teman. Kadang-kadang catatan atau surat itu berguna dikemudian hari, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. 

Contoh korespondensi yang terkenal dan bermanfaat bagi orang lain adalah korespondensi antara Kartini dengan kawan-kawannya di Eropa yang dirangkum oleh Abendanon dalam buku "Dari Kegelapan menuju Terang", atau surat menyurat tentang negara Islam antara Nurcholish Madjid dengan Mohamad Roem.

Di antara hal yang pernah saya tulis di masa kuliah dulu adalah tentang niat saya jika saya sudah mulai bekerja dan berpenghasilan sendiri maka saya akan menyisihkan sebagian penghasilan saya seberapa pun meskipun sedikit sebagai tabungan haji . Niat itu saya lakukan dan kesampaian.

Salah satu motivasi saya menulis karena salah satu cara untuk mengikat ilmu adalah dengan menuliskannya. Seperti ungkapan Imam Syafi'i bahwa ilmu bagaikan hewan liar, dan menulis adalah cara untuk mengikatnya maka ikatlah hewan buruanmu dengan menuliskannya.

Bagi saya menulis juga sebagai sarana untuk mencurahkan pikiran dan pengalaman, semacam memoar receh orang kecil. Terinspirasi dari kesukaan membaca biografi atau diary orang-orang besar seperti autobiografinya Sukarno, Biografi Bung Hatta, Tan Malaka, Catatan Harian Ahmad Wahib, Catatan Seorang Demonstran Soe Hoek Gie, biografi Lafran Pane, Jenderal Hoegeng, Baharuddin Lopa, memoar mantan hakim agung Adi Andojo Soetjipto, enterpreneur Bob Sadino, Robert Kiyosaki, dll, tentu juga sejarah hidup Nabi Muhammad saw.

Buku-buku jenis biografi tersebut termasuk yang suka saya koleksi disamping novel, roman, hikayat, kaba dan cerita fiksi lainnya seperti Harry Potter, Mahabharata, karya-karya Hamka, Pramoedya, Ahmad Tohari, Kang Abik, karya Pujangga Baru semacam Armijn Pane, STA, Abdul Moeis, Toelis Soetan Sati, Nur Sutan Iskandar dll.

Dulu sebelum zaman android saya agak rajin beli buku namun sekarang sudah jarang karena daya tarik buku dikalahkan oleh daya tarik HP, dan juga karena tiap mau beli buku muncul pertimbangan untuk ngirit bahwa isi buku tersebut dapat diakses di internet secara gratis, apalagi beberapa buku yang sudah cukup lama dibeli belum terbaca sampai sekarang. 

Namun memang di era teknologi informasi ini budaya literasi dalam bentuk baca tulis kalah dibandingkan budaya menonton baik siaran TV, video, YouTube, tik tok dll. Tapi seharusnya ojo dibanding-bandingke karena masing-masing punya segmen dan kelebihan serta kelemahannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun