Mohon tunggu...
A Havizh Martius
A Havizh Martius Mohon Tunggu... Lainnya - Long life education

Mahasiswa Abadi

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

"Menyogok" Tuhan dalam Keterbatasan

28 Mei 2022   07:47 Diperbarui: 28 Mei 2022   08:22 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Di antara memori tahun 2009 yang sangat berkesan adalah tentang kelahiran anak ketiga yang bernama Muwahid. Sebelumnya kami sudah diamanahi Allah dua orang anak perempuan. Wajar saja kami sangat mengharapkan kehadiran anak laki-laki.

Waktu itu saya bertugas di Aceh. Bagaimana caranya agar harapan kami untuk mendapatkan anak lelaki dikabulkan Allah? 

Ketika istri saya hamil anak ketiga muncul ide untuk 'menyogok' Tuhan agar berkenan memberikan anak laki-laki. 

Waktu itu tunjangan remunerasi dirapel setiap 3 bulan dengan jumlah total pertiga bulan itu lebih kurang 10 juta. Sebenarnya sistem rapel ini ada juga positifnya karena setiap terima rapelan barulah wajah orang gajian seperti saya ini agak berdarah. Karena biasanya meskipun terima gaji dari bulan ke bulan namun tetap saja seperti kurang darah karena sisa gaji yang diterima sering kali tidak seberapa lagi.

Lalu dengan uang rapelan itu kami 'sogoklah' Tuhan 10 juta. 

Menurut kami cara ini lebih 'seksi' untuk merayu Tuhan dibandingkan dengan cara bernazar yang mirip dengan COD alias terima pesanan dulu baru dibayar. Itupun pelaku nazar terkadang tidak segera menunaikan nazarnya ketika hajatnya sudah dikabulkan Allah, bahkan mungkin ada yang tidak sempat menunaikan pada saat ajal menjemput. 

Bersedekah sebelum terkabulnya doa adalah metode bersyukur lebih dulu sebelum mendapatkan nikmat. Ini adalah cara terbalik dari yang biasa dilakukan kebanyakan orang yakni bersyukur setelah memperoleh nikmat. Kedua cara bersyukur ini bagus, cuma mungkin nilainya berbeda.

Mungkin orang mengira kami banyak uang ketika bersedekah dengan jumlah yang lumayan itu padahal itu hanya pura-pura berlebih saja. Masih mending pura-pura kaya dengan cara bersedekah dibanding pura-pura kaya dengan pamer barang yang belum tentu miliknya.   

Ketika usia kehamilan 7 bulan saya antar istri dan anak-anak dari Aceh pulang ke Payakumbuh. 

Alhamdulillah harapan kami untuk dikaruniai anak laki-laki dikabulkan Tuhan. Pada tanggal 15 Oktober 2009 lahirlah si buyuang yang dirindukan itu dengan cara cesar.

Pada saat itu BPJS tidak menanggung biaya untuk kelahiran anak ketiga. Biaya kelahirannya di RS Yarsi Ibnu Sina Rp6.200.000. Saya harus minjam duit 4 juta kepada salah seorang uniku untuk melunasi pembayaran si Buyung ini karena dana kami yang tersedia lebih sedikit dibandingkan kekurangannya.

Beberapa waktu kemudian barulah Allah beri kemampuan untuk mengembalikan pinjaman untuk kelahiran Wahid kepada uniku. Saya hubungi uniku minta nomor rekeningnya. Katanya "Tidak usah dibayar karena mungkin Havizh butuh duit". Sungguh pengertian uniku ini. Namun karena saya merasa mampu untuk membayarnya maka tawaran pembebasan utang itu saya tolak dengan halus. 

Apa yang dilakukan orang tuaku untuk mendapatkan anak lelakinya 32 tahun sebelumnya berbeda dengan yang kami lakukan.

Dua orang kakakku sebelumnya perempuan semua sehingga wajar orang tuaku mendambakan anak lelaki untuk kelahiran anak ketiganya.

Ibuku pernah bercerita bahwa untuk mewujudkan impiannya mendapatkan anak lelaki maka ketika beliau hamil dipajanglah foto-foto anak lelaki di dinding rumah, semuanya bule. Ternyata metode ini efektif, terbukti anak yang lahir itu laki-laki, diberi nama Havizh. Cuma bedanya, foto-foto yang dipajang kulitnya putih bersih dan berwajah internasional sedangkan yang lahir berkulit gelap dan bertampang lokal. 

Metode yang dipakai orang tuaku ini dalam buku dan film "The Secret" karya Rhonda Byrne disebut dengan LOA (Law of Attraction) atau hukum tarik-menarik yakni dengan menggunakan teknik gambar untuk memancing imajinasi pikiran guna menarik impian menjadi kenyataan. 

Mungkin setelah mendapatkan satu anak lelaki orang tuaku sudah merasa cukup dan kurang tertarik lagi mendapatkan anak lelaki karena lebih lasak atau merepotkan, sehingga dua orang adikku yang lahir berikutnya perempuan lagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun