SUDAH cukup lama saya ndak nulis di K. Bukan latah, karena ada kegaduhan. Karena kangen nulis aja. Kangen berinteraksi. Sharing & connecting. Seperti kebiasaan, saya nulis yang ringan-ringan. Ndak perlu kening berkerut.
Bagi saya, banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kopdaran Pakde Kartono aka Gayus Tambunan dengan 2 K-er: Ifani dan Vita Sinaga. Entahlah, bagi K-er lain, admin, maupun Rumah Sehat Kompasia ini. Bahwa, di balik akun, bisa siapa saja. Tentu motifnya beragam, bisa apa saja. Di situ, ada wilayah abu-abu.
Tak mudah menegakkan diagnosa. Perlu penguasaan ilmu dan analisis mendalam. Anamnesa, observasi, dan data penunjang lainnya. Demikian halnya, untuk memastikan: Benarkah PK=GT? Tentu perlu penelusuran mendalam dan bukti-bukti kuat. Investigasi, observasi, menemukan benang merah, dan tidak kalah penting menyusun kepingan puzzle yang tadinya berserakan.
Namun, berdasarkan rangkaian foto-foto yang beredar: di Restauran dan saat GT nyopir mobil. Juga investigasi dan analisis tajam dan cerdas: Tommy Unyu-Unyu, Baskoro Endrawan, Tante Liza, Adhieyasa-Adhieyasa, Yos Mo, Nararya, Agung Soni, ALA Indonesia, dan K-er lainnya. Ditopang pula, kesaksian Bayu, Si pegawai restauran. Tidak ada keraguan dan fixed: PK=GT. Sekedar tambahan info: Ada rencana GT akan dipindah dari Lapas Gunung Sindur ke Nusakambangan.
Satu kebohongan harus ditutupi dengan kebohongan-kebohongan berikutnya. Patut diingat: Takkan ada kebohongan yang sempurna. Tanpa sadar, akan menyisakan celah. Ada inkonsistensi. Semula mengaku berprofesi auditor, akuntan, dan pegawai pajak. Tapi ketika dalam posisi terjepit, tetiba mengaku salah satu lawyer yang punya nama di Jakarta.
Lantas, apa hubungannya kasus PK dengan Ahok?
Tidak ada hubungannya secara langsung. Namun di situ ada juga kesamaan: Ada wilayah abu-abu. Bahkan, bisa dikatakan: Sama-sama ada ruang gelap yang perlu dibuka agar menjadi terang benderang.
Benar, selama ini Ahok dicitrakan sebagai pemimpin yang bersih. Pemimpin pemberani. Berani mengatakan: TIDAK pada KORUPSI. Berani berada di garda terdepan. Berani pasang badan. Berani dibui jika memang dinyatakan bersalah. Bahkan, berani mati demi pemberantasan korupsi.
Sayangnya, Ahok termasuk pemimpin yang tipis kuping. Pihak manapun yang mengkritisi dan menemukan kejanggalan, kontan dilawan dan diserang. Sebut saja: Mantan Menpora Roy Surya, Kemendagri, Menteri KKP Susi Pudjiastuti, BPK, dll.
Apa pun yang berlebihan bin lebay itu tidak baik. Bahkan, seringkali menimbulkan kecurigaan. Saya tidak sedang curiga, apalagi menuduh Ahok korupsi. Tapi, Ahok harus meng-clear-kan. Agar tidak menjadi rumor di area publik dan fitnah.
Terkait temuan BPK: Ada kerugian negara 119 milyar pada kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Adanya potensi kerugian negara sebesar 3 triliun lebih pada APBD tahun 2014. Soal Surat Izin reklamasi pantai Jarta Utara pada Agung Podomoro Group. Juga kasus-kasus lain yang sudah jadi konsumsi publik.
Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Takkan ada kejahatan yang sempurna. Kebenaran pasti akan datang, meski kadang terlambat.
Salam ANTIKORUPSI!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H