SEMALAM dalam perjalanan pulang dari Studio Guet, di perempatan Patung Pancoran ada pemandangan menarik. Sebuah spanduk berukuran cukup besar dipasang di pojok kiri jalan sebelum lampu merah ke arah Jalan Sahardjo. Spanduk berlatar merah dengan tulisan warna putih. Di pojok kiri atas bergambang banteng moncong putih. Tak ketinggalan terdapat tulisan No. 4 sebagai nomor PDIP pada pileg kemarin.
Yang paling menarik perhatian saya tentu isi tulisan spanduk tersebut: “HARGA MATI MEGAWATI SOEKARNO PUTRI CAPRES PDI PERJUANGAN”.
Rupanya faksi di internal PDIP yang tidak setuju dengan pemberian mandat pencapresan Jokowi belum berhenti bergerilya. Bisa jadi mereka masih yakin, pencapresan Jokowi masih bisa dianulir dan mandatnya dicabut kembali.
Saya meyakini. Gerakan ini di-back up oleh sang putri mahkota Puan Maharani dan elit senior PDIP. Sudah menjadi rahasia umum, Puan Maharani dan elit senior PDIP sejak awal tidak menyetujui pencapresan Jokowi.
Penolakan pencapresan Jokowi ini jadi kian mengkristal ketika raihan suara PDIP tidak memenuhi target minimal, yakni 27.02 persen. Berdasarkan hasil quick count, PDIP hanya mampu mendulang suara 18-19 persen. Ini juga dibumbui dengan tudingan Jokowi bahwa Bappilu PDIP tidak bisa bekerja secara maksimal. Kita ketahui bersama, Ketua Bappilu PDIP adalah Puan Maharani. Padahal Megawati sudah rela memenuhi permintaan pendukung Jokowi untuk mengumumkan pencapresan Jokowi sebelum pileg.
Terbukti Jokowi effect minim sekali. Popularitas dan elektabilitasnya dari hari ke hari menunjukkan kecenderungan menurun. Opini yang dibangun bahwa Jokowi capres boneka, pembohong, ingkar janji, tidak punya kapasitas, tidak kompeten, tidak memiliki visi misi, suka mencari kambing hitam, menjadi kian dalam mempengaruhi persepsi publik.
Pukulan telak yang paling membuat nama Jokowi kian “nyungsep’ adalah hasil survey yang dilakukan internal PDIP sendiri. Survey internal PDIP ini, hasilnya sama dengan yang telah dilakukan internal Partai Demokrat dan Gerindra. Dalam survey simulasi pasangan capres-cawapres menghasilkan: Jokowi dengan siapa pun pasangan cawapresnya akan kalah melawan pasangan Prabowo-DI.
Hal ini yang membuat Megawati kebingungan. Ini yang membuat internal PDIP bergejolak hebat. Padahal Pilpres 2014 merupakan momentum tepat PDIP untuk berkuasa, setelah hampir sepuluh tahun jadi partai di luar kekuasaan. Karena itu, desakan pencabutan mandat pencapresan jadi kian hebat.
Prabowo-Dahlan Iskan
Berdasarkan hasil survey simulasi pasangan capres-cawpres, pasangan Prabowo-DI sangat diunggulkan. Bahkan, jika seandainya Jokowi masih dipaksakan maju capres kemudian salah dalam memilih pasangan cawapresnya, pasangan Prabowo-DI bisa menang dalam satu putaran.
Diperkirakan, pasangan Prabowo-DI akan diusung koalisi Partai Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, PPP, dan PBB. Poros yag lain, Poros PDIP berkoalisi dengan Nasdem, PKB, dan PKPI. Poros Golkar akan berkoalisi dengan Hanura. Dengan catatan jumlah kursi Golkar dan Hanura di DPR-RI mencapai Presidential Threshold, yaitu 20 persen. Jika Poros Golkar tidak mampu memenuhi PT maka Golkar dan Hanura akan merapat ke salah satu poros. Artinya, pada Pilpres mendatang hanya akan ada dua poros, yaitu poros PDIP dan Gerindra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H