SEPEKAN menjelang batas akhir pendaftaran pasangan capres-cawapres, peta koalisi dapat dikatakan masih cair. Hal ini dipicu adanya tarik-menarik kepentingan. Siapa mendapatkan apa. Lebih seru lagi soal posisi cawapres pada 2 poros utama, yaitu poros PDIP dan Gerindra.
PDIP, Nasdem, dan PKB, yang telah mendeklarasikan dukungan pencapresan Jokowi, sampai detik ini juga belum ketahuan siapa cawapresnyai. PKB yang semula menyerahkan keputusan soal cawapres pada Megawati, ternyata berusaha memaksakan Mahfud MD sebagai cawapres.
Benar, di luaran saat ini menguat nama Jusuf Kalla dan Abraham Samad. Tapi Megawati masih sangat percaya dan menginginkan Ryamizard Ryacudu. Hal ini dilakukan Megawati untuk menyelamatkan posisinya dan trah Soekarno di tubuh PDIP. Belum lagi Gang Thancho yang masih mengupayakan terus Puan Maharani sebagai cawapres Jokowi.
Ada peluang jika Mahfud MD tidak di-cawapreskan, PKB akan menarik dukungannya. Ditambah pula dengan adanya fakta, bahwa koalisi antara PKB dan PDIP ini tidak didukung sepenuhnya oleh jamiyyah NU. Lebih ekstrim lagi ancaman Rhoma Irama dan pendukungnya yang bakalan menarik dukungan jika PKB jadi berkoalisi dengan PDIP. Bisa dikatakan: kapal PKB yang telah berlabuh di Dermaga PDIP, tapi penumpangnya pada"mrotholi".
Setali tiga uang dengan yang terjadi di poros Gerindra. Deklarasi dukungan PAN untuk pencapresan Prabowo Subianto dan mengusulkan Hatta Rajasa sebagai cawapres Prabowo, menuai pro dan kontra. Resistensi terhadap Hatta Rajasa sangat tinggi, terutama di kalangan jamiyyah NU.Â
Karena itu, ada kabar PPP dan PKS akan menarik dukungan dari poros Gerindra jika Gerindra tetap memaksakan mengusung pasangan Prabowo-Hatta. Majelis Syariah PPP juga menyangsikan pasangan Prabowo-Hatta akan laku di lingkungan jamiyyah NU.
Mencermati dinamika di atas, tidak tertutup kemungkinan akan terbentuk satu poros baru, yaitu poros Demokrat. Saat ini yang masih belum menentukan arah koalisinya adalah Demokrat, Golkar, Hanura, PBB, dan PKPI. Sedangkan yang masih gamang dan kemungkinan bisa membelot dari arah koalisi sebelumnya adalah PPP, PKS, dan PKB.
Sebagai the real king maker dan ditasbihkan sebagai ahli strategi politik, tentu SBY sudah mencermati peta koalisi yang terjadi dan mengkalkulasi secara matang agar pasangan yang di-endorsenya jadi pemenang.
Mundurnya pengumuman pemenang konvensi menjadi Jumat (16/5), diyakini merupakan bagian strategi SBY. SBY ingin memastikan siapa cawapres yang akan mendampingi Jokowi. Lantas baru akan memutuskan apakah pemenang konvensi akan diusung jadi capres atau cawapres.
Tentu SBY tidak akan berani mempertaruhkan nama dan kredibilitasnya. Tidak seperti dugaan dan kecurigaan banyak kalangan selama ini, bahwa SBY akan memenangkan adik iparnya Pramono Edhie Wibowo. Itu tidak akan dilakukan SBY. Diyakini, SBY akan fatsun dan patuh pada hasil survey 3 lembaga survey independen dan kredibel yang telah ditunjuk Komite Konvensi.
Karena selama ini yang merajai survey adalah Dahlan Iskan, tentu SBY akan menetapkan Dahla Iskan sebagai pemenang konvensi. Bahkan elektabilitas Dahlan Iskan unggul jauh dibanding peserta konvensi yang menduduki urutan ke-2 sekalipun.