Mohon tunggu...
A. Muna Zaeda S
A. Muna Zaeda S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Remaja

Halo, semua! Sehat-sehat ya!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenalkan dan Menanamkan Emosi Prososial pada Anak

30 November 2022   18:47 Diperbarui: 30 November 2022   18:53 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apakah kalian pernah mendengar tentang emosi prososial?

Prososial itu merupakan tindakan atau kegiatan yang positif, seperti membantu orang lain, berbagi kepada sesama, dan masih banyak lagi loh!   

Sebagai manusia yang hidup di dunia ini pasti mengalami banyak fase dalam hidup. Dan fase yang paling penting yakni golden age atau masa keemasan (anak usia dini). Maka diharapkan kita sebagai orang dewasa atau orang tua harus bisa membantu anak untuk mengembangkan emosi prososial tersebut. Bagaimana tuh caranya?

Yuk kita belajar bersama!

Definisi emosi prososial

Menurut Yuniardi (2004) perilaku prososial merupakan kesediaan seseorang untuk membantu atau menolong orang lain yang ada dalam kondisi menderita atau mengalami kesulitan. Sama halnya dengan pendapat Faturochman dan Pratikto (2012), beliau mengatakan bahwa perilaku prososial sebagai perilaku yang memiliki konsekuensi positif pada orang lain.

Jadi, bisa disimpukan bahwa prososial merupakan suatu hasrat atau emosi yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan atau perilaku menolong orang lain dan menguntungkan orang lain. Perilaku prososial ini meliputi tindakan berbagi, kerjasama, menolong, dermawan, bertindak jujur, persahabatan dan memperhatikan hak serta kewajiban orang lain. Bahkan biasanya tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri.

Sebagai contoh ya!

Akhir-akhir ini kan banyak bencana alam yang terjadi di Indonesia, mulai dari banjir, tanah longsor, gempa bumi, hingga tsunami. Pada tanggal 21 November 2022 di Cianjur, Jawa Barat terdapat gempa bumi yang dahsyat yakni Mw 5.6.

Gempa bumi ini mengakibatkan kerusakan rumah hingga banyak memakan korban jiwa. Bahkan kota-kota di dekat Cianjur seperti Bandung, Lembang, Cimahi, Bogor mengalami dampak itu juga.

Oleh karena itu, banyak warga Indonesia yang berada di luar kota Cianjur dan tidak terkena dampak gempa bumi, berbondong-bondong membantu para korban yang berada di pengungsian. Mereka membawakan beras, mie, pakaian, popok bayi, air bersih, dan masih banyak lagi. Bantuan tersebut sangat membantu para korban dikarenakan tempat tinggal mereka kebanyakan sudah menyatu dengan tanah alias roboh tak tersisa.

Nah, dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa emosi prososial warga Indonesia dalam membantu para korban sangat tinggi.  

Manfaat yang dapat kita ambil ketika memiliki emosi prososial dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita, antara lain:

  • Suasana hati meningkat.
  • Stres mereda, menurut penelitian salah satu cara meredakan stress yakni dengan melakukan prososial. Mungkin dengan membantu orang lain, berbagi makanan dengan teman, bersedekah, dll.
  • Risiko depresi menurun. Dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat, seseorang bisa mendapat dukungan sosial hingga mengurangi rasa kesepian karena berinteraksi dengan banyak orang.

Perkembangan emosi prososial

Perkembangan prososial memiliki beberapa tahapan menurut Nancy Eisenberg, beliau merupakan ahli dalam bidang perkembangan prososial. Tahapan-tahapan tersebut, antara lain:

  • Tahap 1 (berorientasi pada kepentingan pribadi)

Pada tahap ini, anak berbuat baik tidak asli karena rasa kepeduliaannya, melainkan ia menghindari konsekuensi buruk jika berbuat tidak baik. Contohnya, anak selesai bermain langsung menata mainannya yang berserakan karena takut akan dimarahi orang tuanya. Biasanya pada anak usia pra-sekolah serta sebagian kecil anak awal sekolah dasar.

  • Tahap 2 (berorientasi pada kebutuhan)

Anak-anak pada tahap ini sudah mulai peduli pada kebutuhan orang lain walaupun hal tersebut tidak sejalan dengan kepentingan pribadinya. Anak hanya dapat merespon ketika orang lain membutuhkan bantuan, tapi belum bisa mengungkapkan ekspresi simpati secara verbal, anak juga belum bisa membayangkan jika dirinya berada pada posisi tersebut. Biasanya pada anak usia pra-sekolah dan sebagian besar pada anak sekolah dasar.

  • Tahap 3 (berorientasi pada penilaian orang lain dan stereotip sebagai anak baik)

Pada tahap ini, anak melakukan hal baik agar dapat dipandang sebagai anak yang baik. Misalnya, anak yang berinisiatif membantu guru membersihkan papan tulis setelah pembelajaran agar dipandang sebagai anak yang baik. Tahap ini ditemukan pada anak usia sekolah dasar dan sebagian kecil anak usia sekolah menengah.

  • Tahap 4A (muncul kemampuan reflektif dan empati)

Anak dalam melakukan perbuatan baik mulai melibatkan empati, prinsip kemanusiaan, dan antisipasi pada emosi yang mungkin muncul ketika memutuskan membantu atau tidak membantu orang lain. Contoh: ketika anak menyumbang sebagian uang saku sekolahnya untuk korban gempa karena emosi dia tergerak serta bisa membayangkan jika dia di posisi tersebut. Tahap ini dijumpai pada sebagian kecil anak sekolah dasar di tahun akhir serta mayoritas siswa sekolah menengah.

  • Tahap 4B (transisi)

Anak mulai mengambil keputusan membantu atau tidak membantu orang lain dengan pertimbangan yang panjang, seperti nilai moralitas, norma serta tanggung jawab sosial, dan dorongan ingin mengubah kondisi masyarakat menjadi lebih baik. Misalnya saat ujian ada anak yang dimintai contekan oleh temannya tapi ia menolak memberikannya. Karena bagi dia itu tidak sesuai dengan nilai-nilai kejujuran. Kualitas prosososial seperti ini pada anak siswa sekolah menengah dan kelompok usia yang lebih tua.

  • Tahap 5 (berorientasi pada nilai-nilai moral yang telah terinternalisasi dalam diri)

Anak mempertimbangkan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku prososial yang dipengaruhi berbagai prinsip yang telah dijelaskan pada tahap 4B. Namun, prinsip-prinsip tersebut sudah terinternalisasi lebih jauh ke dalam kepribadian anak. Umumnya ditemukan pada sebagian kecil siswa sekolah menengah dan tidak pernah ditemukan pada anak sekolah dasar.

Peran orang tua dalam emosi prososial anak

Orang tua sebagai orang yang paling dekat dengan anak, memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik atau menanamkan emosi prososial pada anak. Tadi di atas sudah dijelaskan mengenai apa itu emosi prososial, kan? Yakni tidak jauh dengan menolong, berbagi, membantu orang lain.

Di sini kita akan membahas pola asuh orang tua atau cara menanamkan emosi prososial anak yang baik, yuk kita bahas!

  • Orang tua menanamkan perilaku berbagi. Dengan cara orang tua memberikan nasehat untuk selalu memberikan sebagian rejeki kita untuk orang lain yang membutuhkan. Misalnya, anak diajarkan memasukkan sebagian uang saku sekolahnya untuk dimasukkan ke dalam kotak infaq yang ada di masjid. Atau bisa juga dengan menceritakan kisah-kisah Nabi yang berhubungan dengan pentingnya berbagi kepada sesama. Juga bisa dengan mengajarkan anak berbagi makanan kepada teman ketika di sekolah
  • Orang tua menanamkan perilaku tolong menolong. Anak bisa diajarkan untuk menolong pekerjaan rumah ibunya, misal menyapu, menyiram bunga. Anak juga dinasehati untuk menolong orang lain yang kesusahan. Bisa juga dengan anak diberikan dongeng atau cerita bertemakan tolong menolong, maka anak akan bisa mengambil hikmah dari cerita tersebut.

sekian artikel kali ini, semoga bisa bermanfaat untuk kalian semua, see you guys!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun