Semua manusia di dunia ini pasti pernah mengalami hal yang memalukan, baik itu kejadian yang ringan atau parah hingga rasanya ingin menghilang dari dunia.Â
Tak dipungkiri, kalian yang membaca artikel ini juga pasti pernah mengalami kejadian yang memalukan bukan?Â
Apa itu? Bila mau bisa diceritakan di kolom komentar ya, hehe.
Dari anak usia dini hingga usia lansia, pasti pernah merasakan emosi malu ini berulang kali dalam hidup. Bahkan mungkin dalam sehari bisa merasakan malu lebih dari satu kali. Contohnya: saat kalian masih sekolah di Taman Kanak-Kanak pasti pernah mengalami buang air kecil di celana, bukan? Baik, jika kalian belum pernah mengalami hal itu, mungkin teman kalian pernah mengalami itu dan kalian menjadi saksi ia menangis karena malu.
Nah, itu merupakan contoh kecil masa kanak-kanak kalian dulu. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang emosi malu yang dialami manusia. Yuk kita bahas lebih mendalam tentang emosi malu!
Menurut Tangney (1999) shame adalah emosi menyakitkan yang biasanya disertai perasaan menjadi 'kecil', tidak berharga, serta ketidakberdayaan. Shame ini menyakitkan serta dapat berdampak negatif pada perilaku interpersonal. Malu merupakan salah satu rasa sakit yang luar biasa dan sangat negatif. Jika seseorang mengalami malu ia memiliki keinginan untuk bersembunyi, menghilang, atau mati. Ini merupakan diri yang rusak disertai dengan peningkatan hormon kortisol (Gruenewald, Kemeny, Aziz, & Fahey, 2004: Lewis & Ramsay, 2002).Â
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa emosi malu ini emosi yang menyakitkan. Dampak dari malu ini dapat membuat seseorang ingin bersembunyi dari hal yang membuatnya malu tersebut, rasa ingin menghilang bahkan rasa ingin mati jika itu hal yang benar-benar memalukan.
Emosi malu ini jika dirasakan terus menerus, akan membuat seseorang menjadi sosok yang pemalu. Jika seseorang memiliki sikap pemalu ini akan membuat kehidupan sosialnya kurang berkembang bahkan memiliki sedikit teman karena jarang bersosialisasi. Begitu juga dengan anak usia dini, perkembangan sosialnya akan mengalami kesulitan jika ia memiliki sikap pemalu ini. Maka kita sebagai orang tua harus dapat mencegah sikap pemalu terus melekat pada diri anak.
Rosmalia Dewi (2005: 122) mengatakan, ciri-ciri anak yang pemalu sebagai berikut: kurang berani berbicara dengan guru atau orang dewasa lain, tidak dapat menatap mata orang lain ketika berbicara, tidak bersedia untuk berdiri di depan kelas, enggan bergabung dengan anak-anak lain, lebih senang bermain sendiri, tidak berani tampil dalam permainan, membatasi diri dalam pergaulan, anak tidak banyak bicara, anak kurang terbuka.
Dari ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa anak dengan sikap pemalu akan sulit bersosialisasi dan memiliki teman. Sebab, mereka cenderung diam, tidak mau bermain dengan temannya atau lebih suka bermain sendiri, bahkan terkadang jika diajak berkomunikasi mereka memilih tidak menjawab karena malu untuk mengucapkan sesuatu.
Ketika anak memiliki sikap pemalu akibatnya, antara lain:
- Potensi anak menjadi terkubur dan anak tak berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya
- Terhambatnya perkembangan individu
- Semakin tidak terasahnya kemampuan sosial individu, tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan
- Kurang informasi dan pergaulan
- Kurang pengalaman, menimbulkan kesulitan belajar apabila terjadi pada anak usia sekolah (g., 2018)