Untuk membuat sebuah katana--pedang yang biasa digunakan para samurai di negeri tirai bambu sana--yang tajam, kuat, dan tak mudah patah, dibutuhkan bahan baku pilihan yang disebut dengan tamahagane. Bahan ini lalu diproses dengan metode khusus dan tata cara tertentu, sehingga kemudian lahirlah sebuah katana pilihan sesuai yang diinginkan.
Pun, begitu halnya dengan kualitas keislaman setiap kita. Untuk menjadi seorang muslim yang tangguh, dibutuhkan dua hal pokok utama sebagai pembentuknya, yakni keimanan dan cara atau metode menempa keimanan itu. Islam mengenalkan dua hal ini sebagai rukun iman dan rukun Islam.
Keimanan--dalam agama Islam hal ini harus memenuhi 6 bagian rukun iman--mutlak adanya di dada setiap orang yang mengaku dirinya muslim. Sebab, tanpa itu, bohong hukumnya seseorang mengaku pengikut Nabi Muhammad Saw. Setelah keimanan itu lengkap, barulah kita berbicata rukun Islam.
Ibarat sebuah permata, tentu harus ada batunya dulu. Baru setelah digosok dan dibentuk, bakal terlihat kilaunya yang memukau. Pun, iman harus ada lebih dulu, baru saat digosok syariat, bakal tambah kilap pastinya. Nah, kalau imannya ini tak ada, lalu apa yang bakal digosok syariat?
Jika hanya fisik belaka yang dipaksa mengucapkan syahadat, melakukan shalat, berlapar saat ramadhan, memberikan zakat, atau berhaji, pastinya yang didapat hanya kesemuan. Maka, hilanglah esensi syariat--para arifin menyebutnya hakikat. Padahal, islam itu satu paket, lahir dan batin, rukun iman dan Islam. Tak ada salah satunya, tak dapat disebut sempurna keislamannya.
So, jangan hanya terpaku pada urusan zhahir, batinnya juga diurusin lebih giat lagi ya bro/sist!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H