Minggu lalu, tepatnya hari Kamis, 12 September 2013 seorang adik kelas datang ke kosan dari kampung halaman untuk mengikuti tes Metrologi di ITB pada tanggal 15 September 2013 (semoga ia lolos seleksi. Amin). Sebenarnya, ia sudah memberi tahu saya tentang kedatangannya beberapa waktu sebelumnya, tapi ternyata saya, hehe (maaf). Beruntung, ketika ia datang, saya berada di kos dan belum ke kampus, alhasil dia bisa masuk ke tempat yang menjadi penginapannya selama beberapa hari selanjutnya.
Mungkin fenomena adik kelas menginap ini sudah biasa di kalangan mahasiswa atau perantau, tapi jujur ini adalah kali pertama seorang adik kelas menginap di tempat saya. Sebuah kesenangan dan kehormatan tersendiri bagi saya.
Walaupun kosan saya tidak terlampau luas, tapi nyatanya kami berdua dapat tidur dengan nyenyak tiap malam, paling tidak itu yang saya rasakan. Berbagi ruang yang biasanya dirajai sendiri, tapi kini harus mengikhlaskan setengahnya untuk orang lain yang sejujurnya tidak saya kenal dengan dekat. Namun, karena rasa “satu daerah” maka saya memberikan wilayah kekuasaan saya tersebut.
Banyak hal yang dapat saya petik dari kedatangan adik kelas saya kemarin tersebut, salah satunya adalah cepat-cepatlah memberi sebelum diberi, memberilah dan biarkan alam yang mengatur kelanjutannya. Jadi begini, ketika kemarin dia menginap, sangat jarang saya berada di kos. Pulang dari kampus sekitar pukul 11 malam bahkan lebih karena ada kumpul angkatan ataupun mengerjakan tugas. Otomatis, dia sendirian di kosan. Mau tak mau, kunci kos saya berikan kepada dia, saya percayakan sepenuhnya. Alhamdulillah dia dapat diberi amanah.
Merujuk pada hadis, Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sodaqoh. (HR. Al-Baihaqi) dan Tiap-tiap amalan makruf (kebajikan) adalah sodaqoh. Sesungguhnya di antara amalan makruf ialah berjumpa kawan dengan wajah ceria (senyum) dan mengurangi isi embermu untuk diisikan ke mangkuk kawanmu. (HR. Ahmad), sepertinya apa yang saya dapatkan selama adik kelas saya menginap adalah bukti nyata dari hadis tersebut. Mungkin banyak yang berpikiran bahwa dengan ada yang menginap malah akan repot di tuan rumah, ternyata pemikiran seperti itu tidak sepenuhnya benar. Ketika dia menginap, justru saya yang banyak mendapatkan kebaikan seperti dapat camilan yang dibawa dari Lumajang, bisa makan bersama (enggak kesepian lagi euy), dimasakin nasi untuk sarapan maupun makan malam, dan yang tidak kalah enak adalah bisa merasakan bumbu pecel khas orang Lumajang :D
Apa hanya itu? Tentu tidak, salah satu yang sangat saya ingat adalah ketika saya sedang di kampus dan ada sms masuk. Eh, ternyata dari adik kelas saya itu. Taukah kamu isi sms nya? Tentu tidak, haha. :p. Ia mengirim sms yang isinya, “Mas, samean wes mangan? Lek durung, aku masak sego rodok akeh” ‘Mas, kamu sudah makan? Kalau belum, aku masak nasinya agak banyak”. Entah mengapa, sms singkat itu seakan berarti buat saya. Lebay? Suka-suka sih, tapi yang jelas saya merasa diperhatikan. Saya merasa berada dalam pikiran dia dalam artian dia peduli pada saya. Alhamdulillah.
Tenang, masih ada cerita lain yang hanya ada jika ia menginap di kosan saya. Jadi sering kali dia yang membangunkan saya ketika pagi hari, membangunkan untuk sholat subuh ketika alarm dari laptop dengan volume yang sudah di set 100% tidak berefek walaupun sudah menjerit sejak pukul 4 pagi. Bahkan, dia yang
menyelamatkan saya ketika saya hampir terlambat masuk kuliah pada hari Jumat yang lalu, hehe. Alhamdulillah.
Saya tidak tau pasti kebaikan apa yang Allah catat sebagai sodaqoh, tapi mungkin kerelaan saya untuk berbagi kos yang menjadikan segala kebaikan ataupun rejeki saya beberapa waktu yang lalu seakan rontok dari langit, datang tanpa diminta. Jadi, kenapa harus takut untuk berbagi? Yuk berbagi :)
Salam,
Bang Satya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H