Dalam suatu kebijakan/program yang berkaitan dengan pembangunan, kerapkali persoalan yang diangkat yakni mengenai dampak dari suatu kebijakan/program tersebut. Dampak dari suatu kebijakan/program seringkali dilihat sebagai hasil akhir dari suatu kebijakan/program. Pada kenyataannya, dampak merupakan suatu hasil akhir dari proses keterlibatan berbagai aktor dalam suatu puatu kebijakan/program. Untuk mengetahui sejauh mana nilai kebermanfaatan dampak tersebut serta bagaimana impementasi dari suatu kebijakan/program, apakah sesuai dengan tujuan, indikator serta tepat sasaran, maka diperlukan adanya evaluasi.
Evaluasi merupakan instrumen bagi pengawasan manajerial untuk mendapatkan hasil yang sesungguhnya dibandingkan dengan hasil yang diharapkan. Berdasarkan konsep demikian, maka hasil evaluasi apabila difokuskan pada suatu usaha tertentu dapat menyediakan informasi yang penting untuk membuat keputusan, serta dapat menilai manfaat atau kegunaan tertentu dari suatu kebijakan. Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima. Rencana program dan rencana kegiatan hanya dapat dibuktikan dengan adanya evaluasi. Evaluasi juga harus melembaga dan membudaya sehingga kemanfaatannya senantiasa berkelanjutan (Dunn, 2010).
Dalam proses evaluasi, terdapat banyak alat analisis yang dapat digunakan diantaranya Cost Benefit Analysis, Impact Assesment, analisis Delphi, dan lain sebagainya. Salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengevaluasi adalah outcome mapping.
Outcome Mapping adalah salah metode perencanaan dan penilaian perubahan sosial serta kinerja internal suatu program dan organisasi yang bersifat terintegrasi dan partisipatoris, berfokus pada perubahan perilaku dari pihak-pihak yang terlibat dalam program, berorientasi pada proses pembelajaran sosial dan organisasi (Development Studies Foundation, 2010). Di dalam outcome mapping ini terdapat proses merencanakan; siapa yang berperan, serta hubungan satu sama lain; bagaimana cara mencapainya; dan bagaimana kita mengetahui kemajuannya.
Metode evaluasi Outcome Mapping dikembangkan oleh International Development Research Centre (IDRC) pada tahun 2001 dengan tujuan untuk menjawab kesulitan dalam proses evaluasi suatu program yang berkaitan, membuktikan relasi sebab akibat, mengukur suatu dampak dari adanya program, serta keseimbangan antara akuntabilitas dengan proses pembelajaran.
Outcome Mapping menitik beratkan pada hasil yang spesifik, yakni capaian (outcome) dari suatu program yang didefinisikan sebagai perubahan-perubahan dalam perilaku, hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan atau aksi-aksi sejumlah orang, kelompok dan organisasi-organisasi dengan siapa sebuah program berkaitan langsung. Hasil-hasil ini secara logis dapat dikaitkan pada aktivitas suatu program meskipun tidak selalu harus langsung disebabkan oleh kegiatan tersebut. Sedangkan perubahan perilaku (behavioral change) dianggap penting kontribusinya dalam pencapaian tujuan akhir program. Dengan kata lain, secara garis besar outcome mapping difokuskan pada:
- Perubahan perilaku (Behavioral change). Outcomes atau hasil, didefinisikan sebagai perubahan-perubahan dalam perilaku, hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan atau aksi-aksi sejumlah orang, kelompok dan organisasi-organisasi dengan siapa sebuah program berkaitan langsung. Hasil-hasil ini secara logis dapat dikaitkan pada aktivitas suatu program meskipun tidak selalu harus langsung disebabkan oleh kegiatan tersebut.
- Mitra Batas/Mitra Langsung (Boundary partners). Adalah individu, kelompok dan organisasi dengan siapa program langsung berinteraksi dan dengan siapa program mengantisipasi kesempatan-kesempatan untuk mempengaruhi. Kebanyakan kegiatan tersebut akan melibatkan hasil jamak karena mempunyai banyak mitra batas.
- Kontribusi: Dengan menggunakan Outcome Mapping, sebuah program tidak mengklaim pencapaian dampak pembangunan; sebaliknya, fokusnya ditujukan pada kontribusinya terhadap hasil yang dicapai. Hasil pencapaian, pada saatnya, akan meningkatkan kemungkinan adanya dampak pembangunan – tetapi hubungan ini tidak harus sebagai penyebab dan efek langsung.
Dalam tataran praktis, outcome mapping merupakan alat dan panduan yang memandu suatu proyek atau program melalui proses iteratif untuk menemukenali perubahan yang diinginkan dan bekerja bersama antar pelaku untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hasil dari suatu program diukur dengan melihat perubahan perilaku , aksi dan hubungan antar individu, grup maupun organisasi dengan pihak dimana program diperuntukkan secara langsung dan mencari pengaruh (Smutylo, 2005 dalam Deprez, dkk, 2010).
Dalam praktiknya, outcome mapping dapat dilakukan bersama dengan alat-alat perencanaan program yang lain seperti: Analisis kekuatan dan kelemahan(SWOT analisys), analisis situasi(situational analisys),pemetaan para pihak(stakeholder mapping) ataupun dikombinasikan dengan model pendekatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi program lainnya, misalnya:Logframe, cerita perubahan yang berarti(Most Significant Change), dan manajemen berbasis hasil(Result-Based Management). Bahkan, kenyataan saat ini menunjukkan bahwa setiap program yang memakai outcome mapping melakukan penyesuaian yang dianggap perlu agar pas dengan realitas dan kebutuhan program itu.
Outcome mapping meletakkan sebuah visi mengenai perbaikan manusia, sosial dan lingkungan yang diharapkan akan dapat didukung oleh program, dan kemudian memfokuskan pada monitoring dan evaluasi mengenai faktor-faktor dan aktor-aktor dalam wilayah pengaruh langsung program tersebut. Kontribusi program terhadap pembangunan direncanakan dan diperkirakan dampaknya menurut pengaruh terhadap peran serta para mitra langsung untuk mewujudkan suatu perubahan. Pada intinya, pembangunan dapat berlangsung oleh dan untuk manusia. Outcome Mapping tidak mengecilkan pentingnya perubahan keadaan (misalnya keadaan perekonomian yang semakin menguat), tetapi outcome mapping lebih menekankan pada suatu perubahan yang terjadi dalam suatu keadaan, ada perubahan perilaku yang saling berkorelasi satu sama lain.
Outcome mapping merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan dalam suatu pemantauan dan evaluasi yang terpadu dan paling baik digunakan saat awal program setelah fokus utama program ditentukan. Hal ini berarti bahwa suatu program terlebih dahulu perlu menetapkan arah strategis atau isu utama sebelum mengembangkan sebuah kerangka outcome mapping. Langkah persiapan ini sering disebut “Step 0” yang diterjemahkan sebagai “Langkah 0”.
Langkah 0 dilakukan sebelum tahap Rancangan Terarah dilakukan. Waktu yang dibutuhkan sangat bervariasi tergantung pada jenis dan cakupan program yang akan dilakukan. Langkah nol dapat dilakukan melalui lokakarya yang dihadiri oleh perwkilan dari berbagai pihak. Yang terpenting dalam langkah nol ini adalah, dengan adanya tahapan ini pelaksana program dapat membuat keputusan tentang pilihan-pilihan paling strategis, serta informasi dan pandangan yang memadai sesuai konteks program.
Setelah langkah 0 dilakukan, maka outcome mapping membantu dalam memilih siapa yang akan dipengaruhi, dalam hal apa, dan melalui kegiatan apa. Hal ini memungkinkan suatu program untuk merancang sebuah sistem pemantauan dan evaluasi yang dapat membantu mendokumentasikan dan mengelola hasil capaian program. Pada umumnya, outcome mapping sangat efektif bila digunakan sejak tahap awal perencanaan, karena membantu pemfokusan program dalam mendukung perubahan yang spesifik pada mitra batasnya. Jadi, outcome mapping dapat membantu dalam menjelaskan tujuan program yang ingin dicapai, dengan siapa program tersebut dijalankan, dan bagaimana prosesnya. Outcome mapping juga mendorong program untuk secara teratur melihat bagaimana cara meningkatkan kinerjanya. Outcome mapping juga dapat digunakan sebagai perangkat untuk melakukan penilaian akhir program, jika tujuan dari evaluasi akhirnya adalah untuk mempelajari program secara keseluruhan.
Salah satu aspek penting dari outcome mapping adalah fakta bahwa metode ini didasari dari suatu pola pikir (paradigma) yang berbeda. Outcome mapping didasari logika berpikir alternatif dan mendorong praktik monitoring dan evaluasi yang berorientasi pada pembelajaran.
Dalam suatu program pembangunan, seringkali suatu program dilihat secara linier seperti pada Gambar 1.1, dimana runutan pola pikir tersebut berasumsi bahwa terdapat hubungan sebab akibat yang linier (satu arah). Di samping itu terdapat anggapan bahwa proses perubahan dapat diperkirakan dengan tepat. Namun pada kenyataannya menunjukkan bahwa hubungan antara input – kegiatan – output – outcomes dan dampak kurang dapat dan lebih kompleks daripada asumsi-asumsi dalam sebuah kerangka perancanaan program diprediksi. Kompleksitas tersebut digambarkan dalam kotak hitam seperti Gambar 2.2.
Dalam kenyataannya, proses pembangunan tidak bersifat linear dan hasilnya tidak selalu dapat diduga dengan tepat. Terdapat banyak faktor dan aktor yang saling berhubungan dan berinteraksi dalam program, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Pada dasarnya, suatu pembangunan terletak pada bagaimana manusia saling berhubungan satu sama lain dan bagaimana ia interaksi dengan lingkungannya, sehingga fokus dari outcome mapping ditujukan kepada manusia itu sendiri. Hal baru dari metodologi ini adalah metode ini semata-mata tidak hanya melihat dampak pembangunan suatu program (didefinisikan sebagai perubahan keadaan – misalnya, relevansi kebijakan, pengentasan kemiskinan, arau penurunan konflik) menuju perubahan dalam perilaku, hubungan, aksi atau kegiatan sekelompok orang, kelompok, dan organisasi dengan siapa program pembangunan tersebut berhubungan langsung melainkan lebih mengenali dan mengakui kompleksitas proses pembangunan, serta berupaya menyediakan pendekatan dan perangkat yang sesuai untuk lebih memahami proses yang kompleks tersebut. Pergeseran cara pandang ini secara signifikan dapat mengubah cara sebuah program dalam memahami sasaran dan bagaimana memperkirakan kinerja dan hasilnya. Harapannya, dengan adanya outcome mapping suatu program dapat dirancang dengan lebih baik sehingga dapat berkontribusi lebih maksimal demi tercapainya dampak yang diharapkan.
Dalam pelaksanaannya, outcome mapping terbagi menjadi tiga tahapan. Tahapan pertama adalah rancangan terarah (intentional design) yang membantu program dalam membangun kesepakatan bersama tentang perubahan tingkat makro yang ingin diwujudkan serta merencanakan strategi yang akan digunakan. Tahap ini membantu menjawab empat pertanyaan:
·Mengapa? (Apa visi program?)
·Siapa? (Siapa mitra langsung program?)
·Apa? (Apa saja perubahan yang dicari?)
·Bagaimana? (Bagaimana program akan berkontribusi pada proses perubahan?)
Tahap kedua adalah monitoring capaian dan kinerja program. Bagian ini memberikan kerangkan untuk memantau kegiatan yang sedang berlangsung dan bagaimana “kemajuan” dari mitra langsung terhadap pencapaian hasil. Dalam tahapan ini, meliputi penyediaan alat pengumpulan data untuk berbagai elemen yang diidentifikasi dalam rancangan terarah, seperti penada kemajuan program (capaian program), strategi dalam mencapai keberhasilan suatu program, dan kinerja program.
Tahap ketiga adalah perencanaan evaluasi. Tahap ini membantu program untuk mengevaluasi prioritas evaluasi dan mengembangakn rencana evaluasi. Adapun tahapan outcome mapping dapat dilihat pada gambar berikut.
Kesimpulan
Secara umum penggunaan outcome mapping berfokus pada perencanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap perilaku sasaran, tindakan, dan hubungan-hubungan yang terjadi dalam ruang lingkup pengaruh suatu program. Pendekatan melalui kogika tertentu yang dimiliki outcome mapping merupakan pendukung yang inovatif dalam melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi serta untuk menemukan indikator keberhasilan dari suatu program.
Melalui logika tertentu, outcome mapping menawarkan pendekatan alternatif untuk mengantisipasi perubahan sosial suatu program yang kompleks dan perubahan karakter sosial yang tak terduga. Outcome mapping berfokus pada proses perubahan dibandingkan atribut, membantu dalam usaha meningkatkan kapasitas pembangunan dan mendorong pembelajaran dan refleksi ke dalam program. Outcome mapping mempromosikan ide bahwa esensi pembangunan adalah hubungan antar manusia dan lingkungannya, oleh karena itu outcome mapping menempatkan pelaku dalam program sebagai pusat perancangan dan proses monitoring dan evaluasi.
Daftar Pustaka
________.2010. Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi dengan Outcome Mapping. Development Studies Foundation.
Deprez, Steff, dkk. 2010. Outcome Mapping : Jejak Perubahan Menuju Keberhasilan.Denpasar : PT. Cintya.
Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 03 Tahun XVII/2011.
Roduner, Daniel et. al. 2008. Logical Framework Approach and Outcome Mapping A Constuctive Attempt of Synthesis. ETH Zurich.
http://www.outcomemapping.ca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H