Mohon tunggu...
Atikah Djunaedi
Atikah Djunaedi Mohon Tunggu... Guru - Freelance Translator | Certified German Teacher |

Ich schreibe was ich schreiben moechte.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dari Kerja Kantoran Menjadi Guru Honorer

25 September 2022   20:57 Diperbarui: 25 September 2022   21:01 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya yakin menjadi guru honorer bukanlah cita-cita  paling diidamkan seseoramg. Sering kita mendengar keluh kesah penderitaan guru honorer yang bergaji (kebanyakan) dibawah UMR .  

Teringat dahulu saya sering berkomentar agak sinis kepada guru honorer yang sering berkeluh kesah , "kalau tidak mau gaji minim , ya jangan jadi guru honorer!", begitulah kira-kira komentar congkak yang sering saya sematkan pada yang keluh kesah tersebut. 

Maafkan saya atas kecongkakan tersebut, bukan maksud menghina tetapi lebih ke mengingatkan berapapun gaji yang diterima sepatutnya disyukuri.

Begitupun saya pun tidak bercita-cita ingin jadi guru honorer meskipun saya lulusan Universitas Bidang Kependidikan. Lalu, kenapa saya memutuskan untuk menjadi seorang guru yang notabene adalah "guru honorer" pada titik akhir karir saya? , mungkin akan terdengar naif apabila saya terangkan alasan saya .

Pada tahun 2000 saya lulus Universitas Negeri yang mencetak  tenaga pendidik di Bandung ,  saya tidak mencari kerja sebagai guru melainkan mencari kerja di perusahaan swasta dengan alasan , "males jadi guru honorer dengan gaji yang cukup hanya untuk membeli bedak saja".  

Singkat cerita saya berhasil mendapatkan kerja di berbagai perusahaan swasta dengan posisi yang lumayan menengah   tentu saja dengan gaji yang cukup lumayan. 

Tetapi jmeskipun demikian, jauh dalam lubuk hati saya , saya tetap berkeinginan untuk mampu menyalurkan ilmu yang telah saya pelajari,  dalah hal ini menjadi seorang pengajar , karena saya berpikir buat apa saya belajar bahasa Jerman sampai ke Jerman kalau ilmu tersebut dipendam tanpa ditransfer ke generasi lain. 

Maka saya bertekad sambil bekerja saya pun merefresh otak saya dengan melanjutkan studi saya di kota Bogor sampai lulus sehingga saya menjadi lebih pede untuk pindah haluan menajdi pengajar atau guru. Saya tidak lagi mempermasalahkan dengan status guru honorer ataupun PNS (karena kalau jadi PNS sudah impossible ), yang penting saya bisa mengajar.

Selama 15 tahun menjadi karyawan kantoran di Ibu Kota Jakarta .  Wanita satu-satu dari kampung yang menjadi wanita karir di Jakarta, malah sampai pernah bertugas di Jawa Tengah juga.  

Pada tahun 2019 seperti yang kita ketahui kejadian luar biasa "Covid " melanda dunia dan lambat laun berpengaruh besar pada hampir seluruh perusahaan di Indonesia. 

Saya yang bekerja di "manufacturing" yang memproduksi barang -barang 100% di eksport ke luar negeri tentu saja terkena imbasnya sangat besar, cancel order berdatangan dari buyer-buyer luar ,  yang berdampak pada keuangan perusahaan. 

Tapi Perusahaan tempat saya bekerja tidak sampai merumahkan karyawannya, hanya tekanan dan tuntutan pekerjaan lebih besar kami rasakan, saat itu saya sudah mulai tidak nyaman dengan kerjaan kantor. Disitulah saya bertekad untuk ganti haluan, keluar dari kerjaan sekarang dan beralih menjadi pengajar. 

Penentangan tentu saja berdatangan dari orang tua maupun saudara meskipun mereka tidak secara frontal menyatakan tidak setuju kalau saya keluar, tentu saja alasan mereka wajar karena pada waktu itu pas anak saya masuk salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Timur yang tentu saja memerlukan biaya yang lumayan, mereka khawatir dengan pendapatan sebagai guru honorer tidak akan bisa menutupi biaya kuliah dan kost, ya memang iya , dengan penghasilan yang hanya 25% dari gaji karyawan kantor , kalau secara perhitungan manusia "sangat tidak mencukupi". 

Tetapi saya yakinkan mereka bahwa ada rejeki lain disamping gaji honorer tersebut. Kenapa saya yakin bahwa akan ada rejeki lain selain dari gaji seorang guru honorer, ya karena saya sudah mempersiapkan keahlian lain yaitu sebagai penerjemah lepas dan saya berniat begitu saya keluar dari kerja kantoran saya akan lebih fokus ke bidang kebahasaan .

Satu tahun sudah saya menjadi pekerja serabutan , ya sebagai guru honorer di sekolah, instruktur bahasa online , penerjemah lepas bekerja sama dengan agensi lokal dan internasional , meskipun belum menjadi penerjemah terkemuka tetapi saya sudah menjadi translator tetap untuk  beberapa agensi. 

Satu hal yang bisa saya simpulkan , tidak ada kata terlambat untuk kembali ke passion kita .  Terus kembangkan keahlian terpendam dan jangan berhenti belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun