Tapi Perusahaan tempat saya bekerja tidak sampai merumahkan karyawannya, hanya tekanan dan tuntutan pekerjaan lebih besar kami rasakan, saat itu saya sudah mulai tidak nyaman dengan kerjaan kantor. Disitulah saya bertekad untuk ganti haluan, keluar dari kerjaan sekarang dan beralih menjadi pengajar.Â
Penentangan tentu saja berdatangan dari orang tua maupun saudara meskipun mereka tidak secara frontal menyatakan tidak setuju kalau saya keluar, tentu saja alasan mereka wajar karena pada waktu itu pas anak saya masuk salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Timur yang tentu saja memerlukan biaya yang lumayan, mereka khawatir dengan pendapatan sebagai guru honorer tidak akan bisa menutupi biaya kuliah dan kost, ya memang iya , dengan penghasilan yang hanya 25% dari gaji karyawan kantor , kalau secara perhitungan manusia "sangat tidak mencukupi".Â
Tetapi saya yakinkan mereka bahwa ada rejeki lain disamping gaji honorer tersebut. Kenapa saya yakin bahwa akan ada rejeki lain selain dari gaji seorang guru honorer, ya karena saya sudah mempersiapkan keahlian lain yaitu sebagai penerjemah lepas dan saya berniat begitu saya keluar dari kerja kantoran saya akan lebih fokus ke bidang kebahasaan .
Satu tahun sudah saya menjadi pekerja serabutan , ya sebagai guru honorer di sekolah, instruktur bahasa online , penerjemah lepas bekerja sama dengan agensi lokal dan internasional , meskipun belum menjadi penerjemah terkemuka tetapi saya sudah menjadi translator tetap untuk  beberapa agensi.Â
Satu hal yang bisa saya simpulkan , tidak ada kata terlambat untuk kembali ke passion kita . Â Terus kembangkan keahlian terpendam dan jangan berhenti belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H