Saat kere, aku cuma bikin mi rebus, pake sayur, pake telor, yang telornya jadi gosong dan bumbunya ternyata kebanyakan buat kamu jadinya asin. Cuma kuahnya yang nggak kamu abisin. Dan itu lho, yang bikin aku baper, you never complained about my cook, even if its salty. Yeah well you said its salty but still, kamu habisin semuanya. Susah tau, nggak baper?
Kamu tahu, cuma sama kamu aku begitu Mas jelek.
Repot-repot bikinin buat orang, apalagi kamu makannya banyak. Ya kan? Udah diperlakukan so very special. Idiot kalo kamu nggak sadar. Yang akhirnya aku tahu itu nggak benar.
Justru, karena kamu tahu, kamu bilang kata-kata haram jadah itu. Hahahaha. JANGAN BAPER.
So simple, yet so damn hurting.
Dan setelah makan, kamu pasti akan ngerokok. Lalu aku tanya, “hari ini rokok udah berapa?”. Dan kamu jawab dengan mengacungkan sepuluh jarimu. Atau lebih ya? Rokoknya maksudku, bukan jarinya. Lalu kamu bilang, ‘sampai yang kedua puluh kita bubar (maksudnya masuk ke ‘rumah’ masing-masing).
Dan kadang, tanpa menunggu aku usir, hehe, kamu akan menggeser tempatmu duduk sejauh mungkin dariku, karena kamu tahu aku rewel soal rokok.
Dan pernah kita makan bertiga ama suamimu, eh maksudku sahabat kentalmu yang bikin cemburu itu (hellooooo). And we have chit chat here and there, and I can’t stop myself of being happy. You are being blessed with that friend, aren’t you? Dan dia juga yang suggest (setelah aku nanya sih), buat mulai nulis di Kompasiana. Dan mungkin, entah kapan. Atau mungkin juga enggak. Dia akan baca ini, lalu kasih lihat ke kamu.
Hatiku penuh.
Memikirkan kamu yang tidak memikirkanku. What a pity me?
Lalu saat aku ketinggalan kereta. Tanggal 5 Januari kemarin. Dan saat itulah kamu memutuskan untuk Voila! Muncul lagi. Dan kita ketemu lagi. Apa itu kebetulan?