05 July 2016
Hari kedua saya masih menikmati perjalanan yang membawa langkah kaki menuju Ranah Daeng. Jarum jam menunjukkan pukul 9 pagi, dan saya sama sekali belum beranjak dari kasur. Selepas sholat shubuh saya merebahkan kembali badan di tempat tidur, mematikan AC, mengecilkan volume televisi dan membuka jendela kamar, membiarkan udara pagi Makassar menyeruak ke kamar 207 di lantai dua ini.
Selasa ini rencana saya ingin berkunjung ke Bantimurung dan Leang-Leang, namun niat itu segera diurungkan tak kala terik matahari Makassar menyengat dari luar kamar. Ah ingin rasanya hari ini cukup bermalas-malasan saja di penginapan sampe bedug magrib, buka puasa dan takbiran. Membayangkan naik-turun pete-pete, berjam-jam dan mengitari Bantimurung dalam kondisi bulan puasa seperti ini membuat saya sedikit sangsi untuk melangkah.
Tidak efisien sepertinya. Sembari chatingan dengan travelmate di Jakarta sana, saya masih mencari-cari ide untuk city tour hari ini. Teman-teman pada pulang kampung dan sibuk mempersiapkan lebaran esok hari. Rental motor? Ah, siapa yang mau bawa? Tapi tetiba saya ingat aplikasi ojek online. Aha,,, why not?
Taraaa...finally di jam 10 pagi itu saya meluncur meninggalkan Wisma Jampea, memulai city tour Makassar dengan babang Gojek yang setia menemani. Helloo langit Makassar..Selamat pagi..
Yang unik adalah tentunya percakapan yang terjadi disepanjang perjalanan. Aplikasi Gojek memang belum lama masuk ke Kota Makassar dan tentunya hampir sama dengan kota metropolitan lainnya, pro dan kontra pasti banyak terjadi. Penerimaan masyarakat pun beragam, karena itulah driver Gojek yang menjemput saya pagi ini adalah seorang anak muda, bercelana jeans selutut, kaos, jaket dan helm hitam. Tidak ada satupun atribut Gojek yang melekat didirinya. Saya pun dengan PD melenggang dari penginapan setelah diinfo oleh security kalau jemputan saya sudah datang.
Menjadi solo traveler terkadang juga menimbulkan ketakutan tersendiri bagi saya. Takut tersesat, takut kenapa-napa dan sering hal-hal negatif datang menghantui. Tapi segera semua saya usir jauh-jauh dari pikiran. Selagi niat baik, Insya Allah semesta pun akan mendukung dalam segala hal kebaikannya.
Driver yang kedua ini memakai atribut lengkap, jacket (meski dibalik) dan helm hijau andalan Gojek. Saya menunggu lumayan lama, tadinya sudah agak was-was karena dari GPS aplikasi lokasi sang driver lumayan jauh darititikpenjemputan. Seperti biasa obrolan pun dibuka.
Dan ujung-ujungnya dia menawarkan diri untuk menunggu. “Saya ngambil poto bisa 1sampai2 Jam lo Mas, kasihan nunggunya lama.” Saya masih memakai panggilan Mas, karena bingung menggunakan panggilan apa untuk lelaki Makassar. Daeng? Ketinggian. Kakak? Hallah itu buat perempuan cocoknya. Bang? Hhhm terkesan tidak enak di dengar. “Ga pa pa Kak, daripada saya kosong baliknya.”
Taraaaa...akhirnya jadilah si babang ini yang setia menemani saya hampir 7 jam berkelana di hari kedua di Sulawesi. Dia bak guide dadakan, sepanjang perjalanan motor dia juga tidak henti-hentinya mengenalkan daerahnya. “Ini dulu gedung kampus ... sekarang pindah.” “Ini ...dan bla-bla-bla. Sampai ditempat tujuan pun dia mendampingi saya sambil bercerita dan bersabar menunggu.
“Tahu Kak, tapi saya tidak ingat persisjalannya. Mau ke sana? Nanti kita tanya-tanya saja dan lihat GPS.”
Bisa ditebak, kami pun menuju lokasi ke dua dengan mengandalakan GPS (Gunakan Penduduk Setempat). Bertanya sana-sini dan berhenti sesuka saya ketika menemukan view ciamik untuk dijepret. Selepas dari Benteng Somba Opu pun dia masih dengan ikhlas mengantarkan saya ke pull Bus Litha di Jl. Urip Sumoharjo untuk membeli tiket keberangkatan Toraja esok hari.
Dan ... saya masih belum tahu harus membayar berapa untuk semua ini. Tidak ada deal-dealan di awal. Tapi karena keramahannya yang luar biasa dan saya bukanlah tipe orang yang tutup mata akan hal itu. Paotere-Sungguminasa-Benteng Somba Opu-Urip-Jampea adalah rute saya bersama babang gojek di hari kedua eksplorasi saya di Kota Makassar.
Kesimpulannya adalah jangan pernah ragu ketika melangkah. Luruskan niat, bulatkan tekat, dan melangkahlah dengan keyakinan. Traveling is not only about money but also about special things that only can be learnt in the way.Keep Traveling, keep going. Mari berkunjungke Makassar, Makassar tidakasar, adababangGojek yang selalu siap menangkis kegusaran.
Pelabuhan Paotere bisa dibilang Sunda Kelapanya Makassar, tempat bersandar dan berlabuhnya kapal-kapal besar maupun kapal-kapal kecil yang berlayar ke pulau penduduk sekitar. Berlokasi di Kecamatan Ujung Tanah dan menjadi bukti hidup Kerajaan Gowa-Tallo zaman dulunya.
HTM (Harga Tiket Masuk) :
Pelabuhan Paotere : tidak ada biaya retribusi apapun
Museum dan Istana : seikhlasnya
Benteng Somba Opu : O rupiah.
So...... kapan mau berkunjung ke Makassar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H