Dari lokasi camping menuju puncak sekitar 3 jam-an santai. Dengan prediksi waktu tersebut, dapat dipastikan matahari akan rancak bersinar ketika kaki sudah menyentuh puncak atau spot terbaik lembu untuk menyaksikan matahari terbit.
Tapi lagi-lagi, manusia hanya bisa berencana, alam pun bisa berubah kapan saja. Jam 3 pagi alarm sudah berbunyi, aku singkap mata dibalik sleeping bag dan dengungan nyamuk sudah tidak lagi berputar-putar di telinga. Aku sudah bersiap membangunkan yang lain. Tapi tak ayal, kabut pun menutupi pandangan.
Aku sempat bingung menentukan arah, kerlap-kerlip lampu keramba Jatiluhur tidak terlihat lagi, tenda-tenda pun entah di mana mereka berdiri. Aku sempat merinding sedikit gusar, kalau saja tidak melihat teman yang tidur di sebelah dengan SB nya aku mungkin sudah panik tidak ketulungan.
Aku memutuskan kembali menyuruk di balik SB merah, meski tak sama sekali dingin tapi nyamuk-nyamuk pemangsa darah yang aku risihkan. Sudahlah, tidak akan ada sunrise di pagi ini dengan kondisi cuaca kabut seperti ini. Aku berparadigma sendiri dan kembali merajut mimpi.
[caption caption="Trek menuju puncak pagi hari "]
Trek pertama sebelum pendakian masih tergolong landai sampai menuju Pos 1. Dan ternyata lokasi camp dan pos 1 sangat begitu dekat, lima menit saja. Jalur yang sesungguhnya adalah setelah dari Pos pertama ini, tanjakan tinggi tanpa ampun, bambu kiri-kanan dan keseimbangan badan yang sangat diperlukan.
Sepanjang jalur masih didominasi pepohonan bambu, tapi untunglah cream anti nyamuk sudah dioles keseluruh anggota badan yang terbuka. Nyamuk-nyamuknya sungguh luar biasa.
Terus – terus – terus dan terus naik. Lima kali melangkah, atur nafas, terus naik dan tidak menengok ke atas. Trek tanjakan yang cukup panjang. Belum menemui akhir sebuah slogan penyemangat terpampang di jalur pendakian “JANGAN MENYERAH.”
Kelanjutan dari tanjakan tinggi itu adalah bonus. Beberapa trek datar tapi setelahnya masih ada beberapa kali tanjakan dan tanjakan. Sampai di Pos 2 medan lain sudah menanti. Meski cukup datar tapi tergolong jalan setapak, kiri-kanan jurang, bebatuan dan merambah jalanan panjang.
Di kelembapan trek tak jarang juga akan sering ditemui binatang melata hitam panjang, bak ular tanah. Tapi itu adalah semacam cacing tanah, jalan lambat dan memang berukuran cacing. Kalau diteliti lebih dekat, bikin geli pastinya.
Beberapa menit yang tersisa menuju puncak, pemandangan Waduk Jatiluhur sudah membasuh penat di badan. Kekaguman akan waduk buatan ini akan tersirat tak kala melihat luasnya kiri-kanan sepanjang jalan menuju puncak. Sebuah Petilasan Mbah Raden Surya Kencana menandakan bahwa puncak sedikit lagi.