Minggu, 3 Agustus 2014
02.00,03.00,04.00........ Akh, hampir setiap jam dini hari aku tersentak tidur, merapatkan SB dan mengapit badan. Lima lapis baju, 2 lapis kaos kaki, 1 jilbab dan 2 kupluk ternyata juga tak mempan menangkis dinginnya Ranu Kumbolo dan pada akhirnya tubuhku benar-benar berontak di jam 04.30 pagi ini. Aku segera keluar tenda dan mencari tenda-tenda lain yang sedang menyalakan api unggun dan merapatkan barisan kesana, mencari panas dan tentunya juga berbagi cerita dengan para pendaki lain.
Ranu Kumbolo adalah sebuah base camp pendakian sebelum Kalimati untuk menuju puncak Mahameru. Kecantikan alam disini sudah tidak diragukan lagi dengan danau nan elok dikelilingi bukit-bukit hijau dan ditambah dengan sebuah tanjakan yang terkenal dengan sebutan Tanjakan Cinta. Tuhan sudah mempersembahkan semuanya untuk kita. Keagungan Mahakarya_Nya, kecantikan alam_Nya wajiblah kita jaga dan lestarikan. Begitu juga dengan Danau Ranu Kumbolo ini, sudah keharusan bagi kitalah para pendaki untuk tetap menjaganya dengan sepenuh hati dan jangan sesekali melakukan hal konyol seperti di bawah ini :
- Berenang di danau
- Buang air besar/kecil
- Mandi pakai shampoo, sabun dan hal kimia lainnya. Antisipasi hal tersebut dengan mengisi botol minuman dan membawanya kepinggir danau untuk cuci muka ataupun mencuci peralatan makan.
- Buah sampah sembarangan
Ingat !!! Setitik kita nodai, kelak akan membawa mudarat akan kelangsungan alam.
Berada diketinggian 2.400 mdpl dan memiliki sumber air yang melimpah juga membuat Ranu Kumbolo bak surga tersendiri bagi para pendaki. Tidak hanya itu di sini jualah sang surya dengan cantik akan menyapa dunia, pelan-pelan muncul dari balik bukit menyibakkan kemewahan dirinya. Tak urung aku jua berharap dapat menyapa sang mentari itu di pagi ini setelah 2 puncak (Sikunir dan Pananjakan II) sebelumnya dalam perjalanan long trip kali ini aku lewatkan.
Beranjak semakin pagi, kabut tebal tetap menyergap kawasan Ranu Kumbolo, hawa dinginnya tak kunjung jua reda dan kembali harap-harap cemas aku pasrah jika tak juga dapat menyaksikan kembali kemilau jingga di pagi hari. Dan benar …. Sang surya tak bisa menampakkan kecantikannya di Ranu Kumbolo, kabut sungguh sangat tebal. Tapi tak apa, setidaknya kembali aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai titik ini, pun demikian beranjak makin siang aku dapat juga ‘menantang’ mentari itu, membiarkannya memasuki aliran wajahku dan ucap syukur kembali aku haturkan ketika duduk sendirian disebuah bukit dipinggir danau .
Di Kawasan Ranu Kumbolo yang rata-rata suhu minimal -5Ëš - -20Ëš ini, selain pesona danau yang menawan hati juga terdapat beberapa plakat para pendaki yang meninggal serta sebuah Prasasti Ranu Kumbolo. Tapi sayang, seolah prasti tersebut terabaikan dan tak dilirik sama sekali oleh tamu-tamu Ranu Kumbolo.
Inilah alam luas yang dipersembahkan oleh Tuhan untuk hamba_Nya. Setiap kaki menjejak pancaran kemewahan itu tak henti-hentinya menyanjung Ranu Kumbolo dan aku kembali merendahkan diri akan keagungan Sang Pencipta.
“Terima kasih Ranu Kumbolo, kau mewakilkan salah satu surga keindahan di dunia ini dan kau juga telah menerima kami para ‘prajurit’ untuk dapat meninggalkan jejak kaki disini. Tenanglah selalu dalam kedamaianmu, persembahkan selalu pancaran pesonamu dan kami, akan lakukan tugas kami ; menjagamu, melestarikanmu dan akan tetap memanjakanmu sebagai suatu hamparan karunia Tuhan untuk alam semesta ini “ janji kami para pendaki.
Bersambung disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H