Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Airmata dan Karma Buat Ahok?

13 Desember 2016   17:26 Diperbarui: 13 Desember 2016   18:10 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menjadi terdakwa meneteskan air mata. Dalam penjelasannya di depan hakim, Ahok mengaku sedih karena dituduh melakukan penistaan agama.

Ahok yang selama ini berpegang pada kata aturan hukum, kini harus menghadapi tuntutan hukum. Karena hukum juga Ahok harus berada pada kursi pesakitan, yang bisa menjebloskan dirinya ke jeruji besi.

Dalam setiap kebijakannya, Ahok menjadikan aturan hukum sebagai panglima. Bahkan saat kebijakannya tersebut banyak masyarakat yang juga meneteskan air mata bahkan menangis meronta-ronta.  Ahok tetap tidak bergeming, dan teguh pada keputusannya yang berlandaskan hukum.

Sebut saja kebijakan penggusuran, berapa banyak orang yang menangis karena kebijakan Ahok tersebut. Goyahkan Ahok dengan tangis mereka, bisa kita lihat selama ini. Ahok hanya mengatakan hukum telah mengatur dan dia dicap sebagai orang raja tega.

Apakah air mata yang dikeluarkan Ahok pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut merupakan karma untuk dirinya?.  Dan apakah air mata yang dikeluarkan Ahok akan mempengaruhi penegakan hukum, atau minimal meraih simpati masyarakat?.

Jika air mata itu benar-benar tulus, kita bersyukur dan mengapresiasi Ahok. Tapi hukum tetap harus ditegakkan, sama seperti hukum ditegakkan kepada orang-orang dari kalangan rakyat biasa.

Apa yang kita tanam, itu juga yang kita panen. Kata itu juga layak disematkan kepada Ahok, ucapannya yang selama ini terkesan kasar dan seperti tidak punya rem, kini menjerat dirinya sendiri. Tidak sekali dua kali kita melihat, mendengar, membaca Ahok mengeluarkan kata-kata kasar yang ada unsur kotoran kepada orang lain.

Jika dulu kata-kata tersebut tidak ada yang menimbulkan persoalan, kini kata-kata Ahok terjerat pada aturan yang dia banggakan selama ini. Ahok telah menuai apa yang dia tanam. Jika dia sejak dulu mampu menjaga ucapannya, tentu dia tidak akan terjerat kasus seperti saat ini.

Ahok sendiri telah mengakui dirinya sulit menjaga ucapan, dan berjanji akan lebih hati-hati dalam mengucapkan sesuatu. Penyesalan memang selalu datang terlambat, dan sudah sejak lama banyak pihak yang mengingatkan Ahok agar menjaga etikanya. Selain dapat menyakiti pihak lain, ucapan kasar Ahok juga tidak baik karena dirinya merupakan pejabat publik.

Sebagai seorang laki-laki dan orang yang mengaku gentlemen, Ahok harus berani mempertanggungjawabkan ucapannya. Terlepas dari apapun keputusan hakim nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun