Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kasus Sumber Waras Lanjut, Bagaimana Nasib Ahok?

30 November 2016   06:08 Diperbarui: 30 November 2016   07:38 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ternyata, pengusutan kasus RS Sumber Waras belum dihentikan KPK. Kasus ini sempat menimbulkan polemik karena KPK menyatakan “tidak menemukan” perbuatan melawan hukum dalam kasus pembelian lahan milik RS Sumber Waras. Sedangkan dari audit BPK menyatakan ada kerugian Negara didalamnya.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua KPK Agus Raharjo, Selasa (29/11), Tangerang.  "Untuk Sumber Waras prosesnya masih berjalan. Tak dihentikan dan masih proses pengumpulan data baru," katanya. Agus memastikan, hingga kini pihaknya masih terus menyelidiki perkara RS Sumber Waras.

Dijelaskan oleh Agus, kalau BPK telah menemukan dua bukti baru dan akan melakukan pertemuan dengan BPK pekan depan. Kasus yang dianggap berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp 191,3 miliar, karena harga pembelian Pemprov DKI terlalu mahal. Kasus ini menyeret nama Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ketua KPK Sebut BPK Miliki Data Baru Soal Kasus Sumber Waras

Perlu diketahui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014 yang menyatakan pembelian tanah RS Sumber Waras berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp 191,3 miliar, karena harga pembelian Pemprov DKI terlalu mahal.

BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp 564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu, karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.

Dalam LHP, BPK antara lain merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan pajak bumi dan bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp 3 miliar.

Namun Ahok menilai bahwa pemprov setempat membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena nilai jual objek pajak pada 2014 sebesar Rp 20,7 juta per meter persegi.

Karena itu, menurutnya, Pemprov DKI Jakarta diuntungkan mengingat pemilik lahan menjual dengan harga sesuai NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar, sedangkan sesuai harga pasar nilainya lebih tinggi.

Ahok “Tidak” Konsisten Terkait Audit BPK?

Ahok pernah bersitegang dengan BPK terkait dengan hasil audit pembelian RS Sumber Waras. Meski dari hasil audit BPK mengindikasikan adanya kerugian mencapai Rp 191 miliar, Ahok meyakini kenyataannya tidak seperti itu. Ahok pun menyebutkan hasil audit investigasi BPK tersebut ngaco.

Diperiksa KPK Soal Sumber Waras, Ahok Audit BPK Ngaco

Kata-kata Ahok tersebut berbeda dengan pernyataan dia sebelumnya terkait dengan hasil audit BPK untuk TPST Bantargebang, terlihat Ahok sangat yakin BPK sudah menjalankan tugas dan fungsinya dengan benar.

Berdasarkan temuan BPK, PT Godang Tua Jaya sudah melakukan wanprestasi terhadap Pemerintah Provinsi DKI. Ahok seperti menggunakan standar ganda dalam menentukan kerugian Negara. Terkait dengan RS Sumber Waras Ahok menyebutkan ngaco, sedangkan TPST Bantargebang menyebutkan sudah benar. Kali ini Ahok kembali menjadikan audit BPK untuk menepis kritikan Anies Baswedan terkait serapan anggaran di DKI Jakarta.

Anies mengkritik penyerapan anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang rendah selama dua tahun kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.  Menurutnya serapan anggaran Pemprov DKI 2015 yang hanya 68 persen ‎dan 34 persen pada 2016 hingga November itu merupakan salah satu kendala mengatasi berbagai persoalan di Jakarta, termasuk banjir.  "Ada program, ada dananya. Kalau program terlaksana, dananya terpakai. Kalau program tidak terlaksana, dananya tidak terpakai," kata Anies di Jakarta, Selasa (29/11).

Mendapat sentilan dari Anies, Ahok justru heran jika penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 disebut rendah. "Kamu baca dong hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, siapa bilang rendah ya," ujar Ahok.

Pada 2015, Pemprov DKI Jakarta menyerap 70 persen dari total anggaran sebesar Ro68,28 triliun. Berdasarkan hasil audit BPK, laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Predikat ini satu tingkat di bawah opini terbaik yakni, Wajar Tanpa Pengecualian. Opini yang diberikan BPK ini masih sama dalam tiga tahun terakhir.

Per 29 Juli 2016, penyerapan dana APBD DKI Jakarta mencapai 33 persen atau setara Rp19,8 triliun. Serapan itu meningkat dibanding tahun 2015 sebesar 22,5 persen atau Rp13,4 triliun. (Sumber) Standar ganda yang dipakai oleh Ahok tersebut menimbulkan kesan kalau Ahok baru mengakui audit BPK jika tidak merugikan dirinya.

Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra Hasil audit BPK dijamin Undang-Undang Dasar (UUD). Sehingga tidak ada satu pihak yang berhak menilai hasil audit BPK. Hal yang sama juga disampaikan Politisi PDIPMasinton Pasaribu menilai hasil audit investigasi BPK terpercaya dan tak pernah meleset. “Tidak ada yang bisa menilai hasil audit BPK.

Kecuali yang bisa menilai kerja BPK hanya BPK negara lain, dalam konteks kerjasama BPK internasional. Seperti misalnya BPK Australia pernah minta BPK RI kita untuk memberikan second opinion terhadap audit yang dilakukan BPK Australia,” ujar Yusril.

Pernyataan Ahok yang menyebutkan audit BPK juga menuai kritikan dari PDI P. Ketua DPP Bidang Perekonomian, Hendrawan Supratikno yang juga  anggota Komisi XI DPR itu menuding balik Ahok, yang meragukan temuan awal BPK terkait.  "Ngaco. Ahok ngaco! Kan biasa dalam audit, BPK sampaikan temuan awal. Minta tanggapan dari yang diaudit (Pemda DKI), karena ada ketidaksamaan yang diaudit," kata Hendrawan kepada wartawan di gedung DPR Jakarta, Rabu (13/4).

Dia menyebutkan hasil audit BPK tersebut sudah laporan final dan Ahok sekarang sedang meneliti temuan BPK tentang adanya kerugian negara dalam pembelian lahan tersebut. "BPK bilang rugikan negara, perkaya orang lain. Ada indikasi melanggar hukum. Ahok sepertinya melanggar hukum," tegasnya.

Saat ditanya motif Ahok menyalahkan BPK dengan menyebut hasil audit tersebut ngaco, Hendrawan menduga mantan Bupati Belitung Timur itu sedang mencoba membela diri dengan membangun opini publik. "Motif Ahok hanya perkuat pandangannya, manfaatkan sentimen publik terhadap krisis kepercayaan kepada lembaga-lembaga. Seolah-olah lembaga negara ini diisi oleh orang yang bermasalah, parasitik," sebut Hendrawan.

Karena itu, ia mengingatkan KPK untuk bekerja secara independen dan keputusannya jangan sampai dipengaruhi opini publik yang sedang dibangun Ahok. "Kami dorong KPK mempercepat pemeriksaan kasus Sumber Waras," tambahnya.

http://www.jpnn.com/read/2016/04/13/381053/Ketua-PDIP:-Ahok-Ngaco!-

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun