Ahok pernah bersitegang dengan BPK terkait dengan hasil audit pembelian RS Sumber Waras. Meski dari hasil audit BPK mengindikasikan adanya kerugian mencapai Rp 191 miliar, Ahok meyakini kenyataannya tidak seperti itu. Ahok pun menyebutkan hasil audit investigasi BPK tersebut ngaco.
"Makanya itu kan audit BPK dan KPK udah pernah minta audit investigasi. Sekarang justru saya mau mereka mau nanya apa? Orang Audit BPK-nya ngaco gitu kok," ucap Ahok di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4).
Kata-kata Ahok tersebut berbeda dengan pernyataan dia sebelumnya terkait dengan hasil audit BPK untuk TPST Bantargebang, terlihat Ahok sangat yakin BPK sudah menjalankan tugas dan fungsinya dengan benar. Berdasarkan temuan BPK, PT Godang Tua Jaya sudah melakukan wanprestasi terhadap Pemerintah Provinsi DKI.
Ahok seperti menggunakan standar ganda dalam menentukan kerugian Negara. Terkait dengan RS Sumber Waras Ahok menyebutkan ngaco, sedangkan TPST Bantargebang menyebutkan sudah benar.
Kali ini Ahok kembali menjadikan audit BPK untuk menepis kritikan Anies Baswedan terkait serapan anggaran di DKI Jakarta. Anies mengkritik penyerapan anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang rendah selama dua tahun kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurutnya serapan anggaran Pemprov DKI 2015 yang hanya 68 persen dan 34 persen pada 2016 hingga November itu merupakan salah satu kendala mengatasi berbagai persoalan di Jakarta, termasuk banjir.
"Ada program, ada dananya. Kalau program terlaksana, dananya terpakai. Kalau program tidak terlaksana, dananya tidak terpakai," kata Anies di Jakarta, Selasa (29/11).
Mendapat sentilan dari Anies, Ahok justru heran jika penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 disebut rendah.
"Kamu baca dong hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, siapa bilang rendah ya," ujar Ahok.
Pada 2015, Pemprov DKI Jakarta menyerap 70 persen dari total anggaran sebesar Ro68,28 triliun. Berdasarkan hasil audit BPK, laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Predikat ini satu tingkat di bawah opini terbaik yakni, Wajar Tanpa Pengecualian. Opini yang diberikan BPK ini masih sama dalam tiga tahun terakhir.
Per 29 Juli 2016, penyerapan dana APBD DKI Jakarta mencapai 33 persen atau setara Rp19,8 triliun. Serapan itu meningkat dibanding tahun 2015 sebesar 22,5 persen atau Rp13,4 triliun. (Sumber)
Standar ganda yang dipakai oleh Ahok tersebut menimbulkan kesan kalau Ahok baru mengakui audit BPK jika tidak merugikan dirinya.
Yusril: Audit BPK Dijamin UUD
Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra Hasil audit BPK dijamin Undang-Undang Dasar (UUD). Sehingga tidak ada satu pihak yang berhak menilai hasil audit BPK. Hal yang sama juga disampaikan Politisi PDIPMasinton Pasaribu menilai hasil audit investigasi BPK terpercaya dan tak pernah meleset.
“Tidak ada yang bisa menilai hasil audit BPK. Kecuali yang bisa menilai kerja BPK hanya BPK negara lain, dalam konteks kerjasama BPK internasional. Seperti misalnya BPK Australia pernah minta BPK RI kita untuk memberikan second opinion terhadap audit yang dilakukan BPK Australia,” ujar Yusril.
Pernyataan Ahok yang menyebutkan audit BPK juga menuai kritikan dari PDI P. Ketua DPP Bidang Perekonomian, Hendrawan Supratikno yang juga anggota Komisi XI DPR itu menuding balik Ahok, yang meragukan temuan awal BPK terkait.
"Ngaco. Ahok ngaco! Kan biasa dalam audit, BPK sampaikan temuan awal. Minta tanggapan dari yang diaudit (Pemda DKI), karena ada ketidaksamaan yang diaudit," kata Hendrawan kepada wartawan di gedung DPR Jakarta, Rabu (13/4).
Dia menyebutkan hasil audit BPK tersebut sudah laporan final dan Ahok sekarang sedang meneliti temuan BPK tentang adanya kerugian negara dalam pembelian lahan tersebut.
"BPK bilang rugikan negara, perkaya orang lain. Ada indikasi melanggar hukum. Ahok sepertinya melanggar hukum," tegasnya.
Saat ditanya motif Ahok menyalahkan BPK dengan menyebut hasil audit tersebut ngaco, Hendrawan menduga mantan Bupati Belitung Timur itu sedang mencoba membela diri dengan membangun opini publik.
"Motif Ahok hanya perkuat pandangannya, manfaatkan sentimen publik terhadap krisis kepercayaan kepada lembaga-lembaga. Seolah-olah lembaga negara ini diisi oleh orang yang bermasalah, parasitik," sebut Hendrawan.
Karena itu, ia mengingatkan KPK untuk bekerja secara independen dan keputusannya jangan sampai dipengaruhi opini publik yang sedang dibangun Ahok. "Kami dorong KPK mempercepat pemeriksaan kasus Sumber Waras," tambahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H