Mohon tunggu...
Muhammad Azzam
Muhammad Azzam Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

suka musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Santri Indonesia

16 Oktober 2022   23:32 Diperbarui: 16 Oktober 2022   23:43 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Santri Nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober. Peringatan Hari Santri Nasional tersebut tidak hanya merujuk pada komunitas tertentu, tetapi merujuk pada mereka yang memiliki semangat nasionalisme.

Penetapan Hari Santri Nasional ditujukan untuk meneladani semangat jihad kepada para santri tentang negara Indonesia yang digelorakan para ulama. Penetapan ini dituangkan dalam keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal Jakarta.

Adanya peringatan Hari Santri Nasional ini adalah hal yang penting karena dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat tentang resolusi jihad KH Hasyim Asy'ari. Melansir dari buku KH. Hasyim Asy'ari - Pengabdia Seorang Kyai untuk Negeri, Museum Kebangkitan Nasional, 2019, Hasyim Asy'ari yang saat itu menjabat sebagai Rais Akbar Nadhlatul Ulama (NU) menetapkan resolusi jihad melawan pasukan kolonial di Surabaya, Jawa Timur.

Resolusi jihad tersebut menggerakkan santri, pemuda, serta masyarakat untuk bergerak secara bersama, berjuang melawan pasukan kolonial yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945 silam.

Pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945 saat pengurus NU Jawa dan Madura menggelar pertemuan di Surabaya. Pertemuan tersebut digelar dengan tujuan untuk menyatakan sikap setelah mendengar tentara Belanda dan sekutu berupaya menguasai Indonesia.

Saat itu, kaum santri memohon kepada pemerintah Republik Indonesia untuk menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata terhadap usaha-usaha yang membahayakan kemerdekaan, agama serta Negara Indonesia terutama pada pihak Belanda. Karena bagi NU, Belanda dan Jepang telah berbuat kezaliman di Indonesia.

Pada 22 Oktober terdengarlah seruan yang dibacakan oleh pahlawan nasional KH. Hasyim Asy'ari. Seruan tersebut berisikan perintah kepada umat Islam untuk berperang atau jihad melawan tentara sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan.

Resolusi ini membawa pengaruh yang besar dan berdampak besar setelah Hasyim Asy'ari menyerukan resolusi. Hal ini yang akhirnya menggerakkan rakyat dan santri untuk melakukan perlawanan sengit dalam pertempuran di Surabaya. Banyak santri yang aktif dan terlibat dalam pertempuran ini.

Pada hari-hari berikutnya, resolusi jihad tersebut menjadi pendorong keterlibatan santri dan jamaah NU untuk ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945. Puncaknya, pimpinan sekutu Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby tewas dalam pertempuran tersebut.

Rakyat Semarang mengadakan perlawanan yang sama ketika tentara Sekutu juga mendarat di ibu kota Jawa Tengah itu. Dari peperangan dalam upaya menegakkan resolusi jihad bangsa, terjadi pertempuran di daerah Jatingaleh, Gombel, dan Ambarawa antara rakyat Indonesia melawan Sekutu. Setelah pertempuran 10 November 1945 berlalu, Resolusi Jihad NU terus digelorakan.

Tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan," kata Kiai Hasyim Asy'ari. (DNR)

Santri di Indonesia diakui sangat berperan besar dalam merebut dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari kolonialisme.

Santri bahkan mendapatkan pengakuan secara Nasional dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 Tentang ditetapkannya Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober oleh Presiden Joko Widodo.

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Drs. K.H Yudian Wahyudi, M.A., Ph. Mengucapkan terimakasih kepada Presiden Joko Widodo karena sudah berani menetapkan Keppres tersebut.

"Saya ucapkan terima kasih kepada bapak Presiden yang berani terbitkan Keppres dan menghargai kaum Santri", ucapnya saat membuka webinar Hari Santri Nasional dengan tema Nasionalisme Santri, Ketahanan Pancasila dan Indonesia yang Kuat, Kamis (22/10).

Lulusan Pondok Pesantren Tremas, Pacitan dan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta itu juga berterimakasih kepada Presiden karena telah memberdayakan Sumber Daya Manusia dari kalangan santri seperti dirinya sebagai Kepala BPIP.

"Dari santri untuk NKRI dan sekarang NKRI untuk Santri", terangnya.

Dalam kesempatan yang sama Anggota Dewan Pengarah BPIP Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A mengatakan hari santri Nasional merupakan hari yang sangat mulia karena mempunyai nilai sejarah melawan penjajah dengan atribut kelompok umat islam.

"Santri menjadi mitologi yang menjadi atribut kelompok umat Islam yang melawan penjajah," terangnya.

Menurut ketua PBNU itu juga menegaskan, santri merupakan cikal bakal umat yang mampu mempertahankan NKRI yang mengedepankan persaudaraan.

"Yang sangat penting sekali ukhuwah Wathoniyah, jika persaudaraan itu ada maka, lahirlah sebuah bangsa yang kokoh yang memiliki akhlak mulia, hormat kepada masyarakat kepada pemerintah, kepada guru", ucapnya.

Dirinya juga mengakui persoalan perbedaan suku sudah tidak ada lagi, namun yang menjadi Pekerjaan Rumah adalah persoalan agama yang selalu dikaitkan dengan nasionalisme.

"Indonesia bukan negara Islam bukan negara kafir, tetapi Darussalam negara yang damai, negara kebangsaan satu saudara satu ikatan, seperti sistem yang dipakai Nabi Muhamad yang membangun Madinah," jelasny

a.Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, santri adalah aset luar biasa yang dimiliki Indonesia. Pasalnya, dari para santri inilah, bangsa Indonesia memiliki karakter yang kuat sekaligus mampu mempertahankan persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan.

Pengakuan atas besarnya kontribusi santri tersebut dikatakan Menag Yaqut saat meluncurkan tema dan logo peringatan Hari Santri 2021 di Gedung Kementerian agama

Ini sebagai bentuk pernyataan sikap santri Indonesia agar selalu siap siaga menyerahkan jiwa dan raga untuk membela tanah air, mempertahankan persatuan Indonesia, dan mewujudkan perdamaian dunia. Siaga jiwa raga juga merupakan komitmen seumur hidup santri untuk membela tanah air yang lahir dari sifat santun, rendah hati, pengalaman, dan tempaan santri selama di pesantren," ujar Menag.

Untuk itu, Yaqut menegaskan siaga jiwa bermakna pula bahwa santri tidak lengah menjaga kesucian hati dan akhlak, berpegang teguh pada akidah, nilai, dan ajaran Islam rahmatan lil'alamin serta tradisi luhur bangsa Indonesia.

Karenanya, santri tidak akan pernah memberikan celah masuknya ancaman ideologi yang dapat merusak pemikiran dan komitmen terhadap persatuan dan kesatuan Indonesia.

Siaga raga berarti badan, tubuh, tenaga, dan buah karya santri didedikasikan untuk Indonesia. Karenanya, santri tidak pernah lelah berusaha dan terus berkarya untuk Indonesia," ucapnya.

Untuk itu, Menag mengatakan, siaga jiwa raga menjadi sangat penting di era pandemi Covid-19 sekarang ini, di mana santri tetap disiplin dan tidak boleh lengah dalam melaksanakan protokol kesehatan 5M+1D (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan doa) demi kepentingan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun