Tari Gandrung sewu yang Dimana ada penari Wanita yang jumlahnya mencapai 1000 penari. Tari ini sendiri menjadi salah satu ciri kebudayaan yang ada di wilayah timur pulau jawa, yaitu kabupaten Banyuwangi. Tari gandrung sewu ini menjadi salah satu ajang festival bagi orang Banyuwangi untuk merayakan suatu hal yang baik.Â
Pada awalnya tari gandrung sewu ini digunakan sebagai syukuran sedekah bumi yang dihasilkan oleh pertanian dan pekebunan yang ada di wilayah Banyuwangi. Tari gandrung sewu ini menjadi salah satu ajang perlombaan bagi siswa putri dan sebagai ajang bakat mereka bahwa bisa menari.Â
Tradisi ini menjadi turun temurun sampai orang ourang di Banyuwangi ini akan selalu menantikan adanya tari gandrung sewu ini. Setiap sekolah sekolah yang ada di Banyuwangi mereka pasti diberikan jatah untuk bisa ikut serta siswinya untuk hadir dan mengikuti acara tari gandrung sewu ini. Mereka mereka yang ikut ini pasti bisa menari gandrung.
dalam tarian ini mereka juga melakukan nya dengan berpasang pasangan yang Dimana para penari ini juga akan diringi oleh lagu khas Banyuwangi yang didalam nya berupa perpaduan antara lagu jawa dan balu. Di Banyuwangi sendiri terdapat banyak sekali padepokan yang mengajarkan siswi nya untuk bisa tarian gandrung karena tari gandrung ini sendiri menjadi wajah dan ciri khas Banyuwangi.Â
Tari gandrung ini juga terdiri dari berbagai kalangan umur yang ikut serta dalam melakukan tarian tersebut mulai dari anak-anak, dewasa hingga ibuk-ibuk yang mereka gembar melakukan tarian-tarian, hal ini menjadi salah satu kebiasaan setiap tahun nya untuk memperingati hari sewasembada pada lingkungan desa maupun kabupaten mereka.Â
Pada setiap berubahan waktu dan masa demi masa tarian ini menjadi kurang diminati karena perlu banyaknya orang yang harus bergerak untuk bisa melakukan tarian gandrung sewu ini. Berubahan acara peringkatan sedekah bumi ini menjadi salah satu aspek penentu menjadi hanya sebagai tasyakuran hanya berdoa dilingkungan mereka masing masing setiap desa.Â
Pada tahun 1970 an Bupati Banyuwangi bapak Djoko Supaat Slamet beliau melihat bagimana kebudayaan yang mulai tergerus dengan beradapan baru yang membuat ciri khas kebudayaan Banyuwangi ini mulai hilang, maka beliau membuat suatu kebijakan bahwa untuk merevitalisasi dan menjaga kebudayaan daerah Banyuwangi ini harus terus dan tetap dilakukan dan di jaga melalui anak-anak muda yang menjadi pelopor suatu kebudayaan untuk bisa mengikat daya Tarik terhadap kebudayaan mereka sendiri.Â
Dengan inovasi dan kebijakan yang dibuat oleh Bapak Djoko Supaat Slamet beliau menginginkan agar kelestarian kesenian yang asli berasala dari banyuwamgi ini bisa Kembali dan dikembangkan,melalui lagu-lagu daerah hingga kesenian seperti tari gandrung sewu ini.Â
Pada juli 1974 pemerintahan Banyuwangi mengadakan festival gandrung untuk pertama kalinya yang Dimana ini menjadi salah satu faktor penentu dalam perkembangan dan kelestarian budaya Banyuwangi ini. Festival ini diperlombakan dan menjadi salah satu ajang bergensi di tahun 1975 diwilayah Banyuwangi dan mereka semua berlomba lomba untuk bisa menampilkan kebudayaan dari berbagai wilayah desa yang ada di Banyuwangi.
Setelah adanya berbagai event yang Dimana itu bisa menarik berbagai kalangan untuk ingat dan ikut dalam ajang festival ini kemudian para seniman dan budayawan kabupaten Banyuwangi ini bersepakat untuk membentuk Dewan Kesenian Blambangan atau bisa di singkat DKB yang dibuat pada tahun 1978. Pembentukan ini bertujuan untuk menjaga dan melestarikan seni budaya yang ada di Banyuwangi dan mengembangkan budaya yang ada ini.Â
Festival ini yang berjalan hampir 4 tahun ini dengan pada masa waktu kepimpinan bapak Djoko Supaat Slamet maka festival ini menjadi tidak dilanjutkan lagi. Pada kepimpinan bapak bupati Abdullah Azwar Anas beliau menginginkan kembalinya adanya festival kesenian ini dan bisa mengembangkan pada era sekarang ini. Beliau bapak anas memulai pada tahun 2012 yang Dimana beliau mulai menjawan sebagai bupati Banyuwangi.
Maka dari itu berbagai aktivis budayawan mereka berusaha membentuk adanya festival gandrung sewu yang Dimana ide festival ini didasari oleh Paguyuban Pelatih Seniman dan tari Banyuwangi ( Patih Senawangi) yang di ketuai oleh bapak Suko Prayitno. Ini menjadi salah satu aktivitas perubahan yang karena adanya dampak globalisasi yang membuat kebudayaan pada beberapa tahun ini hilang dan muncul Kembali dengan berbeda tujuan maupun konsep kebudayaan yang ada.Â
Hal ini menjadi salah satu dampak pada saat ini dengan adanya berbagai acara yang awalnya bertujuan untuk bersyukur atas karunia dan nikmat untuk bisa mengasih dan memanfaatkan alam yang ada dan itu ditumpahkan di kebudayaan yang dinamakan gandrung sewu.Â
Tetapi dengan seiring berjalanya waktu Masyarakat berubah pola minset dan padangan bahwa sekarang menjadi ada festival yang Dimana ini tujuan nya untuk mempersembahkan kepada penonton maupun para budayawan untuk bisa menjaga dan melestarikan budaya gandrung sewu ini agar terus diminati oleh berbagi kalangan dan bisa merambah di kalangan anak muda yang berprestasi di dalam kesenian budaya Banyuwangi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H