Mohon tunggu...
Azimatus Sadiah
Azimatus Sadiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Azimatus S

Mahasiswa Fakultas Hukum Untag Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penafsiran Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021

17 November 2021   13:17 Diperbarui: 17 November 2021   13:32 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya Azimatus Sa'diah dengan NIM 1311800021 dan Indra Silfiyah dengan NIM 1311800052 Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, akan memaparkan permasalahan terkait kebijakan akan penerapan permendikbud No.30 tahun 2021 mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. 

Perihal ini sangat Sejumlah ramai diperbincangkan karena adanya beberapa  pendapat bahwa peraturan ini belum memiliki aspek pencegahan dan penanganan yang berpihak pada korban. pegiat hak asasi manusia (HAM) mengatakan definisi kekerasan seksual adalah karena ketiadaan consent atau ketiadaan persetujuan dari kedua belah pihak. Beberapa kalangan juga menilai peraturan ini malah berpotensi untuk melegalkan zina atau seks bebas karena terbatas pada kata persetujuan. Pasal 5 juga memuat consent dalam frasa "tanpa persetujuan korban" menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis pada persetujuan.

Permendikbud PPKS ini mengatur 21 bentuk kekerasan seksual yang tertuang pada Pasal 5 ayat (2), mulai dari memperlihatkan alat kelamin, mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto, rekaman audio, dan/atau rekaman visual bernuansa seksual, mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban. Kemudian tindakan menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban, membuka pakaian korban tanpa persetujuan, memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual, memaksa atau memperdayai korban untuk hamil, dan perbuatan kekerasan seksual lainnya. 

Dengan adanya tanpa persetujuan tersebut bukan berarti korban akan menyetujui  hal tersebut, akan tetapi yaitu dapat memberikan celah terhadap terjadinya hubungan seks bebas di lingkungan kampus. Sehingga peraturan ini dapat dijadikan acuan dalam tindakan seks bebas dalam lingkungan kampus. meskipun Permendikbud PPKS juga memfasilitasi perlindungan dan pemulihan korban pada Pasal 12 dan Pasal 20, serta kewajiban memberikan fasilitas pemulihan oleh perguruan tinggi pada Pasal 4, akan tetapi tetap saja dengan adanya peraturan tersebut akan dapat menimbulkan kasus kasus baru. Sehingga perlu dilakukannya kajian lebih lanjut guna memperbaiki Peraturan tersebut agar tidak terjadi perdebatan dan agar terciptanya pencegahan serta penanganan kekerasan sesual yang ada di Lingkungan Kampus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun