Suara tembakan yang begitu memekakkan telinga dan menembus perut kananku. Sekuat tenaga aku membalikkan badanku dan menemukan seorang perempuan menodongkan senjatanya ke arahku. Itu tak seberapa sakitnya ketimbang hatiku yang teriris melihat sosok yang kutunggu berdiri di sampingnya dengan baju khas kelompok Dewa Sembilan, musuh sejati kelompok Anjing Sembilan.
"Berikan itu padaku, sayang. Biar aku yang membunuhnya beserta seluruh cintanya padaku," ucap Nakula dengan penuh penekanan.
Tidak terasa sakit ketika dadaku terluka akibat ulahnya, aku sudah mati bersama fakta bahwa dia tidak mencintaiku. Nakula dengan kejamnya membunuh cintaku. Rasa penyesalan memupuk di dada, aku selalu berbuat dosa di dunia yang suci ini, aku ingin berhenti mengotori dunia. Namun, itu semua sia-sia. Bahkan di sisa napasku aku mencintai orang yang salah. Aku mencintai orang yang tidak mencintaiku. Aku salah dan aku menyesal. Aku benci mencintaimu, Nakula.
"A-aku mengutukmu, Nakula," ucapku di akhir napasku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H