Gemerlap lampu yang menghiasi kafe dan suara penyanyi yang merdu membuat suasana menjadi menyenangkan bagi anak-anak muda. Kafe pinggir jalan yang sering menjadi tujuan tempat relaksasi bagi Ashel dan Gian.
Biasanya mereka akan memesan minuman Boba yang manis dan kentang goreng. Namun, kali ini sedikit berbeda karena Gian memesan menu makanan berat.
"Tumben kamu pesen nasi goreng? Biasanya beli kentang goreng?" tanya Ashel yang kini sudah memegang sendok dan siap menyantap nasi goreng yang tersaji.
"Aku mau jujur ke kamu, Shel," balas Gian yang menatap dalam ke arah Ashel.
"Hah? Jujur apa? Bukannya kamu selalu jujur dan ga pernah bohong, ya?" tanya Ashel lagi. Kini dia sudah tidak terfokus pada nasi gorengnya, tetapi ia menatap balik ke arah Gian.
"Besok aku harus pindah ke Sukabumi, jadi rumah kita ga bakal hadep-hadepan lagi," ujar Gian.
Rahang Ashel jatuh, air matanya menumpuk seketika, "Jahat banget kamu bilang mau pindah hari ini? Apalagi Sukabumi? Itu jauh banget Gian."
"Aku lupa buat ngasih tahu kamu, Shel. Maafin aku," mohon Gian.
"Gak, aku gak mau maafin kamu. Kamu jahat, Gian." Ashel pergi begitu saja meninggalkan Gian.
Gian berhasil menahan Ashel yang kini sudah berada di area luar kafe.
"Ashel, dengerin aku dulu. Sejak kapan Sukabumi itu jauh? Cuma dua kilo dari Mayangan, Shel," jelas Gian.