Bugh
Satu tonjokan mendarat mulus di pipi Nakula yang dibalas dengan senyum tipis darinya.
"Memangnya di dunia ini cewek itu cuma satu? Sampai hati kamu malah deketin cewek yang aku suka?" wajah Asa terlampau merah, darahnya mendidih melihat Nakula yang sedang mendekati Zahra, cewek yang ditaksir Asa.
"Aku maunya sama Zahra, ada masalah?"
"KURANG AJAR!"
Perkelahian tak terelakkan, Asa terlampau marah pada Nakula.
"Persahabatan kita cukup sampai sini."
Nakula tertawa sendu menatap kepergian Asa. Dirinya hanya berbaring di lantai kantin yang mulai sepi. Air mata membasahi pipinya, ia pun terlelap dalam kesedihan.
Hari demi hari dijalani Nakula tanpa adanya presensi Asa. Nakula begitu rindu dengan Asa yang selalu memarahinya. Ia masih ingin dirawat dan dipedulikan oleh Asa. Namun, apa daya?
Asa pun merasa kesepian tanpa adanya suara khas cempreng milik Nakula yang selalu mengoceh. Namun, Asa sudah memutuskan untuk tidak berurusan lagi dengan Nakula.
Sepucuk surat di atas meja titipan Nakula minggu lalu belum pernah ia buka. Rasa benci dan bersalah yang menyatu membuat Asa enggan membaca surat itu. Namun, karena terlalu rindu dengan sahabat kecilnya, ia pun menurunkan egonya dan membuka surat itu.