Lampu temaram menerangi hamparan tanah lapang yang berisikan anak-anak yang tengah bermain. Aku dan Juan duduk berdampingan di salah bangku taman. Kami menikmati angin sore dan memandangi langit yang bersinar jingga. Walau kami tak saling berbincang, tapi tidak ada rasa canggung di antara kami.
Aku pun memulai percakapan, "Tidak ada yang ingin kamu ceritakan hari ini?"
Kerutan di dahi Juan menandakan bahwa ia sedang berpikir.
"Ah! Kakak tahu ga si kalo di kelasku ada anak baru? Dia ngeselin banget! Dia nempel-nempel terus ke aku, padahal aku kan udah punya kamu. Dia dibilangin kalo aku udah punya pacar malah makin nempel. Terus aku akhirnya nangis karena dia, huhu."
Aku tertawa kecil, memiliki pacar yang lebih muda ternyata tidak seburuk yang kukira. Juan terlihat sangat lucu saat bercerita dengan penuh semangat. Rasanya aku ingin melipat Juan dan kumasukkan ke kantong agar Juan tidak kabur dariku.
"Aku ga suka banget sama dia kak, aku pengen minta ke guru buat pindah kelas aja daripada aku harus satu kelas sama dia. Ih kak! Kakak dengerin aku ga sih?"
Aku tak fokus dengan apa yang dibicarakan oleh Juan. Aku hanya terfokus untuk memandangi wajahnya yang sangat menggemaskan. Bibirnya manyun, eksperisnya selalu berubah-ubah sesuai dengan apa yang ia ceritakan. Tuhan, Juan sangatlah menggemaskan.
"Kak!"
Segera aku kembali tersadar dan merespon Juan, "Eh, iya? Kenapa Ju?"
"Tuh kan, ngelamun lagi! Kenapa sih Kak Jihan ngelamun terus kalo lagi ngobrol sama aku? Kakak mikirin yang lain ya?"
"Engga Juan sayangku. Kakak ga mikirin yang lain, kakak juga ga ngelamun, kakak cuma gagal fokus gara-gara kamu yang terlalu gemesin. Jadi, ga usah mikir yang aneh-aneh, ya?"
Bibir Juan berangsur naik dan pipinya memerah. Sepertinya aku bisa pingsan karena serangan menggemaskan dari Juan.
"Eng, terus tentang si cewe yang aku ceritain itu gimana? Aku ga suka dideketin sama dia."
"Tenang aja, aku beresin dia nanti."
Juan pun akhirnya tersenyum senang. Astaga, dia ini sengaja ingin menghilangkan kewarasanku ya?
Aku merasakan bahuku yang memberat, aku melihat Juan menyenderkan kepalanya. Matanya yang lentik terpejam, poni rambutnya bergerak-gerak akibat angin. Aku membelai pelan pipinya. Sungguh, aku sangat menyayangi Juan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H