Mohon tunggu...
deus RITUS
deus RITUS Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Abadi

Sedang Belajar Menulis. Harap Maklum.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PMKRI dan Kita

25 Mei 2019   04:45 Diperbarui: 25 Mei 2019   04:55 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali ke laptop.

Rumah yang adalah spirit perjuangan PMKRI perlahan mulai retak. Rumah itu (mungkin karena usianya yang sudah tua) mulai tampak tak terurus lagi. Penghuni rumah tampaknya cuek dan bersikap masa bodoh. Rumah itu cuma sekedar ada ada sebagai dasar formal. Sekali-kali dihampiri, sebelum kemudian pergi menjauh meninggalkannya.

Rumah yang adalah spirit perjuangan itu ternoda. Bukan oleh orang luar, tetapi oleh ulah penghuninya sendiri yang sepertinya merasa bahwa itu adalah bangunan tua yang sudah saatnya dimusnahkan.

Rumah itu berfondasikan Visi dan Misi perhimpunan.
Arah yang dituju dan jalan yang harus dilalui untuk mencapain tujuan. Jalan yang kita pilih tidak mudah. Jalan itu diisi dengan perjuangan tanpa henti  dengan terlibat dan berpihak pada kaum tertindas,  melakukan kaderisasi intelektual populis dengan dijiwai nilai kekatolikan. Tujuan perjalanan panjang itu adalah demi terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati.

Atap rumah tua itu adalah 6 Identitas Kader. Corak atap ini pun sepertinya sudah mulai karatan. Tampak usang dan tidak terawat. Kemudian dinding rumah itu adalah 3 benang merah. Penghuni rumah diikat oleh rajutan benang merah ini.

Kadang saya duduk di beranda rumah, memandangi rumah itu. Dalam hati saya berguman... Sanggupkah saya dan teman-teman saya melakukannya...???
Sepertinya berat bro.....

Satu dua orang mungkin memang akan berusaha terus merawat rumah itu. Merenungkan makna dan dalam diam mereka mencoba melakukan hal-hal kecil untuk merawatnya. Namun orang - orang yang setia itu jumlahnya tidak signifikan. Sisanya (termasuk saya) sudah beranjak meninggalkan rumah tua itu.

Kita sibuk kesana kemari. Bermain-main di lingkaran kekuasaan. Tampak genit dan nakal. Menggonggong agar diperhatikan, mendadak diam ketika diberi makanan kesukaan.

Baret merah dan bola kuning di atasnya itu cukup akrab bagi pejabat negeri, tapi asing bagi mereka yang kelaparan dan teraniaya, mereka yang menjadi korban ketidakadilan sistem. Mereka, yang oleh pondasi rumah ditulis sebagai kaum lemah dan tertindas.
Hari-hari kita disibukan dengan konferensi pers di cafe dan restoran, berseliweran di gedung - gedung pemerintahan dengan menenteng proposal kesana kemari, atau membuat kegiatan di penginapan - penginapan premium dan memisahkan diri dari masyarakat.

Coba perhatikan timeline sosial media kita masing-masing. Pose bersama pejabat negeri adalah gambar terbaik yang kita abadikan. iya kan...???
Sangat jarang kita melihat (walaupun sekedar foto) aktivitas kita bersama masyarakat di wilayah-wilayah konflik. Jarang kita berpose di area penggusuran (walaupun sekedar foto), atau bersama para buruh, pedagang, anak jalanan, kaum miskin kota.... Jarang... Tidak pernah malah.

Kita berubah menjadi pejabat-pejabat kecil. Sangat ahli dan cerdas dalam mengupas konflik politik elit. Menguasai wacana elit. Kalau bicara buku, kita jagonya. Buka apa yang belum kita baca? Kalau membuat tulisan, setengah bagian dari tulisan kita berisi footnote (biar terkesan intelek). Wkwkwkwk.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun