Dalam konstruksi idealnya, ekowisata menekankan pada pengalaman wisata yang bertanggung jawab, berfokus pada interaksi positif antara wisatawan, lingkungan, dan masyarakat lokal sebagai tuan rumah. Setelah diadakannya Konferensi Kera Besar Dunia tahun 1991 di Indonesia, aktivitas ekowisata diperkenalkan di wilayah Taman Nasional Tanjung Puting sebagai upaya menggandeng masyarakat lokal berpartisipasi mendukung konservasi alam dan lingkungan.
Professor Birute Mary Galdikas pada satu kesempatan mengatakan bahwa beliau kala itu mengusulkan kepada Pemerintah Indonesia untuk memberikan izin dijalankannya kegiatan wisata bagi pengunjung umum secara terbatas ke Taman Nasional Tanjung Puting dan dijalankan langsung oleh masyarakat lokal yang berada di sekitar kawasan. Tujuan utamanya adalah memberikan jalan bagi masyarakat lokal mendapatkan alternatif penghasilan dibandingkan melakukan kegiatan eksplorasi alam secara kontinyu (penebangan hutan, penambangan liar, perburuan satwa).
Dua dekade awal hingga tahun 2010, ekowisata tumbuh secara inkremental di destinasi Tanjung Puting, jumlah pekerja pariwisata yang terlibat terus meningkat namun perlahan. Pesatnya perkembangan teknologi internet, search engine, hingga media sosial membuat maraknya promosi ekowisata dan mudahnya wisatawan mengakses ajakan untuk berwisata ke destinasi berbasiskan alam sebagai wujud peningkatan kesadaran masyarakat global akan pentingnya kelestarian lingkungan di berbagai belahan dunia.
Pertumbuhan pesat ekowisata dan teknologi internet linear dengan peningkatan kunjungan wisatawan sejak 2011 ke Taman Nasional Tanjung Puting. Angka kunjungan terus naik signifikan tahun demi tahun dan didominasi oleh pengunjung mancanegara. Puncaknya sebelum pandemi COVID-19, pada 2019 jumlah kunjungan wisatawan ke Taman Nasional ini mencapai angka 25 ribu lebih wisatawan, terjadi rasio kenaikan 3 kali lipat jumlah wisatawan tahunan dibandingkan 8.546 jiwa pada 2011.
Tanjung Puting bertransformasi menjadi salah satu primadona ekowisata Indonesia dan konsisten memimpin jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dibandingkan seluruh destinasi wisata lainnya yang ada di Pulau Kalimantan Wilayah NKRI selama 1 dekade penuh.
Kedaulatan Masyarakat Lokal
Kunjungan wisatawan khususnya internasional yang tinggi di Taman Nasional Tanjung Puting memberikan kontribusi ekonomi yang serius kepada masyarakat lokal dan memperkuat kesadaran global tentang pentingnya pelestarian hutan hujan tropis dan satwa liar. Ini adalah langkah positif dalam menghadapi tantangan keberlanjutan dan konservasi lingkungan di wilayah Kalimantan, mengingat pentingnya peranan alam dan keanekaragaman hayati bagi generasi mendatang.
Kedaulatan masyarakat lokal dalam pengelolaan ekowisata di Taman Nasional Tanjung Puting adalah kunci keberlanjutan dan pemberdayaan komunitas setempat. Investasi luar yang diperlukan dalam pengembangan pariwisata harus melibatkan representatif lokal secara langsung, memastikan bahwa keputusan strategis dan manfaat ekonomi terdistribusi secara adil. Pekerja pariwisata yang terlibat dalam kegiatan ekowisata di wilayah Tanjung Puting wajib memiliki identitas domisili (KTP) lokal, sehingga mereka memiliki keterlibatan penuh dalam mendukung dan menjaga keberlanjutan lingkungan serta kearifan lokal.