"Ini jelas salah satu sungai paling bersih di Indonesia, tidak banyak sungai yang masih terjaga seperti ini dari tempat-tempat yang telah saya kunjungi selama bertugas di negara ini".
Seperti itu tutur Yang Mulia Joseph R. Donovan Jr. (Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia 2017-2020) saat liburan pribadinya yang saya pandu langsung ke Taman Nasional Tanjung Puting, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah selama 3 hari medio 2019 lalu.
Pendapat di atas mungkin terdengar subjektif, namun ketika opini seperti itu dikeluarkan oleh orang nomor satu yang menjadi representasi negara 'Adidaya' Amerika Serikat di Indonesia, ceritanya akan menjadi berbeda dalam memengaruhi benak publik.
Sekonyer adalah sungai yang menjadi akses lalu lintas utama wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Puting, destinasi ekowisata andalan Indonesia di pulau Kalimantan yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.
Sungai Sekonyer zaman dahulu dikenal sebagai "Sungai Buaya" oleh warga lokal di sekitar Kumai, kota kecamatan yang ada di Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah.Â
Julukan tersebut dikarenakan banyaknya populasi buaya muara (estuarine crocodile) dan buaya sinyulong (false-gharial crocodile) yang berhabitat di sungai tersebut.
Hikayat lokal menyebutkan bahwa pada masa kolonial, sebuah kapal patroli Belanda "Lonen Schoener" ditenggelamkan oleh para pejuang rakyat Kotawaringin Barat di muara Sungai Buaya.Â
Mengenang peristiwa heroik itu, nama sungai tersebut pun kemudian dikenal dengan Sungai Sekonyer dengan pelafalan a la dialek penduduk Melayu lokal.
Kata Sekonyer sendiri berasal dari kata bahasa Belanda 'Schoener', atau 'Schooner' dalam bahasa Inggris yang berarti kapal berjenis perahu layar dengan dua tiang utama (Sekunar-bahasa Indonesia).
Susur Sungai Sekonyer
Dalam petualangan ke Taman Nasional Tanjung Puting untuk menyaksikan langsung para orangutan di habitat alaminya, wisatawan diajak menyusuri sungai ini dengan menggunakan perahu/kapal tradisional yang dinamakan kelotok.Â
Aktivitas ini menjadi salah satu highlights kunjungan wisatawan yang umumnya berdurasi selama 3 hari 2 malam, atau 4 hari 3 malam.
Di muara sungai, panorama tanaman Nipah (nypa fruticans), jenis palem air payau khas hutan bakau, menghiasi area kiri kanan sungai selama lebih kurang 1 - 1,5 jam pelayaran menyusurinya.Â
Setelahnya, gantian pemandangan akan didominasi oleh vegetasi a la hutan hujan tropis Kalimantan seiring menyempitnya alur sungai yang panjangnya sekitar 45 km tersebut.
Selama kegiatan susur sungai ini lazim terlihat berbagai satwa liar khususnya primata dan burung di sepanjang perjalanan.Â
Bekantan, kawanan monyet ekor panjang, lutung, burung raja-udang, burung rangkong, hingga yang langka seperti bangau badai (storm's stork) kerap disaksikan wisatawan dan menjadi daya tarik kunjungan terutama bagi para fotografer alam liar.Â
Tidak jarang pula tampak buaya yang sedang berjemur di pinggiran sungai.
Hutan Kalimantan adalah salah satu hutan hujan tropis tertua di dunia, bersama dengan hutan Amazon di Amerika Selatan dan hutan Daintree di Australia. Predikat ini membawa nilai eksotisme tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung dan menikmati pesona alam serta keanekaragaman hayati yang sangat kaya.
The Amazon of Asia
Ketika mendengar kata "Amazon" benak kita langsung dibawa membayangkan sungai legendaris dunia dengan hutan belantara nan lebat, berbagai satwa liar yang menghuninya, penduduk primitif, dan berbagai cerita alam liar dari belahan bumi Amerika Latin.
Dari para wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Taman Nasional Tanjung puting, julukan "The Amazon of Asia" dipopulerkan kepada sungai Sekonyer.Â
Tentunya merujuk kepada kemiripan ekosistem hutan hujan tropis yang ada, ragam fauna liar yang dapat disaksikan wisatawan di habitat aslinya, hingga nuansa 'magis' yang menjadi atmosfer sungai ini.
Nuansa magis pesona sungai ini adalah udara segar, ketenangan & panoramanya, warna air alami yang merah kehitaman (khas sungai-sungai di Kalimantan dengan area gambut/peat-swamp rainforest), kebersihan sungai yang terjaga dari kerusakan lingkungan dan sampah, serta perasaan takjub akan indahnya mahakarya alam ketika berada disana.
Aktivitas ekowisata populer lebih dari 3 dekade di area ini menjadikan tingginya partisipasi masyarakat lokal dan sekitar sungai dalam menjaga lingkungan dan hutan, termasuk kebersihan sungai.
Tentu dapat menjadi inspirasi serta contoh nyata bagi tempat-tempat lain di Indonesia dalam mengelola manfaat kelestarian alam dan potensi ekonomi melalui kunjungan wisata.
-MJ-
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H