Mohon tunggu...
Michael Juanda
Michael Juanda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orangutan Journey

Indonesian Ecotour Guide, Founder of Orangutan Journey!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pemandu Wisata, Profesi Signifikan yang Masih "Underrated"

4 Oktober 2022   16:43 Diperbarui: 7 Oktober 2022   18:45 1638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi profesi sebagai pemandu wisata. (sumber: pixabay.com/guruwalk)

Keberadaan seorang pemandu wisata (tourist guide) merupakan salah satu faktor yang paling signifikan dalam rantai penyelenggaraan kegiatan kunjungan wisata, terutama dalam menentukan kualitas dari sebuah kunjungan ke destinasi wisata. 

Keindahan sebuah destinasi wisata, beragam fasilitas yang didapatkan wisatawan, daya tarik yang ada pada tempat tersebut, idealnya harus ditunjang dengan kehadiran pemandu wisata yang mampu memberikan narasi, interpretasi, dan bimbingan yang baik kepada wisatawan sehingga keseluruhan kunjungan memiliki nilai dan kualitas yang memuaskan.

Dari kacamata definitif, pemandu wisata adalah salah satu profesi di bidang pariwisata yang bertugas mendampingi wisatawan, memberikan petunjuk serta bimbingan kepada wisatawan yang berkunjung ke sebuah tempat/destinasi wisata. 

Tentunya tidak cukup hanya sampai disini, faktanya dalam pelaksanaan kegiatan wisata kerapkali seorang pemandu wisata dikondisikan untuk menjadi seorang all-rounder untuk dapat memuaskan wisatawan yang sedang ditanganinya secara kaffah: 

  • menjadi teman berbicara; 
  • menjadi pendengar yang baik; 
  • membantu mempersiapkan konsumsi; 
  • membantu mengurusi wisatawan usia lanjut; 
  • menjadi babysitter bagi wisatawan yang membawa anak - anak; 
  • hingga menjadi sales marketing bagi pusat-pusat penjualan souvenir. 

Seringkali penilaian baik atau buruknya kualitas seorang pemandu wisata justru ditentukan oleh hal - hal di luar definisi yang disebutkan di atas, karena menjadi indikator kepedulian secara subjektif dari wisatawan.

Memandu Wisatawan Mancanegara, dokpri
Memandu Wisatawan Mancanegara, dokpri

Kemampuan Berbahasa dan Komunikasi

Dalam perjalanan pribadi saya selama lebih dari 1 dekade menjadi seorang pemandu wisata, saya seringkali mendapati opini awam bahwa kemampuan berbahasa asing adalah faktor terpenting untuk menjadi seorang pemandu wisata yang baik. 

Tidak ada yang salah dari opini tersebut secara umum, namun berdasarkan pengalaman saya pula kemampuan berkomunikasi jauh lebih penting dari sekadar penguasaan bahasa asing.

Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan berbahasa sejatinya adalah dua hal yang berbeda. Bahasa dalam kedudukannya adalah alat yang digunakan untuk mendukung komunikasi. 

Di lain sisi, kemampuan berkomunikasi dengan baik dalam menjalankan kegiatan wisata, menyampaikan informasi tentang destinasi, dan menjalin relasi emosional dengan wisatawan, menjadi faktor pembeda yang sangat krusial terhadap penilaian antara satu pemandu wisata dengan lainnya.

Di banyak kesempatan berkeliling sebagai seorang trainer bagi para pemandu wisata, saya berulang kali menyampaikan bahwa menjadi seorang pemandu wisata itu kita dikondisikan untuk bisa bekerja dengan wisatawan dari kelas 'Anak TK' sampai 'Kepala Negara', karenanya kemampuan komunikasi kedudukannya sangatlah penting.

Pemahaman Fundamental Tentang Pariwisata

Di banyak destinasi wisata berkembang di Indonesia, untuk menjadi seorang pemandu wisata hingga saat ini masih dimungkinkan secara otodidak, dimana seseorang yang dirasa memiliki kemampuan berbahasa asing dianggap sudah layak menjadi seorang pemandu wisata. 

Cukup dibekali dengan pengetahuan umum tentang sebuah destinasi wisata di daerah domisili, bisa langsung terjun ke dalam profesi ini tanpa harus memiliki latar belakang akademik tertentu.

Hal di atas tidak sepenuhnya salah, karena sektor pariwisata di banyak tempat yang memiliki daya tarik wisata dijalankan dengan tujuan awal memberi alternative income bagi masyarakat sekitarnya.

Belum lagi khususnya untuk mendukung upaya-upaya lain dengan tujuan lebih besar (konservasi alam dan budaya, memberantas penambangan ilegal, menghentikan pembalakan hutan, hingga membuka lapangan pekerjaan langsung bagi masyarakat). 

Banyak tempat yang masih belum mensyaratkan kualifikasi spesifik untuk menjadi seorang pemandu wisata.

Namun seiring pesatnya sektor pariwisata sebagai sebuah industri, tujuan awal tadi juga semestinya ikut berkembang bukan hanya sekadar memberikan pendapatan alternatif secara ekonomis. 

Jika dahulu pemandu wisata cukup dipandang sebagai profesi yang memberikan kesempatan bagi warga lokal untuk ambil bagian memanfaatkan potensi wisata yang ada, sekarang profesi tersebut telah memiliki banyak indikator penilaian secara profesional yang harus disikapi sesuai dengan kebutuhan zaman.

Pembekalan keilmuan tentang pemahaman dasar pariwisata, pelayanan prima, kepemanduan wisata, wajib diberikan kepada seorang calon pemandu wisata sebelum terjun ke dunia praktis. 

Bekal 'empirik' ini juga dibarengi dengan pengetahuan lain tentang destinasi wisata, pengetahuan umum, terminologi pariwisata, hingga pelbagai prosedur serta standar dalam menangani wisatawan dari berbagai kelas. Kompleksitas bertambah, respon kita pun harus berubah agar tetap relevan.

Pengetahuan - pengetahuan fundamental terkait pariwisata dan pelayanan akan membuka cakrawala pemahaman bahwa kepemanduan wisata sejatinya adalah seni menangani manusia yang tidak boleh sekadar dimaknai dari fungsi 'transportatif', cukup bawa dan antar wisatawan ke satu tempat, selesai. 

Lebih dari itu, menangani manusia yang berasal dari berbagai macam daerah dan negara, dengan beragam karakter, berbeda status sosial maupun ekonomi, berbeda latar belakang pendidikan hingga profesi, tentu membutuhkan kemampuan yang handal untuk dilaksanakan dengan baik.

Menyadari bahwa di banyak daerah di negara kita, prasyarat untuk menjadi seorang pemandu wisata berbeda - beda sesuai kekhasan regulasi serta orientasi pariwisata yang ada dan berlaku di tempat tersebut, maka upaya-upaya untuk standardisasi kompetensi dan pembekalan keilmuan dasar pariwisata dilakukan dengan pemberian pelatihan-pelatihan tematik sesuai kebutuhan. 

Dalam satu dasawarsa terakhir, ikhtiar untuk meningkatkan kualitas SDM bidang kepemanduan wisata melalui beragam pelatihan gencar digalakkan, baik oleh pemerintah, pemerintah daerah, hingga sektor privat dan lembaga - lembaga lain di luar pemerintahan.

Memimpin Kunjungan Duta Besar AS untuk RI, dokpri
Memimpin Kunjungan Duta Besar AS untuk RI, dokpri

Apresiasi dan Status Sosial

Progres pariwisata nasional hingga masuk ke dalam sektor prioritas negara membuat gerbong pariwisata kita dikondisikan untuk berakselerasi kencang. Ironisnya, di saat promosi dan pemasaran pariwisata melaju secara eksponensial, faktor-faktor penting lainnya seperti kompetensi, apresiasi, dan kesejahteraan pekerja pariwisata masih dominan bergerak secara inkremental. 

Bagi para pemandu wisata, belum ada mekanisme apresiasi yang divalidasi melalui payung konstitusi untuk membuat para pelaku bidang ini memiliki jaminan kesejahteraan, baik secara pendapatan, hingga jaminan kesehatan. 

Mungkin fakta di lapangan sudah ada bagi mereka yang bertindak sebagai staff guide terikat untuk perusahaan tertentu, namun bagi para freelance tourist guide akses kesini masih belum benar - benar terbuka.

Sektor pariwisata yang kita jalankan saat ini masih sangat bergantung kepada mekanisme pasar, hal ini memicu banyak bidang pekerjaan terkait pariwisata bersifat musiman. 

Tak terlepas bagi para pemandu wisata, banyak yang harus beralih mencari serta menjalankan profesi lain ketika tidak ada wisatawan datang. 

Peran pemerintah sangat diharapkan mengatasi keadaan seperti ini, untuk memberikan ruang solusi bagi perlindungan profesi pelaku pariwisata, juga konsekuensi turunan ketika menetapkan sektor pariwisata sebagai prioritas nasional.

Adagium "Pemandu wisata adalah ujung tombak pariwisata Indonesia" dapat dimaknai dengan persepsi berganda. Di satu sisi kondisi ujung tombak ini harus tajam dan berfungsi dengan baik untuk mengeksekusi jalannya kegiatan pariwisata; di sisi yang lain ujung tombak yang sama juga kondisinya sangat rentan patah karena kurang mendapat cukup perhatian.

Mungkin terdengar sedikit emosional, namun inilah fakta subjektif yang kerap saya temukan di berbagai destinasi wisata di Indonesia. 

Banyak sejawat pemandu wisata yang mengeluhkan status sosialnya di masyarakat karena masih dipandang 'sebelah mata' dengan profesinya, dianggap pekerjaan yang less-skill karena persepsi hanya bermodal bisa bahasa asing, belum diperhitungkan sebagai pekerjaan yang layak digeluti secara jangka panjang karena minimnya jaminan masa depan. 

Saya sering bercanda dengan rekan - rekan pemandu wisata ketika memberikan pelatihan kepemanduan di banyak daerah, "Jika orang lain bilang ke kalian untuk cari pekerjaan yang 'pasti-pasti aja', sampaikan kepada mereka bahwa yang pasti dalam hidup ini hanya sakit dan mati."

Tanpa bermaksud untuk membandingkan secara naif, pekerjaan sebagai seorang pemandu wisata dapat membuka sebuah dimensi tak terbatas. 

Ada kebanggaan besar saat kita memandu wisatawan mancanegara, menyelesaikan kunjungan berlabel VIP & VVIP, berkesempatan memandu tokoh terkenal, pejabat publik, hingga selebritas, dan dapat berinteraksi secara intensif dengan mereka. 

Namun, semua kebanggaan itu tidak menggaransi kesejahteraan pendapatan jangka panjang ataupun karir yang berkelanjutan, kerena tidak adanya indikator secara kualitatif untuk mengukurnya, semuanya hanya bermuara kepada satu kata "Kebanggaan".

Team Guide National Geographic Orion - Borneo Expedition, dokpri
Team Guide National Geographic Orion - Borneo Expedition, dokpri

Rethinking Tourism

Tema peringatan Hari Pariwisata Sedunia tahun 2022 ini adalah "Rethinking Tourism", dimana kita semua diajak berpikir kembali untuk membangun pondasi pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. 

Untuk rekan - rekan pemandu wisata, ini adalah momentum menata kembali kompetensi, kapasitas & kapabilitas personal, serta kualitas kita sebagai profesional di bidang pariwisata. 

Para pengambil kebijakan sektor pariwisata, tema ini juga mengajak untuk memikirkan kembali langkah - langkah advokasi profesi bidang pariwisata agar semua bisa berjalan linear dengan target devisa dan prioritas negara.

Wabil akhir, untuk para wisatawan yang berkunjung ke satu destinasi dan menggunakan jasa pemandu wisata, berikanlah apresiasi yang memotivasi mereka untuk bekerja lebih baik dan kuatkan semangat mereka untuk maju dari semua kekurangan yang masih ada. Membayar jasa seseorang tidak serta merta memberikan kita legitimasi untuk bersikap judgmental.

"Before we can rethink, first things first 'we need to think'."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun