Joan dan Bruce, suaminya, memperkenalkan diri dengan hangat dan ramah kepada sang pemandu yang akan membawa mereka ke salah satu hutan hujan tropis tertua di dunia. Sambutan hangat selamat datang berbalas sapa dari jiwa letih yang sedang berada pada titik nadir kehidupan dan mencoba menemukan dirinya kembali. Perjalanan ini sangat berarti bagi sang pemandu.
Siang itu kapal wisata mereka berangkat dari kota pelabuhan kecil di sebuah teluk di pulau Kalimantan, pulau besar yang namanya berarti negeri yang panas. Mereka memulai petualangan ke sebuah Taman Nasional, tempat yang sangat indah dan damai dengan tiupan udara tropis nan hangat. Cuaca hari itu tampak kontras dengan hari - hari sebelumnya yang penuh guyuran hujan, sang surya kali ini tampak lebih ramah namun dengan siraman teriknya.
Sepanjang perjalanan mereka untuk menemukan para "Sepupu Tua" bangsa primata, pasangan yang hampir tiga dekade silam telah memutuskan meninggalkan glamornya kehidupan seniman di kota "Apel Besar" demi pertumbuhan buah hatinya, berbagi banyak cerita pengalaman hidup hingga keputusan penting yang mereka ambil. Joan sebelumnya adalah seorang agen para pelaku seni dan bintang dunia hiburan di Hollywood, dan suaminya seorang seniman teater juga seorang figur pariwara di negeri Paman Sam.
Sebuah desa kecil di kota kuno Spoleto, Regio Umbria, dua jam dari jantung negeri Pisa menjadi pelabuhan dimana mereka mulai menata kembali kehidupannya dan membesarkan putra semata wayangnya.
Dua dekade kemudian ketika sang putra memutuskan kembali ke "Tanah Kebebasan" dan memulai usahanya sendiri, Joan dan suaminya pun mulai bertualang mengelilingi dunia.
Benua kuning adalah tempat favorit mereka menghabiskan banyak masa dalam perjalanan menikmati hari - hari tua. Mereka berdua selalu memilih tinggal sedikitnya beberapa bulan di suatu wilayah, untuk benar - benar mendapat pengalaman seperti warga lokal. "Cukup aneh untuk seorang berkulit putih sepertiku untuk tidak menyukai cuaca dingin" tutur Joan sambil tertawa.
Siang di hari kedua, kapal kecil mereka memasuki kanopi rimba nan teduh dengan pantulan bayangan langit cerah yang terlihat jelas di atas air. "Cerminan Eden" adalah julukan bagi tempat mereka berada saat itu. Tujuan mereka hari itu adalah salah satu situs paling bersejarah dalam dunia primata. Sejenak perhatian mereka tertuju pada seekor kupu - kupu yang sangat cantik yang terbang rendah di samping kapal mereka.
"Kupu - kupu dan sungai yang indah, ini mengingatkan kami kembali pada sebuah tempat dimana kami pernah tinggal di Meksiko", tukas Joan. Suaminya kemudian menimpali, "Papaloapan nama sungai itu, artinya sungai para kupu - kupu dalam bahasa purba penduduk asli Meksiko."
"Apa nama kota tempat kalian tinggal disana?" Sang pemandu mencoba mengikuti topik yang sedang mereka bicarakan. "Veracruz namanya" jawab Joan, "kota kecil yang damai dekat teluk Meksiko". "Oh, aku tahu tempat itu", balas sang pemandu sembari mencoba sedikit bercerita tentang perang saudara Franco - Mexican pertengahan abad ke sembilan belas yang terjadi di Meksiko.
"Tidak mungkin!" Ucap Joan dengan wajah heran menatap sang pemandu. "Kau adalah orang pertama yang tahu jelas tentang Veracruz dari sekian banyak orang yang kami temui sepanjang perjalanan kami selama ini di tiga puluh lebih negara diluar Amerika Utara" katanya masih dengan raut muka yang keheranan.
"Tidak perlu kaget Joan, aku mengetahuinya dari sebuah film western klasik Gary Cooper yang aku tonton tahun kemaren, meskipun hidupku banyak dihabiskan di kota kecil namun aku mempelajari cukup banyak tentang sejarah dunia" kata sang pemandu sambil tertawa renyah menjawab keheranan Joan.
"Kita adalah musik yang kita dengarkan, film yang kita tonton, dan buku yang kita baca. Sejak hari pertama kemaren, wawasanmu sungguh luas di banyak hal" kembali Joan berbicara padanya.
Veracruz, kota bersejarah yang namanya diambil dari bahasa Hispanik. "Vera" berarti benar, dan "Cruz" artinya adalah salib atau persimpangan jalan. Ya, terkadang banyak aspek dalam kebenaran dan kehidupan terasa bagai berada di persimpangan. Kita harus memilih jalan yang mana yang kita ambil dengan risikonya masing - masing.
Perjalanan mereka selama tiga hari penuh berlangsung dengan sangat baik, menemui banyak "sepupu tua" di tiga tempat berbeda, dan alam seolah sangat mendukung dengan cuacanya yang cerah selama petualangan tersebut. Bagi Joan dan Bruce, perjalanan ini menambah kepingan baru dalam mosaik kehidupan pengembaraan dunia yang mereka jalani.
Sang pemandu terdiam merenung, ia mencoba menelusuri kembali kepingan yang hilang dari dirinya. Pujian dengan ekspresi keheranan dari Joan tentang Veracruz membawanya kembali ke pengalaman lima tahun silam, saat seorang wanita berpengaruh yang memegang empat kewarganegaraan berbeda menuliskan satu kesaksian untuknya setelah perjalanan mereka selama lima hari, "Dirimu adalah satu dari sedikit jiwa yang bersinar sangat terang di dunia ini".
Antusiasme, elemen maha penting dalam kehidupan yang tanpanya bisa membuat jiwa yang hidup terasa seperti berada dalam kematian.
"Rebut kembali segala kehormatanmu, lampaui semua yang pernah kau capai, lupakan mereka yang tidak setia dan meninggalkanmu saat jatuh, dan mulailah menulis ulang takdirmu" batin sang pemandu berteriak semakin kencang dalam keheningan malam rivera negra.
"Hidup sedang menantimu, semuanya tampak berantakan, tapi kita masih hidup! Kita akan selamat!"
Sang pemandu mencoba kembali bersahabat dengan batinnya, mulai menyalakan lagi api kecil antusiasme dalam dirinya, cerita tentang Veracruz ini telah memberikan bahan bakar penting untuk dapat membuat apinya menyala lebih besar.
Eureka!
P.S. Lagu yang saya pilih untuk cerita ini adalah "Life" dari band Our Lady Peace :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H