Mohon tunggu...
Rustan Ambo Asse
Rustan Ambo Asse Mohon Tunggu... dentist -

Lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin makassar, sekarang berdomisili Berau Kaltim

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ketika Dokter Dituduh Membunuh

23 April 2015   21:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kabupaten Nunukan seorang dokter gigi berkisah, bahwa  pasien pernah meregang nyawa akibat perdarahan hebat, setelah giginya dicabut oleh tukang gigi keliling, dan sebelum pasien tersebut meninggal ketika perjalanan menuju rumah sakit, dokter gigi tersebut sempat melakukan beberapa tindakan pertolongan. Saya lebih takut membayangkan andaikan pasien tersebut meninggal pada saat diberi pertolongan oleh dokter gigi tersebut, apakah dokter gigi tersebut yang akan dipenjara?

Jika hukum ingin menegakkan hak-hak pasien, apakah hak-hak profesi dokter sudah ditempatkan sebagaimana mestinya? Standar pendidikan, Kompetensi dan Standar Opersional Prosedur tindakan Medis tentu saja hanya bisa dinilai secara objektif dan benar  adanya oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), seorang Hakim sekalipun tidak akan mampu menerjemahkan benar tidaknya standar medis sebuah tindakan kedokteran, selebihnya tak akan cukup dengan logika hukum biasa yang sudut pandangnya hanya melihat relasi antara seorang dokter yang melakukan tindakan medis untuk menolong pasien dan seorang pasien yang dibunuh oleh dokter yang menangani penyakit pasien tersebut.

Bahkan dengan demikian, Resiko medis yang selama ini tidak masuk dalam kategori Malapraktik akan lebur menjadi satu, dalam artian resiko medis akibat tindakan kedokteran kelak dikemudian hari boleh jadi akan" diplintir" oleh oknum penegak hukum untuk menjerat pidana dan perdata bagi para dokter.

Oleh karena hal tersebut, langkah yang paling mengkwatirkan di masa yang akan datang adalah adanya defensive medis, para dokter terutama yang bertugas di daerah terpencil dan sangat terpencil akan sangat selektif dan tidak mau melakukan tindakan medis yang bisa menjadikan dirinya masuk ke dalam jeruji besi.

Di sisi lain, Undang-Undang parktik Kedokteran dan Kode etik  yang melingkupinya  menegaskan bahwa serorang dokter tentu saja melanggar kode etik jika dengan sengaja tidak melakukan pelayanan sesuai dengan kompetensinya. Pertanyaanya kemudian bagaimana dengan daerah terpencil dan sangat terpencil yang sarana dan alat kesehatanya tidak mendukung?

Dengan demikian pada konteks ini, seorang dokter akan berhadapan dengan dua posisi dilematis, maju kena dan mundur kena. Melakukan tindakan medis yang alat medis tidak memenuhi standar tentu saja tidak akan sesuai dengan SOP, tapi di sisi lain menolak melakukan pelayanan karena keterbatasan alat serta momok menakutkan pidana dan perdata bagi dirinya adalah sisi yang melanggar kode etik.

***

Akhirnya dalam benak saya tergambar, bahwa mungkin hukum di Indonesia berusaha mencurigai dokter sebagai para pembunuh, dan secara konspiratif menganggap MKDKI sebagai tameng hukum bagi profesi dokter. Coba kita merenungkan  dengan seksama, berapa banyak orang-orang menjerit dan kehilangan uluran tangan oleh seorang dokter akibat defensif medis tersebut.

***

Ketika saya ingin mengakhiri tulisan ini, saya teringat dengan pengalaman pribadi, menolong seorang nenek tua yang kesakitan akibat infeksi pada gusinya akibat gigi palsu yang tidak dibuat oleh seseorang dengan kompetensi yang tepat. Gigi palsu itu melekat cekat pada kedua sisi rahang yang sudah mulai membengkak, merah dan bernanah. Untuk melepaskan itu saya harus menggunakan putaran bur untuk melepaskanya. Ketika itu, saya hanya mengira-ngira jika saja nenek ini menuntut, akankah orang yang memasang gigi palsu tersebut akan di penjara? Atau bebas begitu saja karena dalam UUD praktek Kedokteran, hukum dibuat untuk mengatur dan mengendalikan dokter dan dokter gigi, tidak buat yang lain. Rasa-rasanya keadilan itu memang masih bersembunyi di tempat yang masih sulit dijangkau. Sangat Jauh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun