Dia tipe pemimpin pendiam, tapi karyanya menciptakan semangat maha dasyat bagi anak anak muda yang membaca bukunya.
Dia tak pandai berpidato, mungkin itulah sebabnya dia hanya presiden dalam imaginerku.
Andaikan rambutnya tidak krinyol,badanya tegap,tampan, dan bisa membius orang orang dikala berpidato. maka mungkin dia tak hanya presiden imaginer.
karena aku memang suka berimaginasi , dan bukan siapa siapa di negeri ini.
Aku terus menghadirkan sosok presidenku. Presiden yang lahir dari kejujuran.
maka aku tak punya nyali, walau untuk berkunjung ke desa desa sangat terpencil di muara sungai sana aku harus menembus giram giram dan batu batu besar, tapi nyali ini tak seberapa.
Sepertinya cikeas sana lebih mengerikan, di sana aku tak bisa bertemu dengan seseorang ibarat berkunjung ke tetangga. Tembok tembok status sosial telah mengkerangkeng jiwa jiwa mereka.
Mungkin jiwa itu begitu suci untuk di jamah, walau dari pengagumnya sendiri.
di sana, masihkah ada harapan. Ketika mata pisau hukum tak pernah mengiris koruptor2 itu, hanya mbok minah dan prita yang teriris olehnya,juga segelintir orang orang kecil yang tak punya kuasa. Hukum bagiku sebuah mimpi buruk, walau sebelum tidur dongeng kisah kisah hukum begitu manis terdengar, seperti bermimpi berjumpa dengan dewi keadilan. Setiap hari kami hanya bermimpi.
Untuk itu aku ingin menawarkan kompromi di dalam diriku, bagaimana jika kutulis saja surat buat presiden kita:
Okelah kalau begitu:
Maka ku tulislah surat ini.
Bapak presiden yang terhormat.