setiap hari, puluhan orang beranjak begitu pagi , membawa tas berisikan bekal nasi, parang dan cangkul di pundak. Orang-orang menuju kebun sawit, yang terhampar luas dengan sketsa pepohonan berjejer rapi, truk-truk besar pengangkut sawit begitu serakah, memuat berton-ton muatan yang tak berbelas kasih pada jalanan-jalanan yang semakin hari kian mengangah.
***
Di sini kesabaran tak pernah usai, orang-orang setiap hari antri BBM. Mereka menikmati "Menunggu" sebagai dinamika perjuangan. Di sini , dibawah terik matahari yang perih, mereka berjalan setapak demi setapak. di sini, tak ada pro kontra. Di sini, hidup dijalani seperti biasa. Tak seperti di kota. Di sana masih ada orang-orang menelan ludah sembari mendorong mobil open cup yang tak berbensin, walau pada akhirnya gagal mendapatkan bensin karena PLN keburu mati atau lambain tangan petugas SPBU sebagai isyarat bahwa BBM telah habis
***
Di bawah jembatan Talisayan, ada dua dermaga berhadap-hadapan. Perahu-perahu bersileweran terutama di pagi hari. Ikan-ikan segar akan di tandu dan di angkat ke darat, memamerkan kesegaranya yang mengundang selera. Di sini, ikan serupa air, setiap hari mengisi cawan-cawan kita.Ikan-ikan asin dijemur sepanjang dermaga itu, Dan itu adalah kerja keras para nelayan.
***
setiap pagi aku mengantar najwa ke sekolah,putri kecilku yang kini berumur 5 tahun. tepatnya di Tk Pembina Talisayan. Hanya setiap pagi ini kita bisa bersorak karena kegirangan mereka, atau sekedar tersenyum menyimpan harapan, bahwa bocah-bocah cilik itu harus berani bercita-cita. Melampui cita-cita para pendahulunya.
***
Rumah sakit adalah tempat menyembuhkan orang sakit. Para petugas kesehatan melayani pasien dengan tersenyum, ada komunikasi yang baik di sana. Pasien-pasien juga demikian, mereka berobat dengan penuh kedisiplinan, kesabaran dan tertib. Petugas rumah sakit damai menjalankan tugas, dan pasien sembuh dengan bahagia tak terkira . Semua ini terjadi kelak ketika Rumah sakit pratama Talisayan difungsikan, memiliki harapan tentu tidak salah dan harus berani. Kita tunggu saja
***
Manusia itu kreatif, di Pantai Talisay yang konon Indah itu, acara buang naas akan dilakukan. Sebuah tradisi tahunan yang menakjubkan. Di acara ini kita bisa mengingat banyak peristiwa di masa lampau dengan mengikuti berbagai macam permainan tradisional. Kini panitianya telah bersiap.
***
Burung-burung walet mengitari langit dan rumah-rumah warga terutama di sore hari. Bercicit dan kejar-kejaran di udara sebelum mereka masuk ke sarang masing-masing. Meneteskan liurnya dan membentuk sarang yang memiliki nilai ekonomis, dikala senja menjemput, walet-walet itu menyambut malam dengan gembira, beterbangan menyusuri pesisir pantai talisay.
***
Setiap malam, beberapa orang bermandi peluh keringat. Bermain bulutangkis di sebuah gedung yang masih butuh renovasi. Di sana ada hobby, kesenangan, kekompakan dan persahabatan. Seperti halnya musik, olahraga dapat mengikat emosi setiap orang.
***
Ada cinta terkadang absurd bagi anak muda masa kini. Misalnya meminum racun karena diputuskan oleh pacar, seolah-olah mati adalah pembuktian atas segalanya. Racun itu jenisnya macam-macam, walau sejatinya cinta dapat pula menjadi racun. Beberapa kali diantara anak muda itu pernah dirawat di puskesmas karena racun cinta itu.
***
Ada Masjid dengan kumandang Azan setiap saat. Lafaz pak imam membuat hati tenang. Di Sana perasaan eskatalogis serupa embun di pagi hari, bening dan menyejukkan. Zikir dan Doa-doa dipanjatkan, pengharapan umat manusia kepada yang maha menggenggam. Ampunilah dosa-dosa kami yang kerap khilaf.
***
setiap hari, dari waktu ke waktu. Talisayan tak pernah berhenti menciptakan kisah untuk dikenang. Di sini , ketika puluhan tahun yang lalu semua sudut masih di kelilingi oleh rimba dan hutan belantara. Para sesepuh kampung tentu memiliki sejuta kenangan, sejarah yang kita nikmati lembaranya hingga kini.
Konon, kampung ini kelak akan menjelma menjadi sebuah kota kabupaten. Bergerak meninggalkan dirinya, dan mungkin saja identitasnya. Sebagaimana kota yang lain- kedatanganya akan disertai oleh sejuta harapan.
Ada Harapan lebih sejahtera, ada harapan bahwa masyarakat memiliki aksebilitas demi perputaran roda kehidupan mereka. Seolah kota adalah primadona untuk menyambut sejuta keluhan dan derita masa lalu. Ya jawaban itu untuk menggugurkan premis bahwa mungkin saja semua ini hanya demi syahwat politik segelintir orang. Sebagaimana berkaca pada sejarah, pemekaran bukan sebuah jaminan menghapus ketakberdayaan ekonomi, Kesenjangan dan mendapatkan sesuap nasi.
Sore ini, langit begitu jingga memantul-mantul di hamparan laut yang tenang. Perahu nelayan kembali beranjak pergi, semakin lama semakin mengecil, serupa titik pada lembaran kertas putih,Kecil sekali. serupa hidup, cita-cita , mimpi dan kekuasaan manusia yang tak boleh pongah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H