Perkawinan, ide awalnya sebenarnya berasal dari Tuhan sendiri. Lembaga ini dirancang Tuhan sejak dari Taman Eden, dimana saat itu manusia belum jatuh ke dalam dosa (lih. Kej.2:18-24). Dari sinilah ”piagam” aslinya terbentuk. Hal ini kemudiaan diteguhkan oleh ucapan Yesus dalam Matius 19:4-5 – dimana kemudian hal ini ditetapkan sebagai dasar dari sebuah perkawinan. Sekali lagi, perkawinan berasal dari ide Allah sendiri!
Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau gereja-gereja dan mayoritas orang kristen menganggap perkawinan sebagai suatu karunia atau pemberian Allah. Menurut J.L. Ch Abineno hal itu didasarkan atas kejadian 1 dan 2 serta Matius 19:3 dan yang berikutnya. Selain sebagai karunia Allah, perkawinan juga dipandang sebagai sesuatu yang sakral, suci, dan bukan semata-mata perkara duniawi saja. Di dalam perkawinan, seorang kristen selalu mengharapkan berkat dan campur tangan Tuhan di dalamnya.
Kesakralan perkawinan itu dilihat oleh seorang ahli perkawinan kristen Dr. David Mace dengan merumuskan 3 pilar perkawinan ( perkawinan diibaratkan sebagai sebuah meja dengan 3 pilar panyangga dibawahnya. Kalau satu pilar tidak ada, maka meja ”perkawinan” itu akan ambruk). Ke tiga pilar itu adalah :
1.1. Pilar Monogami Perkawinan kristen adalah perkawinan monogami. Satu untuk satu! Satu suami dengan satu istri. Sampai maut memisahkan mereka. Hal ini menutup peluang untuk melecehkan perkawinan menjadi sarana pengumbaran nafsu seperti terlihat dalam perkawinan yang Poligami. Perkawinan monogami ini terutama melindungi pihak wanita yang sering terlecehkan akibat pola perkawinan Poligami. Verkuyl bahkan melihat lebih jauh lagi bahwa ada hubungan yang erat antara monotheisme dengan monogami dan keterkaitan antara politheisme dengan poligami. Hal ini ditunjukkan dalam kitab Hosea, dimana Hosea memandang kesetiaan Yahwe kepada umat sebagai dasar yang teguh bagi kesetiaan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di dalam perkawinan.
1.2. Pilar Fidelity Tidak cukup monogami, perkawinan kristen juga seharusnya disertai asas fidelity – kesetiaan. Apa artinya beristri atau bersuami satu, tapi diluaran sana memiliki banyak simpanan – WIL (Wanita idaman lain) atau PIL (Pria idaman lain) ? Tanpa fidelity, pilar monogami akan ambruk dengan sendirinya! Dengan asas fidelity ini maka kesucian perkawinan dijunjung tinggi. Seks diluar perkawinan – sex extra marital – merupakan pelanggaran moral yang harus dihindari, kalau bangunan perkawinan mau kokoh!
1.3. Pilar Indisolubility Asas indisolubility berarti asas Tak terceraikan. Maksudnya, perkawinan kristen seharusnya dilandasi sebuah tekad dan upaya keras agar tidak terceraikan. Harus diupayakan dengan sekuat tenaga, biar hanya maut saja yang akhirnya ”memisahkan” sepasang pengantin kristen. Asas ini jelas melindungi semua pihak yang terlibat dalam perkawinan (suami, istri, dan anak-anak).
LEBIH JAUH LAGITENTANG PERKAWINAN KRISTEN
Kini kita akan melihat lebih dalam lagi pernak-pernik perkawinan menurut ajaran Kristen. Mengutip pendapat J.L. Ch Abineno , menurut alkitab perkawinan dalam ajaran Kristen dilukiskan sebagai :
2.1. Perkawinan sebagai suatu persekutuan-hidup Yang dimaksud persekutuan hidup adalah suatu persekutuan hidup antara suami dan istri.
Persekutuan hidup ini dikehendaki oleh Allah. Sebagai sebuah persekutuan hidup, sebuah perkawinan bukannya langsung jadi, tapi memerlukan usaha dan perjuangan. Yang penting disini adalah adanya keterbukaan diantara suami-istri. Persekutuan hidup itu akan bisa langgeng kalau masing-masing pihak bersedia mengalah dan menganggap yang lain lebih utama (band.Fil.2:3). Dengan demikian meskipun konflik pasti terjadi, tetapi dengan keterbukaan dan sikap rendah hati (mau mengalah), maka persekutuan hidup itu tidak akan tercerai berai!
2.2. Perkawinan sebagai suatu persekutuan-hidup yang total Perkawinan – menurut ajaran kristen – bukan saja suatu persekutuan-hidup, tetapi juga suatu persekutuan hidup yang total! Yang dimaksud total disini adalah suami istri telah menjadi satu tubuh atau satu daging (Mat.19:5). Ini totalitas! Ini yang membedakan sebuah perkawinan kristen dengan persekutuan-persekutuan lainnya. Misalnya : persekutuan dagang, persekutuan pertemanan, persekutuan marga dan sebagainya. Persekutuan yang demikian, meskipun erat, tetapi tidak total. Tidak mungkin menjadi satu tubuh atau satu daging!