Mohon tunggu...
Kuncoro Adi
Kuncoro Adi Mohon Tunggu... profesional -

Lahir di semarang, tinggal di Jakarta. Penulis, editor buku dan pembicara publik. Tulisan tentang kerohanian, bisa di akses di blog pribadi http://kuncoroadi.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

"Kelamin ganda PSSI"

30 Oktober 2014   22:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini sepakbola Indonesia mengalami titik nadir yang menyedihkan. Coreng moreng di wajah bopeng persepakbolaan Indonesia dengan induk organisasinya PSSI sulit untuk dihapus nodanya. Diawali dengan tewasnya seorang suporter Lanusmania Cilacap akibat serangan sadis oknum suporter BCS Sleman, lalu dilanjutkan dengan rusuh Manahan yang menelan satu korban tewas saat Persis Solo merasai “dikerjai” wasit saat bertanding melawan Martapura FC dan klimaksnya sepakbola dagelan ala srimulat antara PSIS semarang versus PSS Sleman yang layak diganjar “rekor guines book” sebagai pertandingan dengan gol bunuh diri terbanyak di dunia sebanyak 5 biji.

Fenomena ini tentu membuat kening kita berkerut kencang dan bertanya-tanya gejala apa ini gerangan ? Menurut saya salah satu biang pangkalnya adalah wasit PSSI yang tidak tegas, tidak adil dan terkesan bisa dibeli.

Ambil contoh 2 kasus terakhir. Pasoepati dan publik kota Solo marah besar karena merasa sering dikerjai wasit dalam berbagai pertandingan yang mereka lakoni. Bahkan ketum Persis Solo FX Rudyatmo sempat berujar berang bahwa dikerjainya Persis solo berbau politis. Akumulasi kekecewaan Pasoepati dan public kota Solo atas fenomena itu akhirnya tumplek blek bak tumpahan air bah kala pertandingan Persis Solo versus Martapura FC sang pengadil kembali berulah tak adil.

Sementara itu sepakbola gajah PSIS Versus PSS yang sangat memalukan ditengarai sebagai upaya dari kedua tim untuk menghindari pertemuan dengan Borneo FC yang dikenal sulit dikalahkan karena sering mendapat keuntungan non teknis ketika bertanding (ini sebuah eufimisme untuk bantuan wasit bagi Borneo FC). Begitu “saktinya” Borneo FC sampai-sampai tim sekelas PSIS dan PSS yang memiliki sejarah bola lebih panjang dan legendaris dibanding si anak bawang Borneo FC sampai ketakutan setengah mati kalau harus berhadapan dengan Borneo FC di seminal. Hasilnya sebuah tindakan konyol dan tidak masuk akal dilakukan oleh duo jawa tengah itu.

Menarik mencermati fenomena tersebut diatas. Nampaknya sudah bukan rahasia umum kalau klub-klub kaya atau klub-klub kesayangan PSSI kerap dibantu wasit agar pamor prestasinya melejit. Kasus terakhir keputsan kontroversial wasit yang tidak mengkartu kuning atau merah Kurnia Meiga serta tidak memberi pinalti bagi Semen Padang saat Esteban Viscara “ditebas” victor Igbonefo dikotak pinalti semakin membuat terang benderang bahwa ada apa-apanya dengan wasit PSSI. Anehnya kita belum pernah mendengar wasit diberi hukuman Komdis karena telak-telak memimpn dengan berat sebelah, sementara tim dan suporter yang berulah langsung dihukum berat. PSS langsung kena getahnya ketika salah satu elemen suporternya berulah, diganjar dengan pertangdingan usiran. Pasoepati lebih sadis lagi hukumannya, selain tidak boleh away day tour selama 6 bulan, juga kota Solo dilarang mengadakan gelaran sepakbola dibawah naungan PSSI selama 6 bulan.

Ini tentu sebuah tragedy dalam persepakbolaan Inodeneia. Bahwa yang salah dan rusuh harus dihukum tentu kita sepakat. Tapi ketika perangkat PSSI, dalam hal ini korp kaos kuning berulah nampaknya tidak ada tindakan sama sekali.

Tidak heran kalau banyak suara sumbang terlontar bahwa PSSI memiliki klub favorit yang diproyeksikan menjadi juara Liga Utama maupun Indonesian Super Leage.

Sampai disini terlihat kelamin ganda PSSI, disatu sisi begitu tegas dan keras menghukum klub/suporter non favorit yang tidak bersalah, disisi lain membiarkan tanpa tindakan apapun aparatnya yang “bersalah.”

Pertanyaan penutup yang layak diapungkan adalah : apakah perlu seluruh stakeholder sepak bola Indonesia kembali menggulirkan “Revolusi PSSI jilid 2” ? Kalau dirasa perlu, Trio Jawa tengah Persis Solo, PSS Sleman dan PSIS Semarang dengan dukungan penuh para supporter fanatiknya bisa berdiri digaris paling depan untuk mempelopori gerakan ini !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun